Ledakan Bom di Polrestabes Medan

Narasumber Soroti Usia Pelaku Bom Bunuh Diri, Najwa Shihab: 72 Bidadari yang Ditawarkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdul Rochim Ghazali, Direktur Eksekutif Maarif Institute

TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abdul Rochim Ghazali mengungkapkan pendapatnya terkait bom bunuh diri yang terjadi di Polrestabes Medan, Sumatera Utara, Rabu (13/11/2019).

Diketahui, pelaku bom bunuh diri tersebut masih berusia 24 tahun dan berstatus sebagai mahasiswa.

Terkait fenomena anak muda pelaku terorisme, Abdul Rochim Ghazali menyebut kini NU dan Muhammadiyah tak lagi menarik untuk kalangan muda.

Hal itu disampaikannya dalam acara Mata Najwa, Rabu (13/11/2019).

Pengamat Soroti Bom di Polrestabes Medan, Ungkap Kesamaan dengan Penusukan Wiranto, Balas Dendam?

Detik-detik Pelaku Bom Bunuh Diri Masuk ke Polrestabes Medan, Mengaku Ingin Membuat SKCK

Terkait kasus bom bunuh diri tersebut, Abdul menyebut tak hanya pemerintah yang harus interospeksi diri.

"Pertama, saya ingin mengatakan bahwa ini bukan hanya interospeksi buat pemerintah, tapi juga interospeksi buat NU dan juga mungkin buat Muhammadiyah," jelas Abdul.

Lantas, Abdul menyebut kini kaum muda tak tertarik dengan NU dan Muhammadiyah.

Meskipun, NU dan Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi besar.

"Dua organisasi besar yang mengklaim dirinya sebagai organisasi moderat, tetapi ternyata anak muda sekarang banyak yang tidak tertarik dengan organisasi ini," terang Abdul.

Ia menambahkan, kaum muda kini justru lebih tertarik pada tawaran-tawaran menggiurkan yang sifatnya instan.

"Tapi lebih tertarik pada organisasi yang mungkin menawarkan surga, menawarkan sesuatu yang instan," terang Abdul.

Presenter Najwa Shihab lantas menghubungkan paham kelompok terorisme yang mempercayai pelaku bom bunuh diri akan mendapat bidadari.

"72 bidadari yang ditawarkan kalau mau bom bunuh diri," sahut Najwa Shihab.

Hal itu disebut Abdul patut menjadi perhatian banyak pihak.

"Dan keprihatinan kita memang berada di seputar itu mbak," ungkap Abdul.

Ia menambahkan, pihaknya bersama organisasi lain terus melakukan survei terkait fenomena kaum muda yang lebih mudah masuk dalam kelompok terorisme.

"Nah Maarif Institute enggak sendirian, sebenarnya bersama Wahid Foundation, bersama PPIM UIN Jakarta kita sering melakukan survei dan riset terhadap anak-anak muda, mahasiswa dan juga kepada masyarakat tentang fenomena ini," jelas Abdul.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abdul Rochim Ghazali (Tangkapan Layar YouTube Najwa Shihab)

Ledakan Bom Bunuh Diri Terjadi Polrestabes Medan, Ini Kata Pengamat Terorisme

6 Orang Terluka akibat Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan, Masyarakat Umum juga Jadi Korban

Dari hasil survei tersebut, Abdul mengungkapkan bahwa banyak orang yang terkesan menggampangkan masalah terorisme.

"Meskipun kadang hasil riset itu kemudian menjadi kontroversi karena banyak orang yang mengatakan ya namanya radikalisme itu tidak ada kaitannya dengan agama, namanya radikalisme itu tidak hanya di Indonesia," ucap Abdul.

Najwa Shihab pun sependapat dengan ucapan Abdul itu.

"Dan itu seolah-olah mengecilkan dan tidak mau melihat persoalan sebenarnya ketika bilang tidak ada kaitannya itu," kata Najwa Shihab.

Lantas, Abdul memberi sebuah istilah untuk fenomena ini.

"Iya betul, jadi seolah-olah kita menganggap semuanya baik-baik saja, padahal ada api dalam sekam," ucapnya.

