TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun dan Ekonom INDEF Bhima Yudhistira memberikan sindiran kepada pemerintah terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) dampak Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, mulanya Bhima Yudhistira mengungkapkan alasan masih banyaknya masyarakat yang ngeyel untuk tetap keluar atau beraktivitas.
Menurutnya, masyarakat yang tidak mengikuti anjuran pemerintah tentunya bukan tanpa alasan.
• Bhima Yudhistira Bicara soal Krisis Ekonomi, Migas, dan Cara Selamatkan UMKM di Tengah Corona
Dirinya mengatakan bahwa alasan dasarnya adalah banyak masyarakat tidak mendapatkan jaring pengaman sosial (JSP) seperti yang sudah dijanjikan oleh pemerintah.
Hal itulah yang memaksa masyarakat untuk tetap beraktivitas dengan cara bekerja.
Tujuannya tidak lain hanya untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup sehari-hari.
"Tapi kemudian jaring pengaman sosial kita sebenarnya bolong, makanya orang bandel masih keluar-keluar rumah," ujar Bhima.
"Karena enggak mungkin di rumah aja waktu masa pandemi tanpa ada kompensasi yang cukup," jelasnya.
Hal itu kemudian ditambahi oleh Refly Harun.
Ia mengatakan alasan bansos sering terlambat bukan karena kesalahan dalam pendataan ataupun saat pendistribusian.
Melainkan ada faktor lain, yaitu kantong bermereknya atau logonya belum jadi.
• Pertanyakan Peran Stafsus Milenial Jokowi, Bhima Yudhistira: Kasih Es Teh Manis, Kasih Singkong
Tidak ketinggalan, Bhima juga ikut menanggapi hal yang senada.
"Apalagi bansosnya sering terlambat karena kantong yang bermereknya itu belum jadi," sindir Refly Harun.
"Harus ada logonya, itu penting," tambah Bhima.
Refly Harun lantas beranggapan bahwa ada maksud lain di balik penyaluran bantuan sosial tersebut, yakni mengarah pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Ia kembali berkelakar ada pihak yang sepertinya mencuri start lebih awal.
"Padahal pemilu masih 2024 bayangkan, orang sudah curi start," tutup Refly.
Simak videonya mulai menit ke- 26.45
Bhima Yudhistira Bicara soal Krisis, Migas, dan Cara Selamatkan UMKM
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira memberikan pandangan terkait masalah pelik yang sedang dihadapi oleh pemerintah saat ini, khususnya dari sektor ekonomi.
Di tengah pandemi Virus Corona, memaksa negara tidak hanya krisis kesehatan, melainkan juga krisis ekonomi.
Dilansir TribunWow.com, Bhima Yudhistira mulanya membandingkan krisis ekonomi yang terjadi saat ini dengan krisis-krisis sebelumnya, khususnya pada tahun 1998 dan 2008.
Dalam tayangan Youtube Refly Harun, Sabtu (23/5/2020), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kondisi krisis yang terjadi saat ini berbeda dengan dua krisis sebelumnya.
• Lepas dan Buang Bajunya, Kades di Gresik Protes Keras pada Camat Lantaran Warganya Tak Dapat JPS
Menurutnya, pada krisis tahun 1998 dan 2008 yang terjadi adalah para pekerja yang mendapatkan PHK masih bisa dimaksimalkan dengan UMKM.
Namun untuk saat ini, semua sektor ekonomi lumpuh, tidak bisa lagi mengandalkan UMKM.
"Jadi kan kita melihat dulu prespektif dari makro ekonominya, karena kondisi sekarang ini jauh berbeda dengan krisis tahun 1998 dan tahun 2008," ujar Bhima Yudhistira.
Jadi kalau 1998 itu finansialnya goyang banyak pabrik kemudian tutup, tetapi yang di-PHK bisa diserap ke UMKM, makanya saya bilang ketika krisis UMKM menjadi tulang punggungnya," jelasnya.
"2008 juga sama itu."
Menurut Bhima, langkah pertama yang bisa dilakukan untuk membangkitkan sektor ekonomi adalah menyelamatkan UMKM.
"Tetapi kalau sekarang ini artinya fokus kita menyelamatkan dulu ke UMKM," kata Bhima.
"Karena UMKM sekarang juga kena Covid-19, kita punya krisis ekonomi, sekaligus juga krisis kesehatan," imbuhnya.
"Nah UMKM ini butuh apa."
• Ekonom INDEF Sebut Alasan Ajak Belva Debat, Refly Harun Singgung Nama Jokowi: Dulu Banggakan Stafsus
Maka dari itu, bagaimana caranya untuk menghidupkan kembali UMKM.
Menurut Bhima, pemerintah sebenarnya mudah untuk membantu UMKM di tengah krisis dan pandemi.
Yaitu dengan memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki negara, yakni minyak dan gas.
Karena dua engergi tersebut merupakan bahan dasar yang sangat dibutuhkan oleh para usaha kecil menengah.
Namun kenyataanya, harga BBM masih terlampau tinggi, padahal harga minyak dunia sudah turun sejak awal tahun.
Termasuk juga dengan harga LPG 3 kg yang dirasa masih memberatkan bagi para UMKM.
Terlebih saat ini, mereka sedang mengalami kesulitan ekonomi.
"Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan pemerintah, salah satunya misalkan, yang paling deket aja, harga minya sudah turun dari awal tahun, bahwa 2019 fluktuatif rendah," terangnya.
"Tetapi belum ada penyesuaian harga BBM, LPG 3 kg juga belum disesuaikan."
"Padahal dua komponen energi ini paling dibutuhkan juga oleh UMKM," tegasnya.
"BBM yang turun, logistiknya bisa lebih murah, ongkirnya bisa lebih murah."
"Kemudian LPG 3 kg banyak banget sekarang yang ngeluh bahwa tidak ada bantuan LPG 3 kg."
"Itu harusnya dikasih diskon saja di tengah pandemi," pungkasnya.
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)