TRIBUNWOW.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan memberikan sanksi kepada penyelidik yang hendak menyegel kantor DPP PDI Perjuangan (PDIP) pada Kamis (9/1/2020).
Permintaan untuk memeriksa penyelidik KPK sebelumnya datang dari Tim Hukum PDIP setelah mengunjungi Dewan Pengawas KPK, Kamis (16/1/2020) kemarin.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, penyelidik yang bertugas di kantor DPP PDIP sudah disertai surat tugas.
Maka dari itu mereka sudah bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Iya (tak memberi sanksi), artinya memang secara aturan, secara hukum acaranya, memang sudah menjalankan tugas penyelidikan. Makanya itu sah, karena memang ada surat tugasnya," ujar Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Jumat (17/1/2020).
Seusai bertemu Dewas KPK yang diwakili Albertina Ho Kamis kemarin, Tim Hukum PDIP I Wayan Sudirta mengatakan tiga orang tim KPK yang bertandang ke kantor DPP PDIP berniat untuk menggeledah.
• Dokumen Sprinlindik KPK Bocor ke Tangan Masinton Pasaribu, FOINI: Dewas Harus Telusuri Aktornya
Ali pun membantah pernyataan tim kuasa hukum.
Ia mengatakan tim KPK yang ke kantor DPP PDIP hanya membawa surat penyegelan.
Alasannya, Ali menjelaskan, saat itu kasus suap pergantian antar waktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih 2019-2024 masih dalam tahap penyelidikan.
Jadi, katanya, tak ada upaya penggeledahan melainkan hanya untuk menyegel.
"Jadi kami memastikan bahwa tim tidak mungkin membawa surat penggeledahan. Karena kita tahu sesuai hukum acara, surat penggeledagan adalah dilakukan ketika sudah proses penyidikan," jelasnya.
"Jadi sekali lagi kami pastikan, itu bukan surat penggeledahan, tapi surat tugas penyelidikan pada saat itu," tukas Ali.
• Soal Kasus Harun Masiku, Rocky Gerung: Untuk Tutupi Kasus Petinggi PDIP Bicara Ngalor Ngidul
Tim Hukum PDIP Temui Dewan Pengawas KPK
Tim hukum PDIP selesai bertemu dengan Dewan Pengawas KPK Albertina Ho.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, tim hukum menyampaikan hasilnya.
Salah satunya yakni soal laporan PDIP terkait adanya upaya penggeledahan petugas KPK di kantor DPP PDIP.
"Ketika tanggal 9 Januari 2020 ada orang yang mengaku dari KPK, ada tiga mobil, bahwa dirinya punya surat tugas untuk penggeledahan, tetapi ketika diminta melihat hanya dikibas-kibaskan," kata Koordinator tim hukum PDIP I Wayan Sudirta di Gedung ACLC, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).
I Wayan Sudirta pun sempat mempertanyakan apakah surat yang dikibas-kibaskan petugas KPK tersebut sudah ditandatangani Dewan Pengawas.
Sebab menurutnya, dalam UU KPK yang baru, giat penggeledahan harus ada izin Dewan Pengawa KPK.
"Kami mengikuti proses ini sejak pembuatan undang-undang korupsi sampai KPK sudah pasti bukan surat izin penggeledahan, karena pada hari itu pagi itu jam 06.45 WIB belum ada orang berstatus tersangka. Kalau belum berstatus tersangka berarti masih tahap penyelidikan," ujar I Wayan.
• Masinton Pasaribu Ngaku Dapat Dokumen Sprinlindik KPK dari Pria Misterius Bernama Novel Yudi Harahap
Legislator Komisi III DPR RI itu mempertanyakan apakah memang betul petugas tersebut membawa surat penggeledahan, padahal saat itu masih dalam penyelidikan.
"Tapi apa yang terjadi? Humas KPK membantah itu bukan surat penggeledahan. Bayangkan, bagaimana bisa seorang petugas bisa menyelonong ke sana kemudian mengaku membawa surat penggeledahan, lalu tiba-tiba Humas KPK mengatakan itu bukan surat penggeledahan?" katanya
Sebagai informasi dalam rentetan peristiwa yang terjadi di DPP PDIP, ada petugas KPK yang datang ke lokasi.
Hal itu berkaitan dengan kasus suap Harun Masiku kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Petugas KPK yang datang pada pagi itu diduga akan menggeledah dan menyegel ruang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Namun, petugas KPK tak mendapatkan izin masuk dari petugas keamanan DPP PDIP, Kamis (9/1/2020).
