TRIBUNWOW.COM - Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Budi Setyarso kembali menyinggung korban tewas pada aksi demonstrasi 21-23 Mei 2019 lalu.
Aksi demontrasi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap hasil Pilpres 2019 yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Dilansir TribunWow.com, Budi Setyarso pun menyoroti keputusan Jokowi untuk mengangkat Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
• Ungkit soal Prabowo Masuk Kabinet, Yenny Wahid: Kehilangan Kekuasaan Itu Tidak Enak
• Bahas Demokrasi, Azyumardi Azra Justru Ungkap Dugaan soal Pilpres 2024, Singgung Prabowo Subianto
Melalui tayangan YouTube KOMPASTV, Rabu (18/12/2019), Budi Setyarso mulanya mengungkap kasus pelanggaran hak asasi manusia pada 2019 ini.
"Kalau saya boleh memberikan catatan sedikit apa yang terjadi di 2019, yang pasti ujungnya juga catatan terhadap pelaksana hak asasi manusia," ujar Budi Setyarso.
Ia pun menyinggung Pemilu 2019 lalu.
"Yang pertama, 2019 Pemilu kita ini pemilu yang menurut saya ujung dari pertarungan yang sama di 2014," ucap Budi Setyarso.
Ia menambahkan, sepanjang pelaksanaan Pemilu itu masyarakat terbagi menjadi dua.
Hal itu lah yang menurutnya menjadi alasan aksi demonstrasi di depan Gedung Bawaslu, 21-23 Mei 2019.
"Membelah masyarakat menjadi dua, selama bertahun-tahun terjadi, Pemilu masih terjadi," kata dia.
"Dan ujungnya adalah ketika sebagian orang yang tidak puas dengan hasil Pemilu melakukan protes di depan Gedung Bawaslu Jakarta Thamrin, meninggal puluhan orang yang juga tidak terungkap," sambung Budi Setyarso.
Menurutnya, masyarakat justru disingkirkan begitu saja setelah kontestasi Pilpres usai.
"Tapi ujungnya kita melihat dengan telanjang bagaimana masyarakat disingkirkan begitu saja setelah hajatan politik selesai," kata Budi Setyarso.
• Edhy Prabowo dan Susi Pudjiastuti Berdebat soal Lobster, Jokowi Tanggapi: Jangan Juga Awur-awuran
Lantas, ia menyinggung bergabungnya Prabowo Subianto dalam kubu koalisi.
Menurutnya, bergabungnya Prabowo dalam kubu koalisi sangat kontras dengan nyawa para pendukung yang melayang dalam aksi demo 21-23 Mei 2019.
"Tadi sudah disebutkan bahwa bagaimana tadinya penantang yang harusnya menjadi oposisi tiba-tiba masuk ke pemerintahan tanpa mereka merasa bersalah terhadap pendukungnya yang sudah mengorbankan jiwa dan raga untuk dia," kata Budi Setyarso.
"Demokrasi yang kita lakukan itu cuma instrumen yang mereka pakai untuk mengejar kekuasaan saja. Mereka tidak punya ideologi, tidak punya prinsip, tidak punya konsistensi sehingga masyarakat disingkirkan begitu selesai (Pemilu)."
Ucapan Budi Setyarso itu pun memantik pertanyaan presenter.
"Apakah memang Pak Jokowi ini memegang kultur kekuasaan Jawa shingga dipangku saja masuk dalam kekuasaan?," tanya presenter.
"Ya saya tidak tahu yang jelas kita tidak sedang memimpin negara Jawa, ini Indonesia." jawab Budi Setyarso.
Menurut Budi Setyarso, keberadaan oposisi sangat diperlukan dalam suatu pemerintahan.
"Kita memerlukan oposisi yang tanggung, kita memerlukan demokrasi yang sehat, yang tidak satu arah saja informasinya," kata Budi Setyarso.
"Itu kan perlu kekuatan penyeimbang, kalau semua dimasukkan ke pemerintah dan menyisakan kekuatan kecil saya pikir demokrasi kita akan kembali ke belakang."
Simak video berikut ini menit 25.50:
Kehilangan Kekuasaan Itu Tidak Enak
Sebelumnya, Putri Mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid kembali mengungkit bergabungnya Prabowo Subianto dalam kabinet.
Diketahui, sejak Oktober 2019 lalu, Prabowo resmi menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) Kabinet Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin.
Dilansir TribunWow.com, Yenny Wahid menyebut masuknya Prabowo dalam kabinet berkaitan erat dengan kekuasaan.
Mulanya, Yenny Wahid menyinggung soal banyaknya tokoh berpengaruh non negara beberapa waktu belakangan ini.
Disebutnya, pemerintah cukup ketakutan menghadapi kelompok tersebut.
"Di satu sisi negara tampaknya agak bingung menghadapi kelompok non state ini, apalagi kalau mereka menggunakan politik identitas sebagai platform mereka dalam melakukan tindakan represi," ujar Yenny.
"Misalnya menggunakan isu agama."
• Rencana Pertemuan Prabowo Subianto dan Bobby Nasution soal Walkot Medan, Ini Kata Arief Poyuono
Menurutnya, yang lebih takut menghadapi kelompok orang tersebut yakni para politisi.
Sebab, kelompok orang non negara tersebut bisa saja menggulingkan posisi politisi yang tengah berkuasa.
"Sebenarnya bukan negara yang bingung, politisi yang sedang memimpin negara baik di eksekutif maupun legistlatif," ujuar Yenny.
"Yang bingung adalah para politisinya, pemerintah masuk dalam bagian itu karena kehilangan kekuasaan itu tidak enak," kata Yenny.
Ia menambahkan, banyak keuntungan yang didapatkan oleh para penguasa.
Untuk itu, para penguasa merasa cukup khawatir dengan munculnya tokoh berpengaruh non negara itu.
"Panggung kekuasaan enak, karena itu lah semuanya mau masuk," ujar Yenny.
• Komisi I DPR akan Tanyakan Ulang ke Prabowo Subianto atas Pernyataan soal Alutsista Bermasalah
Terkait hal itu, ia pun menyinggung nama Prabowo Subianto yang kini menduduki posisi menteri.
Diketahui, Prabowo sebelumnya menjadi pesaing Joko Widodo dalam memperebutkan kursi presiden di Pilpres 2019.
"Termasuk Pak Prabowo yang tadinya berhadap-hadapan dengan Pak Jokowi," kataYenny.
Lebih lanjut, ia menyebut kelompok berpengaruh non negara itu lah yang kini menjadi ancaman terbesar.
"Jadi hegemoni ini lah yang menjadi ancaman terbesar karena tidak ada orang yang punya cukup komitmen untuk mau menghadapinya dan cukup punya resources," kata Yenny.
"Memang ada suara dari masyarakat sipil yang tetap berusaha bersikap kritis, tapi tidak cukup punya power untuk menghadapi represi dari kelompok-kelompok ini."
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami)