Virus Corona

Dianggap Lamban Atasi Corona, Jokowi Ungkap Kekesalannya di Mata Najwa: Jangan seperti Itulah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).

TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ungkap kegeramannya terhadap banyaknya kritikan para ahli soal penanganan Virus Corona.

Dilansir TribunWow.com, Jokowi membantah jika pemerintah lamban dalam mengatasi virus yang berasal dari Wuhan, China itu.

Menurut Jokowi, banyak kebijakan pemerintah yang sama sekali tak dianggap publik sebagai sebuah keputusan.

Hal itu disampaikan Jokowi melalui tayangan Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).

Petugas medis bersiap mengambil sample darah pengemudi angkutan umum saat Rapid Test COVID-19 secara Drive-Thru di Halaman Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (20/4/2020).  (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebut Pemerintah Ambigu Tangani Corona, Agus Pambagio Singgung Proyek Strategis: Negara Jangan Pelit

Rizal Ramli Tegaskan Ekonomi Indonesia sudah Bermasalah sebelum Corona, Lebih Parah dari Krisis 98?

Pada kesempatan itu, Jokowi menyebut Virus Corona tak bisa dianggap enteng.

Ia mengakui, sejak awal pemerintah enggan btergesa-gesa dalam menangani Virus Corona.

"Di awal sudah saya sampaikan bahwa ini virus berbahaya, sangat berhaya tapi bisa dicegah dan dihindari," ucap Jokowi.

"Tapi kita tidak ingin membuat kebijakan itu dengan cara grusa-grusu, yang ini dinilai oleh publik itu mungkin lamban di situ."

Terkait hal itu, Jokowi pun menyinggung sikap santai pemerintah yang ditunjukkan di awal-awal virus ini muncul di Indonesia.

Jokowi menegaskan, sejak awal pemerintah memang sengaja tak mau membuat publik panik dengan munculnya Virus Corona.

Jenis-jenis Obat yang Mungkin Efektif untuk Virus Corona, Benarkah Obat Malaria Ampuh?

"Membuat publik tenang itu tidak dilihat sebagai keputusan, itu sudah keputusan," tegas Jokowi.

"Membuat publik agar tidak panik itu keputusan, itu tidak dilihat sebagai sebuah keputusan, anunya di situ, agak berbedanya di situ."

Lebih lanjut, Jokowi pun menyoroti keraguan publik soal kemampuan pemerintah menjalankan tes PCR untuk mendeteksi Virus Corona.

Tampak kesal, ia menjelaskan laboratorium Kementerian Kesehatan bahkan sudah dipersiapkan sebaik mungkin untuk melakukan tes PCR.

"Kemudian awal-awal juga lab yang ada di Kementerian Kesehatan diragukan 'Enggak bisa itu ngetes PCR," ujarnya.

"Di awal-awal kan padahal sudah kita coba bolak-balik sudah bisa, masih banyak yang menyampaikan ahli-ahli bahwa itu tidak layak untuk melakukan uji PCR."

Lantas, Jokowi mengimbau publik untuk tak terus menerus meragukan kemampuan pemerintah.

Terkait soal keterbatasan alat keseharan, ia pun menyebut alat-alat tersebut kini bahkan menjadi rebutan di hampir seluruh negara di dunia.

"Ya jangan seperti itulah, sampai sekarang pun enggak ada masalah. Dan perlu saya sampaikan persiapan untuk PCR ini karena ini sekali lagi rebutan," terang Jokowi.

"Yang namanya APD, PCR, rapid test, masker semua menjadi rebutan 213 negara yang terpapar," tukasnya.

Simak video berikut ini menit ke-11.47:

Alasan Tak Lakukan Lockdown

Pada kesempatan itu, sebelumnya Jokowi menjelaskan mengapa pemerintah tidak menerapkan lockdown di Indonesia untuk mengatasi pandemi Virus Corona (Covid-19).

Jokowi pertama memaparkan bahwa Jakarta membutuhkan dana sebesar Rp 550 miliar per hari untuk menghidupi masyarakat apabila diberlakukan lockdown.

Ia juga mengatakan sampai saat ini belum ada negara yang berhasil mengatasi Covid-19 lewat solusi lockdown.

• Najwa Shihab Singgung Jalan Masih Ramai meski PSBB, Jokowi: Aktivitas Bisa Dilakukan tapi Jaga Jarak

Dikutip dari wawancara eksklusif Jokowi dengan presenter kondang Najwa Shihab, Senin (21/4/2020), awalnya Najwa menanyakan bagaimana tanggapan Jokowi terhadap orang-orang yang mau tidak mau harus keluar untuk bekerja.

RI 1 menjawab memang pilihan yang sulit bagi masyarakat untuk berdiam diri di rumah menghindari Covid-19, atau tetap pergi keluar untuk bekerja.

"Itu memang pilihan-pilihan yang semuanya tidak enak," kata Jokowi.

"Dan kita semuanya harus menyadari bahwa di luar itu masih banyak."

Ia kemudian memaparkan sejumlah pekerjaan yang mau tidak mau harus keluar bekerja di tengah pandemi Covid-19.

"Buruh harian, pekerja harian, pedagang-pedagang asongan, ini hidupnya harian," kata dia.

Jokowi mengatakan keputusan mengenai para pekerja tersebut harus diambil secara hati-hati, supaya tidak menimbulkan masalah baru.

"Ini juga yang harus menjadi hitungan, kalkulasi kita, jangan sampai kita ingin menyelesaikan sebuah masalah, tapi muncul masalah baru yang lain, yang lebih besar, kalau kita tidak hitung, dan kalkulasi," jelasnya.

• Evaluasi 13 Hari PSBB DKI Jakarta, Pengamat Kebijakan Publik Soroti Aturan dan Ketegasan Aparat

Tak Ada Lockdown yang Sukses

Kemudian Najwa menanyakan kepada Jokowi, apakah anggaran pemerintah cukup untuk mengayomi masyarakat selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.

Najwa menyinggung PSBB tidak mengharuskan pemerintah menjamin kehidupan rakyat.

Ia bahkan mengibaratkan PSBB layaknya karantina wilayah gratisan, dimana pemerintah tidak memilki tanggung jawab untuk menyuplai bantuan kepada masyarakat.

Jokowi menjawab bahwa karantina wilayah adalah hal yang sama dengan lockdown, dimana transportasi dimatikan total, dan masyarakat harus di rumah.

"Kalau yang namanya karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown," kata dia.

"Artinya apa? Masyarakat harus hanya di rumah, bus berhenti enggak boleh keluar, taksi berhenti, ojek berhenti, pesawat berhenti, kereta api berhenti, MRT berhenti, KRL, semuanya berhenti, hanya di rumah," lanjutnya.

Jokowi mengaku, dirinya pernah memperhitungkan apabila Jakarta diberlakukan lockdown, pemerintah membutuhkan Rp 550 miliar untuk memastikan semua kebutuhan masyarakat tercukupi.

"Untuk Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar, hanya Jakarta saja," terangnya.

"Kalau Jabodetabek tiga kali lipat, itu per hari." (TribunWow.com)