Virus Corona

Jokowi Jujur Akui Ingin Buka Data Pasien Positif Corona (COVID-19): Tetapi Kita Juga Berhitung

Penulis: anung aulia malik
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keterangan Pers Presiden RI Joko Widodo, Tangerang, Jumat (13/3/2020)

TRIBUNWOW.COM - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan jawabannya terkait informasi pasien positif Virus Corona (COVID-19).

Jokowi mengakui dirinya ingin menyampaikan data terkait pasien positif COVID-19, namun karena beberapa pertimbangan, diputuskan untuk tetap dirahasiakan.

Pertimbangan tersebut di antaranya adalah demi keamanan publik, dan keamanan pasien itu sendiri.

Ruang isolasi jika ada pasien virus corona di RSUD dr Moewardi Solo, Senin (27/1/2020). (TribunSolo.com/Ryantono Puji)

Jokowi Buka-bukaan soal Wabah Corona di Indonesia: Dalam Penanganan, Kita Memang Tidak Bersuara

Dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (13/3/2020), awalnya Jokowi menjawab pertanyaan soal respon pemerintah terhadap kasus-kasus baru.

Jokowi menjelaskan setiap ada kasus positif COVID-19 yang baru, tim penanganan virus tersebut akan segera melakukan penelusuran untuk menemukan siapa saja yang melakukan kontak dengan pasien positif COVID-19.

Respon cepat bertujuan agar penyebaran COVID-19 dapat diminamilisir.

"Setiap ada cluster baru, tim reaksi cepat kita pasti masuk," kata Jokowi.

"Dibantu dari intelijen BIN, intelijen Polri, dan TNI."

"Setiap ada yang baru pasti bergerak," lanjutnya.

Pemerintah Umumkan Pasien Virus Corona Meningkat Jadi 69 Orang, 2 di Antaranya Balita

Kecepatan Respon

Jokowi lalu menjawab soal seberapa efektifnya protokol penanganan wabah virus di Indonesia.

Ia menjelaskan tim penanganan Virus Corona berada langsung di bawah komandonya, dan tim reaksi cepat berada di bawah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"BNPB tadi mengkoordinatori mengenai tim reaksi cepat," katanya.

Presiden di periode kedua itu memberikan contoh evakuasi Wuhan yang hanya dilakukan dalam dua hari sebagai bukti cepatnya kinerja pemerintah menangani COVID-19.

Ia juga mencontohkan prosedur observasi di Natuna yang berlangsung dengan rapih dan teroganisir.

"Kecepatan itu yang ingin saya sampaikan," kata Jokowi.

Ayah Gibran Rakabuming Raka itu lalu menjelaskan terkait data informasi pasien positif COVID-19.

Jokowi mengakui dirinya ingin membagikan informasi pasien positif COVID-19.

Namun karena adanya sejumlah pertimbangan, pemerintah memutuskan untuk menyembunyikan info pasien.

Pertimbangan tersebut di antaranya adalah agar tidak menyebar kepanikan di masyarakat, dan menjaga keamanan pasien setelah sembuh dari COVID-19.

"Sebetulnya inginnya kita sampaikan, tetapi kita juga berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat," kata Jokowi.

"Juga efek nantinya terhadap pasien apabila sembuh."

"Jadi setiap negara, saya kira memiliki policy (kebijakan) yang berbeda-beda."

Jokowi menambahkan, terlepas dari pembagian data pasien positif COVID-19, tim pemerintah selalu bergerak cepat menangani wabah asal Wuhan, Hubei, China itu.

"Tetapi yang jelas, setiap ada cluster baru, pasti tim reaksi cepat kita langsung memagari," pungkasnya.

Istana Bantah Tak Serius Atasi Corona

Lonjakan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang cukup banyak, menimbulkan tanya dari masyarakat.

Muncul pihak yang menuding pemerintah tak berusaha maksimal dalam menangani COVID-19.

Sejumlah siswa mengenakan masker saat mengikuti pelajaran di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sunter Agung 09, Jakarta Utara, Rabu (4/3/2020). Seluruh siswa SDN Sunter Agung 09 dihimbau mengenakan masker oleh pihak kepala sekolah karena penyebaran virus corona sekaligus mengurangi resiko tertular. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

• 8 Rekomendasi WHO pada Indonesia terkait Virus Corona: Liburkan Sekolah hingga Perluas Deteksi

Dikutip dari YouTube PRIME TALK metrotvnews, Kamis (12/3/2020), Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Dany Amrul Ichdan membantah bahwa pemerintah tidak serius dalam penanganan COVID-19.

Awalnya Analis Kebijakan Publik Trubus Rhadiansyah, menilai pemerintah belum maksimal dalam menangani COVID-19.

Argumennya didasari melalui tingginya jumlah ODP dan PDP yang diumumkan oleh pemerintah.

"Menurut saya belum, karena saya lihat kalau mengatakan tepat berarti kan tidak ada peningkatan jumlah ODP atau PDP, tetapi kan kita lihat ada peningkatan," kata Trubus.

"Berarti selama ini penanganannya belum optimal," tambahnya.

Trubus menilai langkah pemerintah yang tidak melibatkan masyarakat juga menjadi faktor kurangnya pengikutsertaan masyarakat sipil dalam penanganan COVID-19.

"Yang ada sekarang ini, justru sifatnya top door, dari atas, maka yang terjadi masyarakat kan pasif posisinya," ujarnya.

Ia mengatakan imbas dari kebijakan yang hanya didominasi oleh pemerintah, menyebabkan kurangnya kesiapan daerah-daerah dalam menangani COVID-19.

"Karena itu kalau anda lihat, di daerah belum berjalan protokol itu sebagaimana mestinya, ada yang sudah berjalan, tapi sebagian masih belum," sambung Trubus.

• Aktor Italia Luca Franzese Terisolasi 1 Hari Bersama Jenazah Adiknya yang Positif Virus Corona

Pernyataan Istana

Menanggapi tudingan tersebut,Tenaga Ahli Utama KSP Dany Amrul Ichdan membantah pemerintah tak maksimal mengatasi COVID-19.

Dany menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ODP dan PDP bukan berarti pemerintah lalai dalam menangani COVID-19.

Pemeriksaan suhu tubuh di Istana, Selasa (3/2/2020) (instagram/@sekretariat.kabinet)

• Virus Corona Merebak, Anies Baswedan: Semua Destinasi Hiburan, Ancol, Ragunan, Monas Tutup 2 Pekan

Justru sebaliknya, Dany mengatakan peningkatan jumlah tersebut, menandakan pemerintah terus bergerak aktif mendeteksi potensi-potensi COVID-19 yang ada di masyarakat.

"Kita juga pemerintah melihat, terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada, yang perlu saya sampaikan adalah kenaikan jumlah orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan, tidak menunjukkan bahwa kita jelek," kata Dany.

"Dengan penambahan orang dalam pemantauan, berarti menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil untuk melihat segmen-segmen mana, atau populasi-populasi mana yang dianggap atau punya risiko memberikan penularan, maka dilakukan observasi, dan isolasi."

"Jadi penambahan jumlah orang dalam pemantauan menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam mensegmenkan, dan memberlakukan orang dalam pemantauan, sehingga bisa dieliminir risiko-risiko yang akan ditimbulkan," pungkasnya.

Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-14.00:

(TribunWow.com/Anung)