Banjir di Jakarta

Banjir Melanda Jabodetabek, Pengamat Sebut Sistem Drainase Sudah dari Zaman Kolonial

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Banjir di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Rabu (1/1/2020).

TRIBUNWOW.COM - Banjir menggenangi sejumlah daerah di Jabodetabek akibat hujan berkepanjangan yang turun sejak perayaan pergantian tahun baru.

Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, mengatakan banjir terjadi karena sistem tata kelola drainase yang buruk.

"Banjir hari ini menunjukkan bahwa sistem tata kota Jakarta sangat buruk," kata Yayat Supriyatna dalam wawancara dengan iNews yang ditayangkan pada Kamis (2/1/2020).

Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna dalam wawancara dengan iNews, Kamis (2/1/2020). (Capture Youtube iNews)

Soal Banjir Jakarta, Anies Baswedan Ucap Terima Kasih pada Sosok Ini, Lihat Unggahannya di Instagram

Yayat menjelaskan sistem drainase yang ada sudah tidak mampu lagi menampung curah hujan yang tinggi.

"Kita akui, kapasitas sistem drainase kita sudah tidak maksimal lagi untuk mengantisipasi intensitas curah hujan yang makin lama makin tinggi," jelasnya.

"Sebetulnya (hujan) antara 50 sampai 100 mm saja dengan durasi dua jam, itu sudah tergenang di beberapa kawasan."

Ia memberi contoh kejadian air yang menggenangi beberapa titik setelah hujan turun.

Menurutnya, keadaan tersebut sudah menunjukkan situasi sistem drainase yang dimiliki Jakarta saat ini.

"Kita baru belajar dua minggu yang lalu ketika 19 titik lokasi jalan tergenang air," kata Yayat.

"Hari ini curah hujan untuk Halim Perdanakusuma saja itu tertinggi hampir 370 mm. Ini menunjukkan bahwa besarnya curah hujan itu sudah tidak mampu diatasi oleh sistem drainase kita."

Yayat menjelaskan sistem drainase yang digunakan saat ini masih sama dengan sistem drainase pada era kolonial.

Ia menyebutkan pada saat itu perkembangan kota Jakarta belum seperti pada saat ini.

"Mengapa sistem drainase kita buruk? Salah satu penyebabnya sistem drainase kita sebagian besar didesain masih di zaman kolonial tetapi masih digunakan di zaman milenial," jelas Yayat.

"Jadi banyak, dari dimensi besaran, tata alirannya, itu masih mengacu pada pola lama dengan kondisi kota yang belum sebesar sekarang. Jadi ketika mengembangkan kota, maka sistem drainase itu mungkin kapasitas gorong-gorongnya, drainasenya itu dimensinya kecil."

Yayat membandingkan dengan sistem drainase Surabaya yang sudah lebih memadai.

"Kita tidak punya kapasitas besar. Seperti belajar dari Surabaya, ada yang dimensinya 2x2 meter. Jakarta mungkin besarannya hanya 80 cm sampai 1 meter. Itu pun kalau maksimal. Kalau tidak maksimal, ya, meluber lagi," kata Yayat.

Anies Baswedan Minta Koordinasi Lurah dan Camat terkait Banjir: Pekerjaan Kita Masih Banyak

Penyebab Banjir

Yayat juga menjelaskan penyebab kondisi banjir yang terjadi saat ini, yakni pasang laut yang tinggi, intensitas hujan lokal yang tinggi, serta hujan di wilayah sekitar Jakarta.

"Kondisi hari ini ada tiga penyebab. Pasang laut yang masih tinggi, intensitas hujan lokal yang tinggi, ditambah dengan hujan dari wilayah sekitarnya yang juga cukup tinggi," lanjutnya.

Menurut Yayat, hal ini harus segera diantisipasi mengingat puncak musim hujan belum tiba menurut ramalan BMKG.

"Inilah yang harus kita antisipasi, bahwa kejadian ini bisa tiga hari ke depan. Kita melihat menurut ramalan BMKG bahwa malam nanti sampai subuh potensi curah hujan juga tinggi," kata Yayat.

Lihat videonya dari awal:

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Siapkan Langkah Penanganan Banjir di Jakarta dan Sekitarnya

Pemerintah Harus Sinkronkan Kebijakan

Menurut Yayat, pemerintah harus mensinkronkan kebijakan sebagai langkah awal menangani persoalan banjir.

"Apa solusi jangka pendeknya dalam beberapa tahun ini? Memang ada sedikit perdebatan untuk penanganan beberapa lokasi yang terkait dengan normalisasi," kata Yayat.

"Kebijakan yang berbeda antara Kementerian PU dengan Bapak Gubernur juga harus disinkronisasikan kembali. Bagaimana penanganan skala besarnya di tingkat makro, mezzo, dan mikro."

Ia juga mengimbau agar masyarakat lebih menyadari kebersihan lingkungan sebagai permasalahan bersama.

"Baru yang terakhir adalah mari kita mencoba bersama-sama dengan masyarakat untuk bersikap melihat persoalan ini lebih luas. Apakah karena ada persoalan kondisi teknis Jakarta yang sudah tidak maksimal dan diperburuk oleh perilaku kita yang masih terbiasa membuang sampah, menutup saluran, menyempitkan saluran, bahkan menghilangkan. Itu penyebabnya," lanjut Yayat.

Menurut Yayat, pembangunan masih yang terjadi di Jakarta juga turut menjadi penyebab.

"Kita akui bahwa Jakarta itu makin banyak terbangun. Run off-nya makin tinggi. Sebagian tanah sudah jenuh, airnya tidak bisa meresap di sumber resapan khususnya wilayah utara," katanya.

"Belum ditambah lagi dengan kondisi wilayah pendukungnya wilayah hilir-hulunya yang memang sampai sekarang belum maksimal untuk bisa mengantisipasi tingginya curah hujan dan bagaimana mengelola air hujan tersebut."

Menpan RB Tjahjo Kumolo Sebut Pimpinan Instansi Bisa Berikan Cuti pada Karyawan Terdampak Banjir

Kelola Tata Ruang dan Tata Air

Yayat menjelaskan perlu ada pengelolaan yang lebih baik dalam tata ruang dan tata air.

"Sebetulnya yang harus kita lakukan dari sisi tata kota adalah mengharmonikan antara tata ruang dan tata air," katanya.

Menurutnya, tata ruang saat ini kurang memerhatikan daerah resapan air dan daerah konservasi.

"Kita kurang dalam pengendalian tata ruang. Pengendalian tata ruang yang kurang itulah yang bisa dikatakan, wilayah resapan menjadi hilang. Wilayah konservasi semakin berkurang," sambung Yayat.

Ia memberi contoh permukiman warga yang dibangun di daerah pesisir sehingga menghambat jalannya air ke luat.

"Sebetulnya wilayah parkir air di wilayah pasang surut di tepi laut itu 'kan harusnya menjadi parkir air ketika laut pasang. Sekarang rumah air menjadi rumah manusia," kata Yayat.

"Belum lagi tumbuh kembangnya perumahan-perumahan baru yang sama sekali tidak memiliki drainase."

Yayat menegaskan pentingnya tata kota yang baik agar bencana banjir tidak dianggap sebagai hal yang rutin dan wajar terjadi.

"Sekali lagi, tata kota harus harmoni dengan tata air. Jangan sampai suatu saat kita living harmony with water, artinya bencana ini dianggap hal biasa saja," tutupnya.

Nilai Langkah Anies Tangani Banjir Keliru, Pakar Bioteknologi Lingkungan: Ilmu Saya Belum Sampai

(TribunWow.com/Brigitta Winasis)