Menkopolhukam Wiranto Diserang

Ada Rasa 'Senang' Warganet dari Insiden Wiranto Ditusuk, Prof Koen: Ketika Kebencian Sangat Kuat

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (29/8/2019). Wiranto angkat suara soal permintaan referendum di Kabupaten Deiyai, Papua.

TRIBUNWOW.COM - Guru besar psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro, menuturkan alasan adanya reaksi 'senang' dari masyarakat ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto diserang dan terluka.

Diketahui, Wiranto mendapat serangan oleh orang tak dikenal saat akan menyapa masyarakat di pintu gerbang Lapangan Alun-alun Menes Desa Purwaraja Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Kamis (10/10/2019).

Atas serangan itu, Wiranto mendapat dua luka tusuk dan harus menjalani operasi.

Sebelum Serang Wiranto, Pelaku Ternyata Sudah Diincar Polisi, tapi Belum Bisa Ditangkap

Sedangkan reaksi yang diberikan oleh masyarakat terkhusus warganet beragam.

Bukan prihatin, sejumlah masyarakat justru 'bersyukur' atas apa yang menimpa Wiranto.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (11/10/2019), Koentjoro menuturkan reaksi yang diberikan masyarakat merupakan bentuk agresivitas yang terpendam.

Agresivitas merupakan perilaku yang memiliki maksud untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik atau verbal.

Sehingga saat ada kabar Wiranto diserang, ada yang justru bahagia.

"Jadi begitu ada kabar itu (Wiranto diserang dan ditusuk), meledak sebagai suatu kegembiraan. Ini semuanya adalah dampak dari yang kemarin-kemarin, pemilu kemarin," kata Prof Koen melalui sambungan telepon, Jumat (11/10/2019).

Ia lantas mengatakan reaksi yang ditujukan sejumlah masyarakat itu merupakan echo chambering.

Echo chamber itu sendiri adalah ruang tempat kita hanya mendengar apa yang kita teriakkan tanpa mau tahu kondisi nyata.

"Ini hubungan dari, kalau istilah saya, terjadi echo chambering yang kemudian membuat bias kognitif," sambungnya.

Psikolog Poppy Amalya Baca Ekspresi Penusuk dan Penolong Wiranto, Sama-sama Perlihatkan Wajah Marah

Menurut Prof Koen, bahwa saat mereka yang memiliki echo chamber itu telah bergantung pada suatu kelompok, maka akan memiliki kebencian yang sangat kuat.

"Ketika kebencian sudah sangat kuat, dan ada kejadian seperti kemarin (yang menimpa Wiranto), maka kemudian mereka akan bersyukur," jelas Prof Koen.

Halaman
123