TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara soal penolakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dilansir TribunWow.com dari tayangan Primetime News MetroTV, Rabu (25/9/2019), Mahfud MD mengaku telah bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko membahas polemik RKUHP.
Awalnya, Mahfud MD mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, dihasilkan saran agar pemerintah dan DPR aktif membangun dialog.
• Mahfud MD Ungkap dan Beri Contoh Selundupan Pasal-pasal di RKUHP: Nah Ini Kan Bahaya
• Yasonna Laoly Minta Penolak UU KPK Ajukan Uji Materi ke MK: Masa Main Paksa-paksa
"Tidak usah menunggu, malah kita menyarankan bagaimana kalau pemerintah itu mengirim orang ke kampus-kampus," kata Mahfud MD.
Menurut Ketua Suluh Kebangsaan itu, dialog dengan mahasiswa sangatlah penting.
"Itu saya kira penting, karena kalau melihat situasinya, perkembangan politiknya, sebenarnya presiden juga sudah cukup responsif dengan menunda RKUHP," ujar Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan penundaan itu adalah respons positif atas saran masyarakat.
"Di dalam politik itu kan tidak bisa menang-menangan secara mutlak ya," ungkap Mahfud MD.
"Di situ lah perlunya dialog, agar tidak mutlak-mutlakan," sambungnya.
Mahfud MD menyatakan, apabila dialog dan demokrasi tidak mencapai kesepakatan, maka masih ada jalur hukum yang bisa ditempuh.
Mahfud MD juga menegaskan bahwa dalam pembuatan undang-undang, masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif.
"Nah sekarang situasinya sudah begini, mahasiswa merasa kurang diajak dialog, dan sebagainya, kenapa tidak proaktif saja, apa yang dipermasalahkan," katanya.
• Fahri Hamzah Ditanya 4 Kali soal Lumpuhkan Presiden, Najwa Shihab: Dijawab Bang, Muter-muter Sih
Tanggapan soal Pasal Kontroversial
Mahfud MD juga memberikan tanggapan mengenai pasal yang dianggap merugikan masyarakat.
Awalnya, Mahfud MD mengatakan pasal-pasal itu sudah dipersoalkan sejak pembahasan pada tahun 2017.
Oleh karena itu, jika sekarang kembali didebatkan, Mahfud MD mengatakan wajar saja.
Ia kemudian menyoroti soal pasal penghinaan presiden.
Menurutnya, penghina presiden memang perlu diberi ancaman pidana.
"Kalau menurut saya, penghinaan terhadap presiden itu memang perlu diberi ancaman pidana," jelasnya.
"Karena begini, ada pasal di undang-undang itu, kalau di presiden luar negeri itu dihina oleh rakyat Indonesia, ketika berkunjung ke Indonesia, itu dijatuhi ancaman pidana."
"Masa kalau presiden sendiri tidak," sambungnya.
Meski demikian, Mahfud MD tetap memberikan catatan.
"Itu alasannya kenapa masuk, tetapi karena Mahkamah Konstitusi sudah pernah penyatakan bahwa tidak boleh ada pasal penghinaan presiden, menurut saya itu seharusnya tidak masuk."
"Sehingga, penghinaan terhadap presiden itu harus masuk ranah delik aduan."
"Nah kalau sudah betul masuk di ranah delik aduan, saya kira sudah tepat secara hukum," papar Mahfud MD.
Artinya, pribadi yang sedang menjadi presiden dan wakil presiden yang mengadukan sendiri penghinaan atasnya.
"Saya kira itu sudah bagus, sudah sesuai dengan putusan MK kalau memang itu rumusannya," ucap Mahfud MD.
• Sebagian Demonstran Ternyata Pendukungnya, Jokowi Diingatkan Anak Mantan Presiden untuk Lebih Peka
Lebih lanjut, Mahfud MD mengaku pernah bertemu dengan Joko Widodo (Jokowi) membahas mengenai hal tersebut.
"Ketika dulu waktu masih ramai-ramai tahun 2017 itu, saya ketemu di Istana," tuturnya.
"Bagaimana itu pak? Ini ada peristiwa masalah delik presiden, kalau Presiden Jokowi enteng saja 'Loh Pak Mahfud, ada atau tidak ada pasal itu Undang Hukum Pidana, saya sudah dihina tiap hari, tapi diam saja'," kata Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud MD menyebut jika pasal itu masih dipaksakan, ketika dibawa ke MK, maka MK bisa membatalkannya.
"Karena MK sudah pernah melarang itu, sudah pernah mengabulkan bahwa penghinaan terhadap presiden sebagai jabatan itu tidak bisa masuk di KUHP," katanya.
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini mulai menit awal:
Dikutip dari Kompas.com, selain Mahfud MD, ada beberapa tokoh yang juga turut bertemu dengan Moeldoko.
Di antaranya ranz Magnis Suseno, Sarwono Kusumaatmadja, Helmy Faishal, Ahmad Suaedy, Alissa Wahid, A. Budi Kuncoro, Syafi Ali, Malik Madany, Romo Benny Susetyo, Rikad Bagun, Alhilal Hamdi dan Siti Ruhaini.
Dalam pertemuan itu, putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Alissa Wahid memberikan saran kepada Jokowi.
Menurutnya, Jokowi harus mempertimbangkan tuntutan pendemo, lantaran sebagian pihak yang mendemo adalah pendukungnya.
"Mereka yang berunjukrasa sebagian adalah pendukung Jokowi. Presiden harus lebih peka terhadap kritik yang disampaikan," ujar Alissa Wahid, Selasa (24/9/2019).
• Bukan Milik Ambulans Pemprov DKI, Polisi Sebut Batu dan Bensin yang Ditemukan Punya Demonstran
Jokowi Pertimbangkan Usulan Masyarakat
Setelah demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia, serta para tokoh buka suara, Jokowi mengaku akan mempertimbangkan saran masyarakat.
Seperti menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU KPK hingga persoalan lainnya.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019), dikutip dari Kompas.com.
"Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," tambah Jokowi. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)