Perppu UU KPK

Arteria Dahlan Bongkar Isi Rapat Terakhir DPR terkait Perppu KPK: Kalau Bisa Direkam dan Diumbar

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPR fraksi PDIP, Arteria Dahlan membongkar isi rapat terakhir DPR periode 2014-2015 pada 30 September 2019.

TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR fraksi PDIP, Arteria Dahlan membongkar isi rapat terakhir DPR periode 2014-2019 pada 30 September 2019.

Hal itu diungkapkan Arteria Dahlan saat menjadi narasumber di acara Dua Sisi pada Kamis (10/9/2019).

Arteria Dahlan menegaskan, DPR tidak ada yang mendesak presiden untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK.

Mulanya, Arteria Dahlan mengungkapkan karakter Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap kalem.

Meski kalem, Arteria Dahlan menegaskan presiden tidak bisa ditekan terkait Perppu KPK.

"Pahami betul karakternya Pak Jokowi, Pak Jokowi itu presiden yang kayaknya memang kalem, apa, tapi yang bersangkutan kita tahu itu yang enggak bisa ditekan-tekan," jelas Arteria Dahlan dikutip TribunWow.com dari channel YouTube TalkShow tvOne.

Politisi 44 tahun ini mengatakan, presiden pasti akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK dengan cermat.

Adian Napitupulu: Kalau DPR Tolak Perppu KPK, Langkah Berikutnya Apa? Mau Demo Lagi?

"Pastinya apa, kebijakan yang diambil penuh dengan pencermatan diambil secara khidmat," ungkapnya.

Selain itu, Arteria Dahlan turut berkomentar soal Jokowi sebelumnya mengundang beberapa tokoh terkait Perppu KPK.

Namun, ia mengapresiasi pula langkah presiden yang juga mendengar suara dari para ketua umum partai.

"Kami hormati beliau juga sudah memanggil para tokoh masyarakat yang hebat-hebat, kami juga hormati sikap beliau yang mendengarkan kembali para ketua-ketua umum partai," ujar Arteria Dahlan.

Lantas, Arteria Dahlan menegaskan bahwa DPR sama sekali tidak menekan presiden.

Mardani Ali Sera Mengaku Dukung Jokowi Keluarkan Perppu: Publik Itu Cinta sama KPK 

Presiden dianggap berhak mengeluarkan Perppu.

Hal itu tercermin saat rapat terakhir DPR periode 2014-2019 berlangsung pada 30 September lalu.

"Tapi yang perlu kami pastikan, rapat terakhir 30 September itu kalau enggak salah, tidak ada tuh kalau bisa direkam dan diumbar di publik," tegas Arteria Dahlan.

"Tidak ada satupun Pak Jokowi yang enggak boleh Perppu. Kita serahkan sepenuhnya," sambung politisi lulusan Fakultas Hukum UI ini.

Lihat videonya mulai menit ke-7:55:

Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun  Jelaskan soal Narasi Pemakzulan Jokowi karena Perppu KPK

 Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun menegaskan bahwa secara hukum bahwa menurunkan takhta seorang presiden karena menerbitkan suatu Perppu jelas tidak bisa dilakukan.

"Nothing to do (tak ada hubungannya) sama pemakzulan itu clear (jelas)," tegas Refly Harun dikutip TribunWow.com dari channel YouTube Kompas TV pada Rabu (9/10/2019).

Pasalnya, penerbitan Perppu merupakan hak presiden yang telah dilindungi konstitusi.

"Kenapa begitu? Karena yang namanya Perppu itu produksi kontitusional, kewenangan konstitusional yang diatur undan-undang dasar setelah amandemen juga sebelum amandemen tahun 1945 pasal 22," katanya.

Perppu dikeluarkan karena adanya suatu kegentingan.

Namun, kegentingan itu memiliki banyak tafsir.

• Fraksi PDIP di DPR Sepakat Tolak Jokowi Terbitkan Perppu KPK, Sarankan Hal Ini

"Dalam ikhwal kegentingan yang memaksa presiden bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang."

"Karena itulah kemudian, yang menjadi permasalahan adalah seperti apa sih keadaan genting itu? Tidak ada tafsir sebelumnya," ucap pakar tata hukum asal Palembang ini.

Lalu, Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan tafsir keadaan genting tersebut.

Namun, kejelasan Perppu saat ini benar-benar ditunggu masyarakat.

"Sampai MK tahun 2009 membuat putusan pertama kali atas tafsir keadaan genting itu."

"MK mengatakan, ada sebuah keadaan yang memerlukan aturan, tapi aturan itu tidak ada yang memadai bahkan tidak mengatur padahal kalau dilakukan dengan legislasi biasa, kondisi yang mendesak yang memerlukan aturan tersebut barangkali tidak akan cukup waktunya kan begitu," papar dia.

Sehingga, presiden bisa mengeluarkan Perppunya karena Perppu memang bersifat subjektif.

"Karena itulah kemudian pemerintah dengan subjektivitasnya bisa mengeluarkan Perppu. Jadi Perppu itu hak subjektif presiden," lanjut Refly Harun.

• Politisi Demokrat Komentari soal Rencana Penerbitan Perppu UU KPK, Sebut Ada Pasal Kurang Netral

Sedangkan, pengesahan Perppu itu nantinya akan dilakukan oleh DPR.

Pengesahan atau tidaknya suatu Perppu dipandang dari isi Perppu itu sendiri maupun situasi yang melatari Perppu itu diterbitkan.

"Dan objektivikasinya DPR nantinya jadi penilaian DPR pada Perppu bisa penilaian subtitusinya nanti atau penilaian situasinya nanti," katanya,

Pada kesempatan itu, Refly Harun menilai agar jangan sampai ada pihak-pihak yang menakut-nakuti presiden karena masalah Perppu.

"Saya kira tidak boleh menakut-nakuti presiden dengan pemakzulan," ujar Refly Harun.

Kendati demikian, ahli hukum lulusan UGM ini juga meminta agar presiden tidak takut dengan narasi-narasi penurunan takhta.

"Dan saya kira terlalu cemen presiden takut dengan pemakzulan," terang Refly Harun.

Sedangkan, hal-hal yang bisa membuat presiden turun dari jabatannya sudah jelas.

"Klausul pemakzulan itu jelas sekali, dua saja. satu melakukan tindak pidana, kedua tidak memenuhi syarat," tegas dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti sikap para mahasiwa yang melakukan aksi demo turun ke jalanan mengenai polemik Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Kamis (26/9/2019) malam. (Instagram @jokowi)

 

• Surya Paloh Sebut Jokowi Sementara Tak akan Keluarkan Perppu KPK: Kan Masalahnya Sudah di MK

Pertama, kemungkinan pencopotan jabatan karena tindak pidana seperti korupsi hingga perbuatan tercela.

Selain karena tindak pidana, presiden juga bisa dicopot karena beberapa syarat tertentu, seperti menjadi warga negara lain.

Lihat videonya ke menit-4:50:

(TribunWow.com/Mariah Gipty)