"Yang suatu saat apabila menemukan momentum bisa meledak dan menjadi bom bunuh diri."

Lebih lanjut, Najwa Shihab menyebut NU dan Muhammadiyah pun harus ikut bertanggungjawab atas kasus ini.

"Jadi NU, Muhammadiyah, harus ikut tanggungjawab kenapa anak muda tidak melirik dua organisasi besar," ucap Najwa Shihab.

Simak video berikut ini menit 9.20:

Kata Pengamat Intelijen soal Bom Bunuh Diri di Polrestabes Medan

Sebelumnya, Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta buka suara terkait kasus bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Sumatera Utara, Rabu (14/11/2019).

Menurutnya, kasus bom bunuh diri tersebut merupakan bentuk aksi balas dendam kepada aparat kepolisian.

Ia mengungkapkan, aksi bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh bagian dari kelompok teroris Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).

ISIS disebutnya menganggap aparat kepolisian adalah musuh terbesar yang harus diberantas.

"Ini memang fenomena yang dilakukan oleh ISIS, jadi kelompok-kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS dia menganggap taghut atau musuh mereka adalah polisi," terang Stanislaus.

Lantas, ia juga menyebut bahwa ISIS memiliki pemahaman yang berbeda dengan kelompok teroris lain, seperti Al Qaeda.

Terutama, terkait sasaran utama penyerangan.

"Ini berbeda dengan kelompok sebelumnya yang berafiliasi dengan Al Qaeda seperti JI (Jamaah Islamiyah)," ucap Stanislaus.

"Dia menargetkan simbol-simbol Amerika seperti JW Mariot, Ritz Calrton, sekarang berbeda, ini ciri khas ISIS," sambungnya.

Lebih lanjut, Stanislaus menyebut bahwa kematian pimpinan ISIS Abu Bakar Al Baghdadi menjadi alasan utama dilakukannya bom bunuh diri di Polrestabes Medan.

Stanislaus menyinggung soal adanya unsur balas dendam dalam aksi bom bunuh diri tersebut.

"Nah, kenapa ini terjadi? Ini sebenarnya sudah diprediksi setelah kematian Abu Bakar Al Baghdadi pasti akan memicu aksi balas dendam," terangnya.

Beberapa Akses Masuk di Polrestabes Bandung Ditutup setelah Ledakan Bom di Polrestabes Medan

Setelah Bom di Polrestabes Medan, Polda Kalbar Perketat Pengamanan: Ojol Tak Dapat Masuk ke Markas

Lantas, ia juga menyinggung soal kasus penusukan Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamananan (Menko Polhukan) Wiranto.

Diketahui, Wiranto diserang orang tak dikenal saat berada di Pandeglang Banten beberapa waktu lalu.

Menurut Stanislaus, penyerangan Wiranto tersebut juga didasari oleh adanya rasa balas dendam pelaku.

"Kita lihat kasus Pak Wiranto, itu dilakukan oleh dua orang yang dia terdesak karena pimpinannya ditangkap, Abu Zee di Bekasi, dia kemudian lari ke Pandeglang karena terdesak, dia kemudian melakukan aksi kepada Pak Wiranto," ucap Stanislaus.

"Bayangkan jika pemimpin utama mereka yang di Timur Tengah sana itu tewas, dia melakukan aksi balas dendam."

Terkait bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Stanislaus menduga aksi tersebut dilakukan seorang diri.

"Pelakunya memang belum diindentifikasi apakah dia kelompok atau tunggal, tetapi dilihat dari aksinya tunggal memang," jelas Stanislaus.

Namun, aksi terorisme secara kelompok maupun tunggal disebutnya sama-sama berbahaya.

"Jadi permasalahannya adalah mau kelompok maupun tunggal kalau dia pelaku dan dia melakukan aksi terorisme itu berbahaya," ungkapnya.

Bahkan, menurutnya aksi terorisme tunggal lebih berbahaya dibandingkan dengan kelompok.

"Justru yang paling berbahaya adalah pelaku-pelaku tunggal ini karena dia tidak terdeteksi," terangnya.

"Dia merencanakan sendiri karena dia tidak terdeteksi, dia merencanakan sendiri, melakukan sendiri."

(TribunWow.com)