Rusuh di Papua

LSM Laporkan Polda Jatim dan Polda Metro Jaya ke Kompolnas terkait Kasus Veronica Koman

Penulis: Laila N
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LSM Laporkan 2 Polda terkait kasus Veronica Koman

TRIBUNWOW,COM - Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur (Jatim) dilaporkan sejumlah LSM ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terkait kasus Veronica Koman.

Dilansir TribunWow.com dari tayangan Kompas Malam, Rabu (18/9/2019), LSM mempersoalkan tuduhan terhadap Veronica Koman, yang disebut sebagai dalang provokator rusuh di Asrama Mahasiswa Papua.

Menurut LSM tersebut, penetapan tersangka Veronica Koman tidak berdasar.

Aliansi Mahasiswa Papua di Surabaya Sebut Veronica Koman Pengacara Mereka: Bebaskan Dia Tanpa Syarat

Mereka menyebut, apa yang disampaikan oleh Veronica Koman adalah fakta.

Terlebih Veronica Koman berperan sebagai pengacara mahasiswa Papua di Surabaya dan aktivis HAM.

"Apa yang diinformasikan oleh Veronica Koman itu adalah sesuatu yang fakta, bukan sebuah informasi yang tidak benar atau rekayasa," kata kuasa hukum mahasiswa Papua, Tigor Hutapea.

"Kapasitasnya dia sebagai advokat, pengacara, adalah punya hak untuk bisa menyampaikan ini ke publik dan media."

"Sehingga kami melihat penetapan tersangka yang diterapkan kepada Veronica Koman sebagai suatu tindakan yang menurut kabi abuse, sewenang-wenang kepada advokat atau pembela HAM," sambungnya.

Reaksi Kompolnas

Sementara itu, menanggapi laporan dari LSM, pihak Kompolnas mengaku akan meminta klarifikasi dari Polda Metro Jaya dan Polda Jatim.

"Kami atas kewenangan kami, kami akan meminta klarifikasi, jadi menindak lanjuti dengan klarisikasi kepada Kapolda Metro Jaya, dan Kapolda Jawa Timur," ujar Komisioner Kompolnas, Poengki Indrati.

"Tetapi kawan-kawan juga kami minta kalau ingin menindak lanjuti terkait ada dugaan-dugaan pelanggaran misalnya, kami sarankan lapor ke pengawas internal, yaitu Propam," tambahnya.

Kata Tersangka Rusuh Papua Veronica Koman soal Sederet Tuduhan Polisi, Singgung Penarikan Rekening

Komnas HAM Minta Proses Hukum Veronica Koman Dihentikan

Di sisi lain, desakan penghentian kasus Veronica Koman juga datang dari Komnas HAM.

Menurut Komnas HAM, apabila kasus Veronica Koman diteruskan, maka akan menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia.

"Veronica Koman tidak boleh diteruskan, karena potensial melanggar hak asasi manusai," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Chairul Anam.

"Artinya pemerintah Indonesia, khususnya kepolisian Jawa Timur, harus melihat ulang penegakan hukum terhadap Veronica Koman."

"Kalau enggak memang akan memberikan dampak yang serius terhadap situasi penilaian hak asasi manusia di Indonesia."

"Tidak hanya oleh negara-negara, tetapi juga oleh mekanisme yang sudah kita sepakati bersama," sambungnya.

Simak selengkapnya dalam video di bawah ini mulai menit awal:

Diberitakan Tribunnews.com, Rabu (4/9/2019), Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut penetapan tersangka terhadap Veronica Koman berdasarkan dari unggahan akun Twitternya.

"Ya, jadi untuk saudari VK, hari ini sudah ditetapkan tersangka oleh Polda Jatim."

"Itu pun sama, dari akun Twitternya, yang terus menyampaikan narasi narasi, foto, video, baik bersifat provokatif maupun berita berita hoaks," terang Dedi, Rabu (4/9/2019).

Sebelum Veronica Koman dijadikan tersangka, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendalami peran Veronica.

PBB Melalui OHCHR Minta Pemerintah Indonesia untuk Cabut Perkara yang Jerat Veronica Koman

Di antaranya adalah kerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan kepolisian internasional (Interpol).

Hal itu dilakukan lantaran Veronica Koman kerap beraktivitas di luar negeri meski statusnya adalah WNI.

"Meski identitasnya WNI, yang bersangkutan banyak aktivitas di luar negeri."

"Karena itu, kami akan gandeng tim Mabes Polri, Interpol, BIN, dan pihak Imigrasi untuk mendalami peran tersangka," terang Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan, Rabu (4/9/2019).

Atas dugaan provokasi itu, kini Veronica Koman dijerat empat pasal berlapis.

Di antaranya adalah UU ITE, UU KUHP 160, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan UU 40 Tahun 2008, tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah/Ifa Nabila)