TRIBUNWOW.COM - Publik saat ini tengah digemparkan oleh rencana Menteri Hukum, dan HAM Yasonna Laoly membebaskan ribuan napi karena alasan kemanusiaan untuk menghindari penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Poin yang menjadi sorotan adalah Yasonna juga menyertakan para napi tindak pidana korupsi (tipikor) yang turut ingin dibebaskan, guna menghindari Covid-19.
Kebijakan tersebut menuai protes dari banyak pihak, salah satunya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Corona Jadi Alasan Yasonna Bebaskan Koruptor, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron: Mereka Tidak Terancam
Dikutip dari YouTube kompastv, Sabtu (4/4/2020), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai apa yang dilakukan oleh Yasonna sangat tidak tepat.
Ia menggambarkan bagaimana kehidupan koruptor di lapas yang justru jauh dari ancaman Covid-19.
Awalnya presenter KOMPAS PETANG menanyakan kepada Nurul apakah alasan Yasonna menggunakan Covid-19 untuk membebaskan koruptor dapat diterima.
"Menurut Anda relevan apa enggak kalau alasannya adalah mencegah penyebaran Virus Corona? Sementara narapidana korupsi ini tadi, tidak di ruangan yang berdesak-desakan, malah ada beberapa yang kita lihat punya satu ruangan khusus sendiri," paparnya.
Nurul menjawab yang diinginkan KPK adalah agar pembebasan dilakukan berdasarkan prioritas keadilan.
Keadilan itu yakni, membebaskan siapa yang paling membutuhkan.
Ia mencontohkan pembebasan yang dilakukan kepada narapidana narkoba, dan tindak pidana umum.
"KPK sekali lagi memberi peringatan, bahwa program untuk membebaskan para napi itu agar berkeadilan," kata Nurul.
"Yang lapasnya penuh sesak, yang lapasnya seperti narkoba, atau tindak pidana umum," lanjut.
Nurul terang-terangan menyebutkan bahwa koruptor tidak berada di situasi darurat yang harus segera dibebaskan.
"Sementara untuk tindak pidana korupsi, kami berharap itu harus dihindari," ucapnya.
Kemudian, Nurul menggambarkan bagaimana situasi koruptor di dalam tahanan tidak menunjukkan adanya ancaman akan tertular Covid-19.
"Karena pada kenyataannya para napi tipikor kita itu berada di ruang-ruang yang sangat agak luas, atau minimal di selnya itu tidak terlalu sesak, kapasitas tidak over," jelasnya.
"Oleh karena itu kami memberi koridor keadilan, maksudnya apa? Dahulukan yang memang mereka sedang saat ini terancam, yaitu lapas-lapas atau sel-sel yang sudah over capacity (kelebihan kapasitas)."
Nurul memahami jika pembebasan ingin dilakukan atas alasan kemanusiaan, namun ia tetap berpesan agar pembebasan dilakukan kepada mereka yang paling membutuhkan, dan paling berisiko terjangkit Covid-19.
"Kita itu memahami ketua lapas itu adalah lembaga pembinaan, hanya yang dikoridori adalah untuk membatasi kebebasannya warga binaan," katanya.
"Ketika bertentangan, atau berkonflik dengan keterancaman hak hidup, dalam hal ini keterancaman dengan adanya Virus Corona, maka hak hidup itu harus didahulukan, maka pendahuluannya itu kepada sel-sel yang proporsional, yaitu yang memang terancam," imbuh Nurul.
Nurul lalu kembali menyinggu kondisi kehidupan koruptor di lapas yang dinilai KPK tidak perlu untuk segera dibebaskan dengan alasan Covid-19.
"Kalau memang faktanya untuk napi koruptor itu misalnya sekamar hanya empat orang, delapan orang, atau bahkan mungkin satu orang, untuk yang begitu itu tidak memiliki kebutuhan diberi jarak," tandasnya.
• Daftar Nama Napi Koruptor Berpeluang Bebas karena Corona Versi ICW: Setya Novanto hingga OC Kaligis
Simak videonya mulai menit ke-3.10:
Alasan Yasonna Ingin Bebaskan Koruptor
Sekitar 30 ribu narapidana dibebaskan untuk mencegah penyebaran Virus Corona di lingkungan lapas.
Kebijakan tersebut juga berlaku untuk napi kasus korupsi dan narkoba.
Kepastian tersebut disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly yang dikutip dari tayangan Youtube tvOneNews, Kamis (2/4/2020).
• Jenazah Virus Corona di Banyumas Dapat Penolakan, 4 Kali Pindah Tempat, Bupati: Bukan Salah Mereka
Dilansir TribunWow.com, dalam kebijakannya tersebut, Yasonna Laoly memberikan beberapa persyaratan.
Para napi harus setidaknya sudah menjalankan 2/3 masa tahanan.
Hal itu tidak berlaku untuk para gembong narkoba yang mempunyai masa pidana 10 tahun ke atas.
Sedangkan untuk napi narkotika yang mempunyai masa pidana antara 5-10 tahun mendapatkan asimilasi.
Namun tetap dengan syarat yaitu sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
"Pertama narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun, karena kalau sudah 10 tahun ke atas itu bandar narkoba besar, kami tidak memberikan peluang itu," ujar Yassona.
"Karena di 10 masih ada tindak kurier ada missheat juga karena kesalahan penggunaan pasal dan lain-lain," imbuhnya.
"Narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya akan kita berikan asimilasi di rumah."
Sejauh ini menurut Yasonna ada sekitar 15 ribu napi yang sudah dibebaskan dengan syarat.
• Tinjau RS Virus Corona di Pulau Galang, Jokowi: Senin Bisa Dioperasikan, Kita Harapkan Tidak Dipakai
Dirinya menjelaskan ada 300 napi berusia 60 tahun ke atas yang sudah pulang.
Termasuk juga sudah memulangkan sekitar 1457 narapidana khusus yang sedang dalam kondisi sakit kronis.
"Massa pidana diperkirakan sekitar 15.482 per hari, mungkin nanti bertambah jumlahnya," jelasnya.
"Narapidana tidak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas yang telah menjalani pidana 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang."
"Kemudian narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani 2/3 pidana sebanyak 1457."
Tidak hanya napi dari Indonesia, Yasonna juga memperlakukan hal yang sama kepada napi asing.
"Dan narapidana asing, ada 53 orang," pungkasnya.
• Hadi Rudyatmo Larang Pemilik Kos Terima Penghuni Baru di Tengah Covid-19, jika Nekat Izin Dicabut
Simak videonya mulai menit ke-1.09
(TribunWow.com/Anung/Elfan)