Terkini Nasional

100 Hari Masa Kerja Jokowi, Ketua YLBHI Bandingkan dengan Presiden Sebelumnya: Nyawa Tak Dihargai

Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua YLBHI Asfinawati dalam kanal YouTube Kompas TV, Senin (27/1/2020).

TRIBUNWOW.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati membandingkan Joko Widodo (Jokowi) dengan presiden-presiden sebelumnya.

Dilansir TribunWow.com, Asfinawati pun menyinggung sejumlah tragedi kemanusiaan yang terjadi di era Jokowi.

Hal itu disampaikannya melalui tayangan YouTube Kompas TV, Senin (27/1/2020).

Polri di 100 Hari Kerja Jokowi-Maruf Amin, Kasus Novel Baswedan hingga Pengakuan Lutfi Alfiandi

100 Hari Masa Jabatan Presiden, Ketua YLBHI Ungkit Janji Jokowi di Periode Kedua: Kita Dibohongi

Mulanya, Asfinawati menyinggung soal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini tak kunjung terungkap. 

"Bagaimana kita bisa melarikan pelanggaran HAM yang berat, nyawa jatuh, orang sudah meninggal," kata Asfinawati.

"Bagaimana nyawa anak sudah meninggal, di tragedi Semanggi, Trisakti dan lain-lain."

Disebutnya, tak adanya tindak lanjut soal pelanggaran itu hanyalah upaya untuk tetap mempertahankan kekuasaan.

"Jadi ketika nyawa orang tidak dihargai dengan alasan ini supaya tidak ada yang jatuh," ujarnya.

"Ini artinya kan mempertahankan kekuasaan."

Lebih lanjut, Asfinawati lantas membandingkan pemerintahan Jokowi dengan presiden sebelumnya.

Ia menyebut, di era presiden sebelumnya, para buruh masih bisa melakukan aksi unjuk rasa hingga depan Istana Negara.

Namun, hal itu tak terjadi di era Jokowi.

"Zaman dahulu ya, tidak terlalu lama sebelum Pak Jokowi itu kita bisa berdemontrasi pada May Day sampai depan istana," ucap Asfinawati.

"Dan pada saat itu sejak 1998, buruh kemudian menjadi hilang angin juga, kita kok kayak festival."

Ketua YLBHI, Asfinawati dalam tayangan YouTube Kompas TV, Senin (27/1/2020). (YouTube Kompas TV)

Jokowi Sebut Jiwasraya adalah Kasus Lama, SBY Merasa Terusik: Salahkan Saja Masa Lampau

Menurutnya, di era Jokowi, aksi demonstrasi justru dihalangi agar tak mencapai wilayah Istana Negara.

"Tapi kemudian akhir-akhir ini kita dihalang-halangi cuma bisa sampai depan Patung Kuda," sambungnya.

"Ada penurunan, ada banyak sekali penegakan hukum yang menggunakan penyiksaan."

Terkait pernyataan Asfinawati itu, Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo pun angkat bicara.

Menurutnya, apa yang disampaikan Asfinawati itu justru berlebihan.

"Ya saya kira itu berlebih-lebihan lah," sahut Andreas Hugo.

"Saya bisa pertemukan bapak dengan korbannya kalau mau, korban akan marah jika dibilang berlebih-lebihan," jawab Asfinawati.

Andreas Hugo menyatakan, di era pemerintahan Jokowi, justru masyarakt diberi kebebasan seutuhnya untuk menyampaikan pendapat.

"Kita mengalami masa kebebasan yang sangat bebas sekarang ini," ucap Andreas Hugo.

"Termasuk dalam bidang politik, di dalam bagaimana kita menyampaikan aspirasi."

Ia menambahkan, tak cuma Jokowi, anggota DPR juga terbuka dalam menerima aspirasi rakyat.

"Di DPR kan terbuka untuk semua aspirasi yang datang," kata Andreas Hugo.

"Kalau tidak bisa ke pemerintah, bicara kita di DPR."

Simak video berikut ini menit 2.20:

Periode Kedua Jokowi Rezim Paling Parah

Dalam tayangan tersebut, sebelumnya Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengevaluasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah menjabat selama 100 hari.

Dilansir TribunWow.com, Ray Rangkuti menilai pemerintahan Jokowi adalah rezim yang paling buruk dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Menurut Ray Rangkuti, Jokowi seolah mengorbankan penegakan hukum dan HAM hanya untuk memajukan pembangunan infrastuktur.

Mulanya, Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Emmy Hafild yang angkat bicara.

Menurutnya, kini terlalu dini menagih penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu pada Jokowi.

Sebab, Jokowi baru saja memulai pemerintahan periode keduanya selama 100 hari.

100 Hari Kerja Jokowi, Haris Azhar: Cermin Sisa 4 Tahun Lebih ke Depan akan Suram

"Kemudian Jokowi diminta menyelesaikan itu semua, sementara belum selesai ini," ucapnya.

"Ini baru 3 bulan, baru 100 hari."

Melanjutkan penjelasannya, Emmy Hafild pun menyinggung pemerintahan Jokowi sebelumnya.

"Lima tahun yang sebelumnya dia menghadapi ekonomi," kata Emmy Hafild.

"Peninggalan infrastruktur yang berantakan."

Lantas, ia menilai kini keinginan Jokowi memperbaiki infrastruktur sudah terwujud.

"Sekarang infrastruktur sudah, kita menghadapi ekonomi global yang sedang lesu," kata Emmy Hafild.

"Ini bagaimana supaya kita tetap bisa jalan, SDM yang parah."

Lebih lanjut, Emmy Hafild memberikan penilaiannya soal penegakan hukum dan HAM di era Jokowi.

"Saya kira penegakan hukum tidak jadi prioritas yang ke bawah," ucapnya.

"Tetap menjadi prioritas, tidak ada yang menyebabkan itu menjadi nomor dua atau nomor tiga, tidak."

Menanggapi pernyataan Emmy Hafild, Ray Rangkuti pun angkat bicara.

Ray Rangkuti menyoroti soal keberadaan kompetitor politik di dalam pemerintahan.

"Saya menanggapi soal pelibatan, bukan mitra politik ya, 'Kompetitor di dalam pemerintahan sebagai langkah yang positif'," ucap Ray Rangkuti.

"Sebaliknya menurut saya justru itu negatifnya."

100 Hari Masa Jabatan Jokowi, Ray Rangkuti Soroti Penegakan Hukum dan HAM: Rezim Paling Parah

Ray Rangkuti lantas memberikan penilaiannya terhadap penegakan hukum dan HAM di era Jokowi.

Secara terang-terangan, Ray Rangkuti bahkan menyebut rezim Jokowi melakukan penegakan hukum dan HAM yang paling parah dibandingkan dengan presiden sebelumnya.

"Penegakan hukum dan asasi manusia saya kira ini yang paling parah," ucap Ray Rangkuti.

"Di rezimnya Pak Jokowi."

Bahkan, ia menyebut Jokowi rela tak menegakkan hukum dan HAM hanya untuk membangun infrastruktur.

"Saya hampir-hampir mau mengatakan suasananya seperti mengabaikan dua faktor ini demi apa yang disebut pembangunan infrastruktur," sambung Ray Rangkuti.

(TribunWow.com)