Terkini Nasional

Soal Bebasnya Romahurmuziy, Refly Harun Ungkit Hakim Artidjo Alkostar: Jarang koruptor Ajukan Kasasi

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan tanggapan mengenai bebasnya Mantan Ketua Umum Partai PPP, Mohammad Romahurmuziy.

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan tanggapan mengenai bebasnya Mantan Ketua Umum Partai PPP, Mohammad Romahurmuziy.

Dilansir TribunWow.com, Refly Harun menyinggung soal hukuman terlalu ringan yang didapat oleh Romahurmuzi alias Romy.

Dikabarkan sebelumnya, Romy hanya mendapatkan hukuman selama satu tahun atas kasus suap yang ia lakukan pada pertengahan Maret 2018 lalu.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mencurigai adanya kongkalokong dalam proyek Kartu Pra Kerja yang menghabiskan dana mencapai 5,6 triliun rupiah. (YouTube Refly Harun)

 

Romahurmuziy Bebas, KPK Ajukan Kasasi ke MA dan Menyebut Hukuman 1 Tahun Terlalu Rendah

Dalam proses awal, KPK sebenarnya menuntut diberikan vonis 4 tahun.

Namun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hanya mengabulkan hukuman 2 tahun penjara.

Kemudian setelah mengajukan banding, Romy akhirnya hanya dijatuhkan hukuman selama 1 tahun setelah mendapat potongan 1 tahun.

Rely Harun mengatakan fenomena tersebut menggambarkan bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah melemah, ia bahkan mengibaratkan seperti mati suri.

Refly Harun kemudian mengungkit sosok mantan Hakim Agung legendaris di Mahkamah Konstitusi Artidjo Alkostar.

Menurutnya, pada zaman Artidjo para koruptor tidak akan berani untuk melakukan banding ataupun kasasi.

"Kita tahu bahwa ada dua fenomena yang membuat pemberantasan korupsi seperti mati suri, pertama pensiunnya seorang Hakim Agung yang sangat legendaris bernama Artidjo Alkostar," ujar Refly Harun.

"Ketika Artdijo masih aktif sebagai hakim agung di Mahkamah Agung dan mengurus soal-soal yang terkait dengan tindak pidana korupsi, jarang sekali para koruptor mau mengajukan kasasi," jelasnya.

Kawal Dana Rp 405,1 Triliun untuk Penanganan Corona, KPK akan Hukum Mati Koruptor Dana Bencana

Para koruptor yang melakukan banding justru kemungkinan besar akan mendapatkan tambahan hukuman dari vonis pertama.

Sedangkan sebaliknya pada saat ini ketika Artidjo sudah pensiun, bisa dikatakan para koruptor banyak yang memanfaatkan media banding tersebut untuk bisa mengurangi hukumannya.

"Kalau mereka merasa bahwa hukumannya sudah proper, maka mereka akan terima misalnya di tingkat pertama atau di tingkat banding."

"Mengapa, karena menjalankan atau mengajukan kasasi hukumannya bisa malah tambah oleh Artdijo Alkostar dan dendanya juga tambah itu pernah terjadi pada Angelina Sondakh misalnya," ungkap Refly Harun.

"Jadi koruptor-koruptor lainnya tidak mau mengajukan kasasi, tetapi begitu Artijo Alkostar pensiun dari Mahkamah Agung, maka berbondong-bondonglah para kopruptor mengajukan peninjauan kembali atau PK."

"Sehingga beberapa di antaranya menikmati hasilnya dengan masa tahanan yang dipotong sana dipotong sini," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke-6.10:

Refly Harun Tegaskan Tidak Memihak Kubu Manapun, tapi Ngaku Pernah Bela Ahok di 2016: Wah itu Ribut

KPK Ajukan Kasasi ke MA dan Menyebut Hukuman 1 Tahun Terlalu Rendah

KPK menilai hukuman yang diberikan kepada Romy terlalu rendah.

Dilansir TribunWow.com, KPK akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan kembali perkara dari Romy.

Menurut KPK, majelis hakim pada saat itu tidak mempertimbangkan bukti sejumlah uang suap yang diterima oleh Romy.

KPK juga sempat meminta hak politik Romy dicabut, namun tuntutan tersebut tidak dikabulkan.

Hal ini disampaikan oleh PLT Juru Bicara KPK, Ali Fikri, seperti yang dikutip dari tayangan KompasTV.

"Tentu jaksa penuntut KPK juga melihat bahwa pertimbangan majelis hakim tingkat banding tidak memberikan pertimbangan yang cukup ketika menjantuhkan pidana kepada diri terdakwa yang dinilai masih terlalu rendah," ujar Ali Fikri.

"Wewenang untuk menentukan penahanan berikutnya beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penutut Umum tersebut," sambungnya.

• Pertama Kali, KPK Tampilkan Tersangka Korupsi saat Konferensi Pers seperti Kriminal di Kantor Polisi

Sementara itu Romy mengatakan belum mempikirkan kelanjutan perkaranya.

Dirinya mengaku untuk saat ini hanya bersyukur karena bisa kembali bersama keluarga di bulan Ramadan tahun ini.

"Meskipun kami belum puas dengan putusan yang ada di pengadilan tinggi karena belum sesuai dengan fakta-fakta hukum yang mengemuka selama persidangan," ujar Romy.

"Tetapi ini adalah berkah bulan Ramadan, bagi saya yang patut saya syukuri adalah saya kembali bersama keluarga." 

"Saat ini saya belum berfikir tentang perkara saya, karena yang terpenting bagi saya adalah kembali bersama keluarga," pungkasnya.

Simak videonya:

Tanggapan ICW

Sebelumnya Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti pengurangan hukuman Romy dari tingkat banding.

Kurnia menilai keputusan yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berupa memberikan keringanan kepada Romy disebut sudah mencoreng rasa keadalian dan penegakan hukum korupsi di Indonesia.

Dilansir TribunWow.com dari Kompas.com, Kurnia menyebut hukuman yang diberikan kepada Romy atas kasus suap lebih dari Rp 300 juta sangat rendah.

Dirinya lalu membandingkan dengan seorang kepala desa yang juga terseret kasus serupa, namun dengan jumlah lebih rendah.

Kurnia mengatakan kepala desa menerima suap Rp 30 juta diberikan vonis empat tahun penjara.

"Kepala Desa itu dovonis 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemerasan sebesar Rp 30 juta," ujar Kurnia.

"Sedangkan Romahurmuziy, berstatus sebagai mantan Ketua Umum Partai Politik menerima suap lebih dari Rp 300 jut, namun hanya diganjar dengan hukuman 1 tahun penjara," sambungnya.

• Kawal Dana Rp 405,1 Triliun untuk Penanganan Corona, KPK akan Hukum Mati Koruptor Dana Bencana

Kurnia mengatakan, vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi seharusnya lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama.

Tidak hanya itu, Kurnia juga meminta seharusnya hakim dalam putusan tersebut juga mencabut hak politik Romy.

"Bahkan akan lebih baik jika dalam putusan tersebut Hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan," jelasnya.

"Dengan kondisi seperti ini, maka cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai," pungkasnya.

(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)