Terkini Internasional

Ganti Pipa Saluran Pembuangan di Bawah Restorannya, Pria Ini Justru Temukan Banyak Benda Kuno

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Restoran Faggiano menyajikan bahan-bahan berkualitas khas wilayah Salento.

TRIBUNWOW.COM - Quo Vadis, sebuah restoran di Puglia, Italia akhirnya diresmikan setelah tertunda selama 19 tahun karena pemiliknya secara kebetulan menemukan dunia kuno yang tersembunyi di bawah restoran itu.

"Akhirnya! Saya bahagia!" ungkap Luciano Faggiano menggunakan bahasa Italia, dan anaknya yang bernama Andrea menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk saya.

Saat itu, dua hari menjelang 8 Juni 2019, hari pembukaan Quo Vadis, kedai yang dia sudah idam-idamkan selama hampir dua dekade lalu. Quo Vadis berdiri di tanah kelahirannya di Lecce, sebelah tenggara wilayah Puglia, Italia.

Ikuti Jejak Mendiang Ibunya 22 Tahun Lalu, Pangeran Harry Menyusuri Ladang Ranjau di Angola

Lahir dari keluarga petani dan bekerja di restoran pamannya sejak masih belia, Luciano selalu memiliki ketertarikan terhadap makanan.

Di usia 17 tahun, dia bekerja di restoran bersejarah di London, Quo Vadis, dan akhirnya membuka kedainya sendiri yang dinamakan Moby Dick, di kota Torre dell'Orso, yang berjarak sekitar 30 kilometer ke arah tenggara Lecce.

Ketika kedai pizza yang terletak di pinggir pantai itu tutup di tahun 1987, dia memutuskan meninggalkan dunia kuliner dan memfokuskan diri berinvestasi di real estate, serta menjadi tuan tanah.

Akan tetapi, nasib mengubah segalanya pada tahun 2000, ketika pihak penyewa di lantai dasar gedungnya mengeluhkan ruangan yang lembab.

Pada saat itulah, rencana awal Luciano untuk memperbaiki masalah air bercampur aduk dengan keinginan untuk membuka kedai begitu sang penyewa angkat kaki, lantaran pariwisata tengah mulai naik daun di wilayah itu.

Jadi, dia membongkar lantai bawah tanah untuk mengganti pipa pembuangan, dan selebihnya, kata mereka, adalah sejarah. Secara harfiah.

Membutuhkan waktu hampir 20 tahun bagi Luciano Faggiano untuk membuka kedai Quo Vadis miliknya di kota Lecce, Italia. (DAVIDE FAGGIANO)

Setelah penggalian selama delapan tahun, dia dan anak-anaknya yang telah dewasa, Andrea, Marco dan Davide, menemukan dunia tersembunyi yang berasal dari abad ke-5 Sebelum Masehi (SM).

"Kami menemukan banyak sekali benda-benda, semuanya 5.000 potong. Ada koin-koin, cincin emas milik uskup berhiaskan 33 butir batu giok, tembikar, piring-piring keramik, mainan anak-anak dari tanah liat, patung-patung, dan terowongan bawah tanah yang menuju ke amfiteater," kata Andrea.

Penemuan ini mengungkapkan bekas pemukiman masa lalu, dalam beberapa era berbeda, termasuk Kekaisaran Roma, Abad Pertengahan dan Renaissance. Beberapa artefak kuno ditinggalkan suku Messapi, yang hidup di Salento selama masa pra-sejarah.

Dokter Abad ke-19 Ini Sempat Dianggap Gila karena Kampanyekan Pentingnya Cuci Tangan, Simak Kisahnya

Sementara keluarga Faggiano melakukan semua penggalian tersebut, Dr. Tanzalla, seorang arkeolog yang ditunjuk oleh pemerintah, mengawasi penggalian.

Di Italia, apa pun yang ditemukan di bawah tanah merupakan milik pemerintah, tidak peduli siapa pemilik lahan dan properti tersebut. Menurut Andrea, ribuan artefak kuno itu kemudian disimpan di museum kota Museo Sigismondo Castromediano dan Castello di Lecce (yang juga dikenal sebagai Kastil Charles V).

Faggiano dapat mengambil beberapa barang dengan status pinjaman. Meskipun rencana awalnya adalah membuka kedai di gedung yang terletak di 56 Via Ascanio Grandi begitu penyewa sebelumnya hengkang, pada 2008 sebagai gantinya mereka membuka museum independen berlantai empat di atas situs penggalian.

