TRIBUNWOW.COM - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri secara terang-terangan mengkritik pembebasan ribuan narapidana untuk mencegah penularan Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Reza Indragiri mengaku mengapresiasi langkah pemerintah yang menerapkan prinsip kemanusiaan hingga membebaskan para narapidana tersebut.
Namun, menurutnya pembebasan narapidana itu membuat warga semakin gelisah, di samping memikirkan wabah Virus Corona.
Kegelisahan itu satu di antaranya disebabkan oleh sejumlah kerusuhan yang dilakukan narapidana itu selepas dari penjara.
• Bima Arya Pulang setelah 22 Hari Isolasi, Bagikan Kondisi Pilu Tenaga Medis, Salat Masih Pakai APD
• Viral Cover Proposal Skripsi Hak Istimewa Luhut Binsar Panjaitan, Dekan Unsoed Beri Penjelasan
Hal itu disampaikan Reza melalui tayangan YouTube tvOneNews, Sabtu (11/4/2020).
"Kita mencoba sejenak menaruh penghargaan terhadap ada sentuhan kemanusiaan yang coba diterapkan pemerintah dengan melepaskan lebih dini sekian ribu narapidana," kata Reza.
"Tapi pada saat yang sama sungguh-sungguh kita tidak bisa tutup mata terhadap kebutuhan masyarakat akan rasa aman."
Menurut Reza, pembebasan narapidana itu justru menambah kegelisahan masyarakat.
Terkait hal itu, ia lantas menyinggung soal peluang besar narapidana kembali berbuat onar selepas dari penjara.
"Karena di satu sisi kita sudah lelah luar biasa akibat Virus Corona, ditambah lagi kita akan semakin letih karena menghadapi ancaman kemungkinan para napi yang mengulangi perbuatan jahat," jelasnya.
"Kalau ternyata mereka bertaubat dan menjadi warga negara yang lebih baik, tanggung jawab kita bersyukur."
• Ibu Muda 15 Tahun Jadi PDP Corona, Meninggal dalam Kondisi Melahirkan serta Bayi Tak Terselamatkan
Lebih lanjut, Reza menyoroti soal penakaran risiko yang harusnya dilakukan sebelum benar-benar melepas ribuan narapidana.
Hal itu dinilainya penting untuk mengurangi potensi tindakan jahat yang dilakukan narapidana setelah bebas.
"Tapi mungkin sebuah spekulasi, karena tadi saya katakan risk assesment itu penakaran risiko untuk melakukan perdebatan residivis itu dilakukan tidak terhadap puluhan ribu yang dilepaskan?," ujar Reza.
"Kalau ternyata penakaran risiko tidak dilakukan dan artinya kita tidak tahu seberapa besar potensi orang ini mengulangi perbuatan jahatnya atau tidak."
Lantas, Reza mengungkap pendapatnya soal kekhawatiran masyarakat yang kini semakin bertambah setelah ribuan narapidana dibebaskan.
Ia bahkan menyebut kekhawatiran yang dirasakan masyarakat itu merupakan hal yang sangat wajar.
"Maka apa boleh buat rasa aman masyarakat, kegelisahan masyarakat itu tidak akan terjawab. Yang membuat kita gelisah luar biasa adalah, dengan segala hormat, ketika kondisi lapas kita over kapasitas sedemikian rupa, masuk akal kalau ada kekhawatiran," kata Reza.
"Bahwa program-program pembinaan termasuk risk assessment jangan-jangan tidak dilakukan. Itu yang mengakibatkan sekian banyak orang kembali melakukan tindakan jahat."
Simak video berikut ini menit ke-3.14:
Wacana Napi Koruptor Bebas
Usulan Menteri Hukum, dan HAM Yasonna Laoly soal pembebasan narapidana koruptor terkait wabah Virus Corona (Covid-19) sempat menggegerkan publik.
Selang beberapa hari, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) langsung menyatakan bahwa tidak ada rencana pembebasan napi koruptor.
Lewat acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (7/4/2020), Yasonna menjelaskan dari mana sebenarnya usul tersebut bisa muncul, dan menghebohkan publik.
• Penjelasan Yasonna Laoly soal Napi Koruptor juga Rawan Terjangkit Corona: Bang Karni, Ini Realitas
Pertama, Yasonna bercerita bagaimana dirinya dihujat habis-habisan akibat menyatakan usulan tersebut.
"Saya dikritik habis oleh banyak orang, sampai-sampai saya mengatakan belum apa-apa sudah memprovokasi, membuat halusinasi, dan imajinasi tentang apa yang belum dilaksanakan," kata Yasonna.
Sebelum membahas pokok persoalan, Yasonna menjelaskan mengapa bisa muncul ide pembebasan narapidana.
Yasonna menceritakan dirinya mendapat pesan, dari Komisi Tinggi Untuk HAM PBB, Michelle Bachelett, Sub Komite Pencegahan Penyiksaan PBB yang merekomendasikan agar Indonesia membebaskan sejumlah napinya yang tinggal di lapas dengan kapasitas yang sudah terlalu banyak.
Yasonna menambahkan tidak sembarang napi bisa dikeluarkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
"Pelaku yang sakit, pelaku yang rendah risiko, perempuan, perempuan hamil, perempuan menyusui, penyandang disabilitas, tahanan politik, napi yang sudah tua, dan masih banyak lagi," ujarnya.
Pria kelahiran Tapanuli tersebut lanjut menjelaskan bahwa pembebasan napi tidak hanya dilakukan di Indonesia, namun di seluruh dunia.
"Ini dilakukan di seluruh dunia Pak Karni," terang Yasonna.
Yasonna menconothkan Iran yang telah membebaskan 85 ribu napi, dan memberikan amnesti bagi 10 ribu tahanan politik mereka.
"Saya disurati Dubes Iran untuk membebaskan, dan memberi perhatian pada napi-napi warga negara Iran, tapi ketentuan perundang-undangan, saya tidak memungkinkan melakukan itu," kata Yasonna.
"Polandia membebaskan 20 ribu, Amerika, California membebaskan 3.500, New York 1.000, masing-masing negara bagian mengeluarkan banyak."
Yasonna kemudian mencontohkan negara-negara yang tidak melakukan pembebasan narapidana justru mengalami kerusuhan.
"Dan negara-negara yang enggan melakukan pembebasan napi di tengah badai konflik Covid-19 mengalami kerusuhan," katanya.
Negara-negara yang dicontohkan Yasonna mengalami kerusuhan karena konflik dengan napi di antaranya adalah Thailand, Italia, dan Kolombia.
Merujuk dari imbauan PBB, akhirnya Yasonna membicarakan masalah tersebut dengan Presiden Jokowi.
"Dan setelah memerhatikan kondisi real (lapangan -red) di lapas kami yang sangat over (kelebihan) kapasitas, kami berkumpul dengan teman-teman memperhatikan imbauan dari Komisioner Tinggi HAM PBB, kami berpendapat bahwa kita harus membebaskan dengan beberapa persyaratan tertentu," kata Yasonna.
Yasonna menekankan bahwa pada saat rapat terbatas (ratas) dengan RI 1, di sana sama sekali tidak dibahas tentang usul pembebasan koruptor.
"Dalam Ratas ini kami bawa, presiden setuju untuk yang 30an ribu ini, kami tidak berbicara Tipikor, benar apa yang disampaikan Bapak Presiden," terangnya. (TribunWow.com)