TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar angkat suara terkait Revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Antasari Azhar mengaku mendukung adanya RUU KPK.
Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Kompas TV pada Senin (16/9/2019) Antasri Azhar mengaku setuju dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Apa yang disampaikan Pak Jokowi saya setuju," ucap Antasari Azhar
Antasari Azhar setuju dengan adanya dewan pengawas KPK, dewan kewenangan SP3 dan mekanisme penyadapan oleh KPK.
"Perlu ada SP3 yah untuk pasien hukum, kalau dewan pengawas iya, saya menyuarukan juga perlu dewan pengawas," jelasnya.
Pemimpin KPK pada 2007-2009 itu mengungkapkan, dewan pengawas diperlukan lantaran banyak alasan.
"Secara detail panjang cerita tentang itu yah kenapa perlu ada dewan pengawas," ucap Antasari.
• Sebut 23 Anggota DPR Terjerat Korupsi Tahun 2014-2019, ICW: Ada Konflik Kepentingan dalam RUU KPK
Kendati demikian, ia menilai dewan pengawas tak perlu dari orang-orang eksternal KPK.
"Penyadapan tidak perlu pakai eksternal saya setuju seperti Pak Jokowi. Tapi perlu dari Dewan Pengawas. Perlu penyadapan," kata pria 66 tahun tersebut.
Menurut keterangannya, penyadapan sudah ada sejak era Antasari memimpin
"Karena penyadapan di era saya jujur saja mungkin sama dengan sekarang tapi apakah seperti itu saya enggak tahu," tuturnya.
Kemudian, ia membeberkan fungsi penyadapan bagi tubuh KPK.
"Penyadapan itu dilakukan hanya untuk menambah keyakinan alat bukti."
"Makanya surat perintah penyadapan setelah ada surat perintah penyelidikan," papar Antasari.
Lihat videonya mulai menit ke-5:38:
• Mahfud MD Sarankan KPK dan Jokowi Bertemu: Yang Penting Perbaiki Komunikasi
Meski menyetujui RUU KPK, namun ada empat poin usulan DPR yang ditolak oleh Jokowi.
Hal itu disampaikan Jokowi saat jumpa pers di Istana Kepresidenan, dalam saluran YouTube KOMPASTV, Jumat (13/9/2019).
Poin pertama RUU KPK yang tidak disetujui Jokowi yakni tentang kewajiban KPK memperoleh ijin pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.
"Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan."
"Misalnya harus ijin ke pengadilan, tidak (perlu). KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," ujar Jokowi.
• KPK Nyatakan Irjen Firli Langgar Kode Etik karena Pertemuannya dengan TGB, Begini Kronologinya
Jokowi lantas menyebutkan poin kedua yang tidak ia setujui dari RUU KPK yang diajukan DPR.
"Yang kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja," lanjut Jokowi.
Jokowi menyampaikan, penyelidik dan penyidik KPK harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya."
"Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," ungkap Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menyoroti tentang kewajiban KPK yang wajib koordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, saat ini sistem penuntutan KPK sudah baik.
• Anggota Komisi II DPR Tampak Kesal Jubir KPK Ceritakan Suasana di DPR, Karni Ilyas Turun Tangan
"Yang ketiga saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaanjagung dalam penuntutan."
"Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi," ucap Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung perihal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Yang keempat, saya juga tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK (dan) diberikan kepada kementrian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju," tegas Jokowi.
"Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," lanjutnya.
Simak video selengkapnya berikut ini menit 1.00:
Pengembalian Mandat Pemberantasan Korupsi kepada Presiden
Sebagaimana diketahui, RUU KPK yang merupakan inisiasi dari DPR ini menuai pro dan kontra.
RUU KPK dinilai dapat melemahkan kinerja KPK.
Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers, Jumat (13/9/2019)sampai mengembalikan mandat pemberantasan korupsi ke Jokowi.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Agus Rahardjo mempertimbangkan situasi KPK yang saat ini genting setelah revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan oleh DPR.
Lantaran menganggap revisi UU KPK melemahkan lembaga antirasuah tersebut, maka KPK mengembalikan tanggung jawab itu ke Jokowi.
"Oleh karena itu setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami mengembalikan tanggung jawab pengelolaan KPK ke bapak Presiden" ujar Agus Rahardjo.
• Pimpinan KPK Serahkan Mandat ke Jokowi, PDIP: Kurang Bijaksana, Kok Sepertinya Anti Kritik
Agus Rahardjo berharap Jokowi segera menanggapi apakah para petinggi KPK masih dipercaya untuk memimpin KPK hingga akhir Desember 2019 atau tidak.
Ia juga berharap Jokowi segera mengambil langkah penyelamatan demi pemberantasan korupsi di negeri ini.
"Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga Bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," katanya.
Agus Rahardjo menganggap kini KPK sedang diserang dari berbagai sisi, apalagi dengan adanya revisi UU KPK.
Ia menyebut KPK tidak diajak berdiskusi oleh pemerintah dan DPR dalam diskusi revisi UU KPK tersebut.
(TribunWow.com)