"Saya dulu ke London untuk belajar bahasa, sekarang saya mengelola museum dengan saudara-saudara saya," kata Andrea sambil tersenyum, ketika baru-baru ini saya mengunjungi Lecce.

Ketika sedang berusaha mengganti pipa saluran pembuangan di bawah gedung, Faggiano dan anak-anaknya menemukan artefak yang berasal dari abad ke 5 SM. (VICKI SALEMI)

Saya terpikat kota tua yang mempesona. harta karun yang sangat berharga di Salento, di selatan wilayah Puglia, yang terletak di bagian tumit wilayah Italia yang berbentuk sepatu boot. Apalagi ditambah museum yang menarik, yang berada di atas situs arkeologi.

Tanpa sadar, saya menyerahkan uang pendaftaran sebesar €5 ke salah seorang anggota tim yang melakukan penggalian.

Segera saja saya terpesona dengan apa yang saya lihat, termasuk tangki air berbentuk lonceng yang diukir di batu dan kemudian digunakan sebagai terowongan pelarian, serta komplek pemakaman yang digunakan untuk pemakaman umum, di mana artefak seperti cincin milik seorang uskup Yesuit, ditemukan.

Ketika berjalan-jalan di museum, sulit untuk tidak terpesona ketika mengintip melalui kaca bening yang menutupi mulut sumur sedalam delapan meter.

Kisah Kriangkrai, Pria Asal Thailand yang Nekat Curi Permata dan Berlian Milik Pangeran Arab Saudi

Terdapat keterangan yang tertulis: "Ada air yang terus menerus keluar dari sungai bawah tanah Idume yang mengalir di bawah Lecce dan kemudian mengalir menuju laut Torre Chianca, yang terletak sekitar 12 kilometer dari Lecce."

Salah satu ruangan museum adalah bagian kapel tua yang digunakan ketika bangunan itu berfungsi sebagai biara dari tahun 1200 sampai 1609.

Altar batunya menampilkan ukiran dedaunan yang mewakili siklus kehidupan. Langit-langit dari Abad ke 16 Masehi di lantai pertama terbuat dari batu tufa yang dibentuk menjadi salib dan terdapat sekitar 600 toples tembikar berbentuk silinder yang berdasarkan keterangan tertulis, digunakan sebagai isolasi termal dan membuat plafon lebih ringan.

Faggiano membuka museum arkeologi untuk memamerkan sebagian dari 5.000 artefak yang mereka temukan. (DAVIDE FAGGIANO)

Bertemu dengan keluarga di belakang museum adalah hal yang tidak terduga, dan ada binar di mata Luciano dan Andrea ketika membicarakan perihal kedainya. Kedai itu akhirnya dapat direalisasikan Luciano dengan membeli gedung yang terletak di sebelahnya, di 58 Via Ascanio Grandi.

"Ayah saya akan lebih suka jika orang-orang datang ke museum, lalu mengunjungi kedai. Jika keduanya dilakukan jadi lebih baik lagi," kata Andrea. "Ini seperti layanan yang dapat Anda berikan kepada orang-orang, keduanya penting."

Meski demikian, Luciano menahan godaan untuk menggali di bawah kedai. "Yang pasti ada reruntuhan di bawahnya, karena lokasinya persis di sebelahnya," kata Andrea.

Luciano menamakan kedainya Quo Vadis, seperti nama restoran terkenal di London di mana dia pernah bekerja, juga nama judul film Amerika pada 1951 tentang masa kekuasaan kaisar Nero.

Dalam bahasa Latin, quo vadis berarti 'Kamu pergi ke mana?'. Kalimat ini cocok untuk Luciano, yang memiliki rencana besar bagi kedua propertinya. Dia berharap bahwa restorannya yang susunan tempat duduknya menghadap situs penggalian bisa menciptakan suasana 'kuno' yang sama dengan museum, dan menyajikan makanan yang memiliki akar Lecce.

"Itu semua saling berhubungan. Makanan sebagai kebudayaan," kata Luciano. "Di setiap museum ada sejarahnya, tetapi makanan juga punya sejarahnya sendiri… Saya ingin orang-orang paham kuliner lokal."

Museo Faggiano masih mengerjakan situs-situs arkeologi. (VICKI SALEMI)

Menunya menampilkan bahan-bahan berkualitas khas wilayah Salento, bersama dengan hidangan spesial mingguan.

