TRIBUNWOW.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Johan Budi menyampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan framing kepada partainya.
Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Sekretaris Jenderal KPK Hasto Kristiyanto yang menyebutkan KPK telah mem-framing PDIP.
Pernyataan Hasto itu muncul setelah muncul kasus suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga melibatkan politisi PDIP.
• Abraham Samad Beri Nilai Nol untuk Kinerja KPK saat Ini: Sudah Lumpuh, Sudah Stroke
• Ketua Dewas Terdiam saat Najwa Shihab Singgung Gagalnya KPK Geledah Kantor PDIP, Lihat Reaksinya
"Saya tidak setuju," tegas Johan Budi dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020).
"Tidak ada framing itu yang dilakukan oleh institusi KPK," lanjut Johan.
Mantan juru bicara KPK tersebut kembali menegaskan bantahan partainya telah di-framing oleh KPK.
"Kita buktikan dulu, bisa saja ada oknum yang melakukan itu," katanya.
Menanggapi penolakan Johan, Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari, turut berkomentar terhadap cara PDIP menyikapi kasus tersebut.
"Apa yang kemudian timbul terjadi di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) dan PDIP, bagi saya memang timbul pertanyaan luar biasa besar," kata Feri Amsari dalam tayangan yang sama.
Menurut Feri, biasanya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri langsung memecat anggota partainya yang terlibat kasus korupsi.
"PDIP 'kan biasanya, sikap Bu Mega, ya, kalau ada kader-kader yang terlibat seperti ini langsung dipecat," kata Feri.
"Sejauh ini saya belum dengar sikap tegas itu lagi. Mestinya Bu Mega akan cukup konsisten untuk menghadapi hal-hal yang seperti ini," kata Feri.
• Dewas Dituding Penghambat Geledah Kantor PDIP, Tumpak Panggabean Sebut KPK yang Belum Minta Izin?
Dewan Pengawas KPK
Feri juga menyoroti ada perbedaan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK, tim KPK, dan juru bicara KPK.
"Rata-rata itu berbeda. Apakah ini sterilisasi, ada acara, atau apa? Sehingga kemudian petugas KPK tidak boleh melaksanakan tugasnya," kata Feri.
Menurut Feri, hal tersebut dapat menghalangi kinerja KPK dalam menegakkan hukum.
Ia kemudian merujuk ke Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean yang turut hadir.
Meskipun demikian, Feri menyayangkan keberadaan Dewas KPK.
"Bayangkan, Dewas itu bisa memberikan izin," katanya.
Feri menjelaskan peraturan yang menyebutkan wewenang Dewas untuk mengawasi KPK.
"Kalau pun belum ada permintaan izin pimpinan KPK kepada Dewas, ingat, tugas Pasal 37 B Ayat 1 huruf A bahwa Dewas berwenang mengawasi pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK," jelas Feri.
"Harusnya Dewas bertanya dalam kasus ini perlu minta izin? Dan itu tidak dilakukan oleh Dewas," kata Feri.
"Apa Anda tahu saya sudah bertanya atau tidak?" tanya Tumpak menanggapi pernyataan Feri.
"Yang saya tahu, Opung tidak menjelaskan bahwa Opung sudah melaksanakan tugas Pasal 37 B Ayat 1 huruf A. Opung 'kan belum berjujur-jujur di hadapan publik," jawab Feri.
"Tidak begitu. Saya sudah katakan kalau ada permintaan satu kali 24 jam kita pastikan (beri izin)," kata Tumpak.
"Artinya belum ada permintaan. Harusnya Opung menegur kenapa tidak ada permintaan," sanggah Feri.
"Apa Anda tahu saya sudah menegur atau bertanya dan sebagainya?" Tumpak menanggapi.
"Tentunya kita melalui organ KPK tentu melakukan sesuatu, dong. Masak saya diam-diam saja?" lanjut Tumpak.
"Itu namanya Opung jurus berkelit melempar buah," canda Feri.
"Saya tidak berkelit, memang harus begitu," kata Tumpak sambil terkekeh.
Lihat videonya dari menit 5:00:
• Tanggapi Penolakan Keberadaan Dewas KPK, Tumpak Panggabean: SOP Sudah Sederhana dan Rahasia
Partai Demokrat Tolak Dewas KPK
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menegaskan partainya menolak Dewas KPK.
Pernyataan itu disampaikannya setelah menanggapi pembicaraan mantan Ketua KPK Abraham Samad dengan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.
Sebelumnya, keduanya sempat membahas keberadaan Dewas KPK setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 diberlakukan.
• Ketua Dewas Enggan Bicara Gamblang soal Gagalnya KPK Geledah Kantor PDIP, Begini Reaksi Najwa Shihab
Menanggapi pembicaraan tersebut, Benny mengacu pada pernyataan politisi PPP Arsul Sani yang sebelumnya mengatakan DPR menyetujui revisi UU KPK.
"Tadi sahabat saya ini menyampaikan kami di DPR menyetujui. Tidak. Kami Fraksi Partai Demokrat menolak keberadaan Dewas ini," tegas Benny K Rahman dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020).
"Sebab kami sudah tahu membaca ini akibatnya," kata Benny.
Benny menyebutkan dirinya sudah mempertimbangkan situasi saat ini pada saat pembahasan revisi UU tersebut dilakukan.
Ia menyinggung pernah menyarankan agar Tumpak menolak tawaran jabatan Ketua Dewas KPK.
"Makanya kan Opung, saya (kontak) beliau, tolak itu tawaran Presiden Joko Widodo. Tapi kenapa? Kenapa kok Opung mau jadi Dewas itu?" kata Benny menyayangkan keputusan Tumpak untuk menerima jabatan tersebut.
• Sidang Putusan Kode Etik Digelar, Berikut Kronologi Penyuapan Komisioner KPU Wahyu Setiawan
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)