Terkini Nasional

Karni Ilyas Tanya soal Jokowi dan Prabowo yang Sempat Bersaing, Mahfud MD Ungkap Beda Keduanya

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menhan Prabowo (kiri), Menko Polhukam Mahfud MD (tengah), Presiden RI Joko Widodo (kanan)

TRIBUNWOW.COM - Presenter Indonesia Lawyers Club (ILC), Karni Ilyas sempat bertanya pada Menteri Kooordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD soal persaingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto pada Selasa (11/2/2020).

Sebagaimana diketahui, Jokowi dan Prabowo bersaing dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019.

Akibat Pilpres tersebut membuat Indonesia seolah-olah terpecah menjadi dua.

Mahfud MD Ungkap Beda Pemerintahan Jokowi dan Era Soeharto: Berdeham di Depan Orang Ditempeleng

"Bangsa kita itu sejak 2014 itu seolah-olah terpecah antara yang 01, 02 terakhir dan itu sampai hari ini membekas."

"Bagaimana prospek bangsa ini ke depan apakah bisa tetap untuk utuh sebagi negara kesatuan atau tidak ," tanya Karni Ilyas.

Mahfud MD mengatakan, sebenarnya persaingan pada Pilpres 2014 itu berjalan dengan sehat.

Menurutnya perpecahan pada 2014 tidak ada unsur SARA di dalamnya.

"Begini Bang Karni, tahun 2014 itu terpecah antara calon Pak Prabowo dan Pak Jokowi, Jokowi-Jusuf Kalla, Prabowo-Hatta Rajasa, itu terpecah."

"Tapi terpecahnya saat itu enggak pakai politik SARA, itu pendekatan program saja," kata Mahfud MD.

Lalu, Mahfud MD mengungkap perbedaan cara Jokowi dan Prabowo meraih suara.

"Kalau saya melihat Pak Jokowi itu pendekatannya populis, langsung ke rakyat bawah, ke rakyat kecil, ke gorong-gorong."

"Kalau Pak Prabowo, pendekatannya itu strukturalis, dia mau memperbaiki sistem, dan itu memang pendekatannya begitu," ungkap dia.

Mahfud MD Antisipasi Kemungkinan ISIS eks WNI Menyelinap di Jalur Tikus: Mereka Sembunyikan Paspor

Mahfud MD menilai, isu SARA ramai berhembus ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017.

Kala itu, kontes Pilgub diikuti oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Anies Baswedan.

Meski demikian, Mahfud MD mengatakan bahwa isu SARA dihembuskan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

Perbedaan agama dua calon gubernur itu membuat isu SARA semakin kencang.

"Tapi tahun 2019, yang didahului dengan pemilihan gubernur, Pilgub, itu memang lalu politik identitas yang muncul, politik keagamaan, yang sebenarnya sih ndak ada yang lebih benar antara yang satu dengan yang lain, itu hanya jualan saja," kata dia.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (11/2/2020). (YouTube Indonesia Lawyers Club)

Pakar Tata Hukum Negara ini berharap pada pemilihan ke depan, isu SARA jangan digunakan lagi.

Calon Pemimpin Daerah harusnya dinilai dari ideologi maupun program yang ditawarkan.

"Sehingga bagi saya sebenarnya ndak ada yang punya dasar untuk menyatakan menjadi paling benar, membawa nama agama, oleh sebab itu ke depannya menurut saya yang penting itu bagaimana masalah ideologi ini diperkuat," kata Mahfud MD.

Pasalnya, jika menyangkut agama orang memiliki kebenaran dan keyakinannya masing-masing.

"Ndak usah lagi politik identitas, karena semua kalau bicara agama, masing-masing punya dalil," pungkasnya.

Di ILC, Mahfud MD Sebut Balik ke Era Soeharto Bisa Bebaskan Indonesia dari Mafia Hukum: Ugal-ugalan

Lalu, ia memberikan contoh bahwa masalah agama tidak bisa menjadi patokan seseorang berseteru dengan lainnya.

Sehingga, ia sekali lagi meminta semua pihak tidak menghembuskan isu SARA dalam pemilihan demokrasi.

"Taruhlah kalau pandangannya Ahok yang dianggap tidak Islam dan sambungannya, kemudian yang satu yang Islam Pak Anies dan sambungannya, itu pendukung Pak Anies banyak juga yang enggak salat kalau waktu kampanye itu, tapi banyak yang salat juga, pendukung Ahok juga ada yang sholat waktu kampanye, jadi itu bukan urusan agama."

"Yang begitu-begitu itu ke depannya dikurangi, atau kalau bisa bukan hanya dikurangi tapi dihilangkan, sehingga politik ke depan itu, taruhlah politik identitas tidak bisa dihindari," jelas Mahfud MD.

Menteri asal Madura ini melanjutkan, memilih karena kesamaan identitas sah-sah saja, namun jangan sampai membuat perpecahan.

"Orang memilih karena kesamaan agama, kesamaan suku, itu silahkan, tapi kalau sampai menimbulkan perpecahan ideologis, itu amat sangat berbahaya," pungkasnya.

Tak Mau Dimanfaatkan Teroris, Mahfud MD Enggan Ungkap Langkah Antisipasi WNI Eks ISIS Pulang Sendiri

Lihat videonya sejak menit awal:

(TribunWow.com/Mariah Gipty)