Misalnya, ada ciceri e tria, hidangan pasta lokal yang dibuat dengan buncis dan pasta goreng, dan frisa ncapunata, sejenis roti gandum panggang, diisi dengan tomat segar, capers, oregano, rocket dan minyak zaitun.

Dan restoran itu tidak akan menjadi restoran Puglian tanpa orecchiette atau pasta berbentuk telinga.

Pencuci mulut disajikan dalam bentuk seperti cotognata (buah quince dan gula) dan pasticciotto, kue-kue kecil yang diisi krim custard.

Minuman anggur lokal, bir, cappuccino, minuman ringan dan jus juga akan disajikan di antara makanan utama seperti pizza, calzone dan parmigiana (terong goreng dengan saus daging dan mozzarella).

Bahkan ada bagian yang disebut sebagai 'jajanan Salento', termasuk rustico Leccese, sejenis kue berisi mozzarella, saus tomat, béchamel dan lada hitam, fried calzone; dan pittule, sejenis adonan tepung digoreng kecil-kecil dan diisi oleh buah zaitun hitam dan tomat.

Tak Sadar Anak Kecil yang Diadopsi Ternyata Wanita Usia 22 Tahun, Pasangan Ini Alami Hal Mengerikan

"Kita perlu kembali dan makan makanan yang telah disediakan tanah kita," kata Luciano. "Makan tanpa bahan kimia, pestisida atau racun. Alami. Hanya makan makanan sederhana."

Para pengunjung restoran dapat menikmati seluruh kenikmatan yang sederhana ini dengan mengonsumsinya di dalam kedai atau alfresco di halaman. Keluarga Faggiano senang memperlakukan mereka seperti 'tamu-tamu di rumah mereka' dan menjalankan restoran itu benar-benar suatu urusan keluarga.

Andrea dan Marco bekerja di museum, seperti yang dilakukan ibu mereka dan istri Luciano, Anna Maria, yang juga membuat orecchiette dari nol.

Sepupu mereka, Antonio, adalah kepala juru masak Quo Vadis. Davide, adik bungsu mereka, bekerja di Astoria, sebuah cafe yang terletak dua menit dengan berjalan kaki, yang dibeli Luciano pada 2009 dan digunakan untuk membiayai museum sampai bisa membiayai diri sendiri.

Meski sudah merayakan pembukaan kedai yang sangat ditunggu-tunggu bersama keluarga dan teman-temannya, ternyata ambisi Luciano belumlah selesai.

Dia ingin memulai beberapa usaha lainnya yang dapat menghubungkan orang-orang dengan tanah dan bahkan mengingatkan kembali ke dunia pertanian di masa kecil Luciano.

"Proyek berikutnya adalah membangun taman," kata Andrea.

"Ayah saya memiliki tanah, 12 kilometer dari Lecce dengan tanaman liar yang berasal sejak jaman dahulu dan dia ingin mempertahankan tanaman-tanaman tersebut. Orang-orang bahkan tidak tahu tanaman-tanaman itu lagi. Semuanya saling berhubungan - tumbuhan, sayuran - berasal dari tanah jadi tidak ada perbedaannya."

Sekarang, anak-anak Faggiano; Andrea (kiri), Marco dan Davide membantunya mengelola museum dan kedai. (VICKI SALEMI)

Dengan membentuk hubungan yang kuat dengan tanah kuno ini, baik melalui museum, restoran atau taman, keluarga Faggiano berharap dapat membagikan kerja keras mereka kepada berbagai generasi-baik penduduk lokal maupun turis. Ini etos yang sejalan dengan sebuah peninggalan yang mereka temukan.

"Kami menemukan sebentuk batu dengan tulisan Latin yang berbunyi, 'Si deus pro nobis quis contra nos'," kata Andrea.

"Kami hanya menemukan separuhnya dalam penggalian tersebut, tetapi kalimat itu berarti 'jika Tuhan bersama kita, siapa yang bisa melawan kita?'. Jadi [usaha kita adalah] seperti batu yang kami temukan itu. Jika kamu melakukan kebaikan dalam hidup, tidak ada hal buruk yang dapat terjadi… akhirnya kamu akan melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan."

Jadi, bagaimana perasaan pemilik restoran tentang pembukaan Quo Vadis?

"Melegakan," kata Luciano. "Seperti pepatah Yunani, ada alpha can omega, ada awal dan akhir dalam setiap hal. Ketika Anda memiliki keinginan dan energi untuk melakukan sesuatu, hal itu pasti terjadi."

Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul Sebuah restoran dengan dunia kuno yang tersembunyi di bawahnya