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri pun mengatakan bahwa yang datang ke DPP PDIP adalah tim penyelidik, bukan penyidik.
"Saat itu bukan penggeledahan. Itu adalah proses pengamanan tempat (penyegelan) dan bukan dilakukan oleh penyidik," kata Ali Fikri, Selasa (14/1/2020).
• Akui Belum Pernah Bertemu Langsung Ketua KPK Firli, Ketua Dewas Tumpak Hatarongan: Ada Prioritas
PDIP tunjuk Maqdir Ismail Cs
DPP PDI Perjuangan membentuk tim hukum untuk menyikapi berkembangnya kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Pengumunan tim kuasa hukum DPP PDI Perjuangan dipimpin langsung Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPP PDIP bidang Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Ketua DPP PDIP bidang hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah.
Pengumuman tersebut dilakukan di kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020) malam.
"DPP PDIP melihat dinamika terakhir maka memutuskan membentuk tim hukum," kata Hasto Kristiyanto.
Yasonna mengatakan, pembentukan tim hukum ini atas dasar pertimbangan DPP PDIP yang melihat kasus tersebut telah melebar kesegala aspek yang menjurus ke partai berlambang banteng moncong putih itu.
Ia juga menilai banyak framing yang memojokan PDIP tanpa didukung fakta hukum.
"Belakangan ini nampaknya sudah semakin wide (lebar, Red) mengarah ke mana-mana tanpa didukung oleh fakta yang benar," kata Yasonna.
Wakil Koordinator tim kuasa hukum DPP PDIP Teguh Samudra mengatakan, saat ini timnya akan bekerja menalaah fakta hukum yang terjadi.
Pihaknya akan mencermati apakah ada penyimpangan atau tidak.
"Atas dasar surat tugas DPP PDIP, kami ditugaskan untuk menelaah mengumpulkan bukti-bukti sisi hukum terhadap kenyataaan berita menyangkut masalah yang arahnya sudah tidak menentu," ucapnya.
Tim kuasa hukum DPP PDI Perjuangan tediri dari beberapa pengacara kawakan.
Di antaranya Maqdir Ismail, I Wayan Sudirta sebagai koordinator, dan Teguh Samudra sebagai wakil koordinator.
Selanjutnya, bertindak sebagai anggota tim kuasa hukum yaitu Yanuar Prawira Wasesa, Nuzul Wibawa, Krisna Murti, Paskaria Tombi, Heri Perdana Tarigan, Benny Hutabarat, Kores Tambunan, Johannes L Tobing, serta Roy Jansen Siagian.
Kronologi penangkapan Wahyu Setiawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP Harun Masiku, serta seorang swasta bernama Saeful.
Penetapan tersangka ini dilakukan KPK setelah memeriksa delapan orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (8/1/2020).
Penangkapan terhadap Wahyu Setiawan bermula saat lembaga antirasuah menerima informasi adanya transaksi dugaan permintaan uang dari Wahyu Setiawan kepada Agustiani Tio Fridelina yang merupakan mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu selaku orang kepercayaan Wahyu.
"KPK kemudian mengamankan WSE (Wahyu Setiawan) dan RTO (Rahmat Tonidaya) selaku asisten WSE di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 12.55 WIB," kata Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Siregar menyampaikan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Kemudian secara paralel, tim terpisah KPK mengamankan Agustiani Tio Fridelina di rumah pribadinya di kawasan Depok, Jawa Barat pada pukul 13.14 WIB.
Tim pun berhasil mengamankan uang dalam bentuk dollar Singapura dari tangan Agustiani Tio.
"Dari tangan Agustina Tio, tim mengamankan uang setara dengan sekitar Rp 400 juta dalam bentuk mata uang dollar Singapura dan buku rekening yang diduga terkait perkara," ucap Lili.
Sementara itu, tim lain mengamankan SAE, DON, dan I di sebuah restoran di Jalan Sabang, Jakarta Pusat pukul 13.26 WIB.
Terakhir, KPK mengamankan IDA dan WBU di rumah pribadinya di Banyumas.
"Delapan orang tersebut telah menjalani pemeriksaan secara intensif di Gedung KPK," jelas Lili.
Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful.
Suap dengan total sebesar Rp600 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu. (Ilham Rian Pratama)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "KPK Tidak Akan Beri Sanksi Kepada Penyelidik yang Hendak Segel Kantor DPP PDIP".