TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD beberkan kecurigaan ada pasal-pasal selundupan yang ikut dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dilansir TribunWow.com dari saluran tayangan YouTube iNews TV, Rabu (25/9/2019), Mahfud MD menuturkan mendengar ada sejumlah pasal yang tak dibahas di rapat DPR RI namun tiba-tiba ada dalam draft RKUHP.
Mulanya ia juga menyebut bertanya-tanya mengapa RKUHP sangat cepat dibahas bahkan hampir disahkan.
• Mahfud MD Sebut Ada Pasal-pasal Selundupan dalam RKUHP, Begini Reaksi Ketua BEM UGM
• Moeldoko Bocorkan Reaksi Jokowi saat Diberitahu Ada Banyak Aksi Demo, Ini yang Dilakukan Presiden
Ia menanyakan mengapa tidak dari dulu.
"Kenapa di ujung, itu juga pertanyaan saya ya, saya juga kenapa tidak dulu-dulu sih? Apa waktunya udah pendek? Kurang satu bulan waktu itu saya bilang ditunda saja semua. Menunggu periode baru," ujar Mahfud MD.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ini juga mengatakan ada sejumlah kecurigaan yang diberikan dalam RKUHP.
"Tapi ini sudah semua, kecurigaan politik bisa bermacam-macam, ada yang bilang kalau positifnya itu karena DPR punya utang banyak untuk membuat RUU, segera disahkan saja agar kelar," ungkap Mahfud MD dalam memberikan sisi positifnya.
Disebutkan pula ada yang menuturkan RKUHP diselundupkan pasal-pasal yang tak ada dalam pembahasan rapat.
"Tapi ada juga yang bilang, bahwa ini mencuri-curi kesempatan saja agar orang tidak bisa membahas lagi sehingga masuk pasal-pasal yang tidak masuk akal dan tidak bisa diterima oleh publik," paparnya.
• Mahasiswa Peserta Demo yang Makan Kena Sweeping Polisi, Haris Azhar: Makan Sudah Dilarang Jam Itu?
Dirinya lantas mengatakan dengan jujur.
"Terus terang saya mendenagr begini ya, ada selundupan pasal-pasal yang tidak pernah dibahas DPR maupun pemerintah di dalam draft yang akan disahkan itu," ungkapnya.
Mahfud MD mengatakan sejumlah pasal yang dimaksudkannya.
"Pemerintah sudah punya, jadi misalkan begini, orang berzina, nanti bisa dihukum kalau ada yang melaporkan," sebutnya.
"Lalu ada lagi kalimat yang masuk, 'Kepala Desa boleh menjadi pelapor kalau terjadi itu terjadi di desanya'. Itu tidak pernah dibahas tapi tiba-tiba masuk," paparya.
Dirinya lantas meminta agar semua pihak waspada mengamankan naskah.
"Nah besok diteliti nih harus ada tim yang harus mengamankan naskah, baik di DPR terutama maupun nanti di tingkat presiden."
"Terutama naskah DPR sudah datang, diteliti lagi apakah sama dengan yang dibicarakan dirapat-rapat itu dan konon bukan hanya satu kalimat selundupan yang masuk. Nah ini kan bahaya bagi proses perundang-undangan kita," kata Mahfud MD.
• Kondisi Gedung DPRD Sumbar setelah Dirusak Massa Aksi Unjuk Rasa Tolak UU KPK dan RKUHP
Ia lantas mengusulkan agar ada UU baru yang bisa menghalangi hal itu.
Yakni membuat uu berkaitan dengan siapa yang menyelundupkan pasal bisa dipidanakan.
"Maka saya usul di dalam RUU KUHP yang baru itu harus dimasukkan tambahan pasal baru sebagai kriminil. 'Barang siapa menambah pasal baru UU di luar yang dibicarakan oleh presiden bersama DPR diancam hukuman sekian' itu sekalian manuver itu, di tempatkan di mana gitu, entah dicarikan tempat di mana," katanya.
"Meskipun hal itu bisa dimasukkan dalam undang-undang tentang pembentukan perundang-undangan."
"Itu saya beri contoh saja, konon ada banyak tapi kita beri contoh saja itu terjadi sehingga layak kalau presiden itu menunda pengesahannya," pungkas Mahfud MD.
Lihat videonya dari menit ke 12.06:
Mahfud MD Beberkan Percakapannya dengan Moeldoko
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara soal penolakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dilansir TribunWow.com dari tayangan Primetime News MetroTV, Rabu (25/9/2019), Mahfud MD mengaku telah bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko membahas polemik RKUHP.
Awalnya, Mahfud MD mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, dihasilkan saran agar pemerintah dan DPR aktif membangun dialog.
• Mahfud MD Ungkap dan Beri Contoh Selundupan Pasal-pasal di RKUHP: Nah Ini Kan Bahaya
• Yasonna Laoly Minta Penolak UU KPK Ajukan Uji Materi ke MK: Masa Main Paksa-paksa
"Tidak usah menunggu, malah kita menyarankan bagaimana kalau pemerintah itu mengirim orang ke kampus-kampus," kata Mahfud MD.
