TRINBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan empat poin penolakan terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Jokowi menyebutkan, KPK harus tetap menjadi lembaga terkuat dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Jokowi saat jumpa pers di Istana Kepresidenan, dalam saluran YouTube KOMPASTV, Jumat (13/9/2019).
"Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.
• Pimpin Pemakaman BJ Habibie, Jokowi: Beliau Sudah Berpikir untuk Indonesia 100 Tahun ke Depan
Menurut Jokowi, substansi RUU KPK yang tidak ia setujui berpotensi mengurangi efektivitas kerja KPK.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR ini yang berpontensi mengurangi efektivitas tugas KPK," ucap Jokowi.
Poin pertama RUU KPK yang tidak disetujui Jokowi yakni tentang kewajiban KPK memperoleh ijin pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.
"Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan."
"Misalnya harus ijin ke pengadilan, tidak (perlu). KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," ujar Jokowi.
• KPK Nyatakan Irjen Firli Langgar Kode Etik karena Pertemuannya dengan TGB, Begini Kronologinya
Jokowi lantas menyebutkan poin kedua yang tidak ia setujui dari RUU KPK yang diajukan DPR.
"Yang kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja," lanjut Jokowi.
Jokowi menyampaikan, penyelidik dan penyidik KPK harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya."
"Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," ungkap Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menyoroti tentang kewajiban KPK yang wajib koordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, saat ini sistem penuntutan KPK sudah baik.
• Anggota Komisi II DPR Tampak Kesal Jubir KPK Ceritakan Suasana di DPR, Karni Ilyas Turun Tangan
"Yang ketiga saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaanjagung dalam penuntutan."
"Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi," ucap Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung perihal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Yang keempat, saya juga tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK (dan) diberikan kepada kementrian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju," tegas Jokowi.
"Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," lanjutnya.
Simak video selengkapnya berikut ini menit 1.00:
Rencana Revisi UU KPK
Diketahui sebelumnya, rencana revisi UU KPK sempat mencuat pada 2017 lalu, seperti dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Selasa (10/9/2019).
Akan tetapi rencana itu ditunda karena mendapat penolakan keras dari kalangan masyarat sipil pegiat antikorupsi.
Hal ini karena mereka menilai poin-poin perubahan dalam UU tersebut akan melemahkan KPK.
Dan dalam Rapat Paripurna pada Kamis (5/9/2019), revisi UU KPK kembali mencuat dan disepakati semua fraksi di DPR.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga disebutkan telah membaca draft revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jokowi lantas meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, untuk mempelajari naskah revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Saya diberikan draf revisi UU KPK untuk saya pelajari, itu saja dulu. Kami akan pelajari dulu. Kami lihat nanti seperti apa," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/9/2019).
Hingga Selasa (10/9/2019), draft RUU KPK itu masih diperhitungkan dan belum dikirim ke DPR terkait hasilnya. (TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Mariah Gipty)