Menurut Ketua Suluh Kebangsaan itu, dialog dengan mahasiswa sangatlah penting.
"Itu saya kira penting, karena kalau melihat situasinya, perkembangan politiknya, sebenarnya presiden juga sudah cukup responsif dengan menunda RKUHP," ujar Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan penundaan itu adalah respons positif atas saran masyarakat.
"Di dalam politik itu kan tidak bisa menang-menangan secara mutlak ya," ungkap Mahfud MD.
"Di situ lah perlunya dialog, agar tidak mutlak-mutlakan," sambungnya.
Mahfud MD menyatakan, apabila dialog dan demokrasi tidak mencapai kesepakatan, maka masih ada jalur hukum yang bisa ditempuh.
Mahfud MD juga menegaskan bahwa dalam pembuatan undang-undang, masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif.
"Nah sekarang situasinya sudah begini, mahasiswa merasa kurang diajak dialog, dan sebagainya, kenapa tidak proaktif saja, apa yang dipermasalahkan," katanya.
• Fahri Hamzah Ditanya 4 Kali soal Lumpuhkan Presiden, Najwa Shihab: Dijawab Bang, Muter-muter Sih
Tanggapan soal Pasal Kontroversial
Mahfud MD juga memberikan tanggapan mengenai pasal yang dianggap merugikan masyarakat.
Awalnya, Mahfud MD mengatakan pasal-pasal itu sudah dipersoalkan sejak pembahasan pada tahun 2017.
Oleh karena itu, jika sekarang kembali didebatkan, Mahfud MD mengatakan wajar saja.
Ia kemudian menyoroti soal pasal penghinaan presiden.
Menurutnya, penghina presiden memang perlu diberi ancaman pidana.
"Kalau menurut saya, penghinaan terhadap presiden itu memang perlu diberi ancaman pidana," jelasnya.
"Karena begini, ada pasal di undang-undang itu, kalau di presiden luar negeri itu dihina oleh rakyat Indonesia, ketika berkunjung ke Indonesia, itu dijatuhi ancaman pidana."
"Masa kalau presiden sendiri tidak," sambungnya.
Meski demikian, Mahfud MD tetap memberikan catatan.
"Itu alasannya kenapa masuk, tetapi karena Mahkamah Konstitusi sudah pernah penyatakan bahwa tidak boleh ada pasal penghinaan presiden, menurut saya itu seharusnya tidak masuk."
"Sehingga, penghinaan terhadap presiden itu harus masuk ranah delik aduan."
"Nah kalau sudah betul masuk di ranah delik aduan, saya kira sudah tepat secara hukum," papar Mahfud MD.
Artinya, pribadi yang sedang menjadi presiden dan wakil presiden yang mengadukan sendiri penghinaan atasnya.
"Saya kira itu sudah bagus, sudah sesuai dengan putusan MK kalau memang itu rumusannya," ucap Mahfud MD.
• Sebagian Demonstran Ternyata Pendukungnya, Jokowi Diingatkan Anak Mantan Presiden untuk Lebih Peka
Lebih lanjut, Mahfud MD mengaku pernah bertemu dengan Joko Widodo (Jokowi) membahas mengenai hal tersebut.
"Ketika dulu waktu masih ramai-ramai tahun 2017 itu, saya ketemu di Istana," tuturnya.
"Bagaimana itu pak? Ini ada peristiwa masalah delik presiden, kalau Presiden Jokowi enteng saja 'Loh Pak Mahfud, ada atau tidak ada pasal itu Undang Hukum Pidana, saya sudah dihina tiap hari, tapi diam saja'," kata Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud MD menyebut jika pasal itu masih dipaksakan, ketika dibawa ke MK, maka MK bisa membatalkannya.
"Karena MK sudah pernah melarang itu, sudah pernah mengabulkan bahwa penghinaan terhadap presiden sebagai jabatan itu tidak bisa masuk di KUHP," katanya.
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini mulai menit awal:
Dikutip dari Kompas.com, selain Mahfud MD, ada beberapa tokoh yang juga turut bertemu dengan Moeldoko.
Di antaranya ranz Magnis Suseno, Sarwono Kusumaatmadja, Helmy Faishal, Ahmad Suaedy, Alissa Wahid, A. Budi Kuncoro, Syafi Ali, Malik Madany, Romo Benny Susetyo, Rikad Bagun, Alhilal Hamdi dan Siti Ruhaini.
Dalam pertemuan itu, putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Alissa Wahid memberikan saran kepada Jokowi.
Menurutnya, Jokowi harus mempertimbangkan tuntutan pendemo, lantaran sebagian pihak yang mendemo adalah pendukungnya.
"Mereka yang berunjukrasa sebagian adalah pendukung Jokowi. Presiden harus lebih peka terhadap kritik yang disampaikan," ujar Alissa Wahid, Selasa (24/9/2019).
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)