Rusuh di Papua

Di ILC, Mahfud MD Tegaskan Tuntutan Referendum Papua Tak Ada Gunanya: Sudah Tidak Mungkin

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan alasan bahwa tuntutan wilayah Papua untuk referendum tak akan bisa terwujud.

TRIBUNWOW.COM - Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan alasan bahwa tuntutan wilayah Papua untuk referendum tak akan bisa terwujud.

Diketahui, tuntutan referendum diajukan oleh sejumlah masyarakat Papua karena marah atas kasus insiden Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, beberapa waktu lalu.

Hal ini diungkapkan Mahfud MD saat hadir menjadi narasumber dalam acara 'Indonesia Lawyers Club (ILC)' pada Selasa (3/9/2019), dikutip TribunWow.com dari saluran YouTube Indonesia Lawyers Club.

Mahfud MD menegaskan, dalam konteks internasional maupun nasional, tak akan mungkin bagi Papua melakukan referendum.

"Jadi dalam konteks Papua ini kan muncul suara minta referendum. Saya katakan, baik menurut hukum nasional maupun hukum internasional, referendum itu sudah tidak mungkin bagi Papua," ujar Mahfud MD.

"Oleh itu, tema itu itu tidak akan pernah bisa diwujudkan," paparnya.

Sebut Kasus Rasisme Sudah Ditangani Pemerintah, Gubernur Papua: Tidak Ada Lagi yang Demo-demo

"Di dalam tata hukum kita, konstitusi, maupun peraturan perundang-undangan lain, tidak ada pengambilan keputusan dengan referendum," ujarnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya ada satu pasal yang digunakan untuk dasar referendum.

"Dulu pernah ada tapi khusus untuk perubahan undang-undang dasar," sebut Mahfud MD.

"Sekarang, menurut hukum internasional yang sering dijadikan dasar untuk referendum itu adalah ICCPR, International Covenant on Civil and Political Rights," ungkap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

"Pasal 1 itu berbunyi begini: 'Setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri', itu bunyi pasal 1 konverensi internasional tentang hak sipil dan politik," kata Mahfud MD.

Fadli Zon Nilai Ada yang Salah dari Strategi Pendekatan Jokowi ke Rakyat Papua, Sarankan Hal Ini

 

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan alasan bahwa tuntutan wilayah Papua untuk referendum tak akan bisa terwujud. (Capture YouTube Indonesia Lawyers Club)

Akan tetapi, pasal itu juga disertai dengan deklarasi bahwa wilayah Indonesia adalah hak miliknya.

"Tetapi supaya diingat, ketika indonesia merativikasi pasal ini, di pasal satunya UU nomor 12 tahun 2005 itu menyatakan, mengesahkan ICCPR ini dengan deklarasi, 'Bahwa semua wilayah yang dikuasai secara sah itu menjadi bagian tidak terpisahkan yang boleh memisahkan diri dari republik indonesia'."

Dan kembali dikuatkan dengan diperbolehkannya mengambil langkah militer apabila ada wilayah yang ingin memisahkan diri.

"Bahkan pasal 4 ICCPR itu mengatakan, 'Setiap pemerintah boleh mengambil langkah apapun, termasuk langkah keamanan dan militer untuk mempertahankan wilayahnya yang sudah diperoleh dan bergabung secara sah'," jelas Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.

"Jadi mari kita hentikan provokasi untuk referendum. Itu tidak akan ada gunanya," paparnya.

Ikut Demo di Sorong terkait Rusuh di Papua, 4 WNA Asal Australia Dideportasi

Lihat video dari menit ke 048:

Tuntutan Referendum

Sebelumnya, kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menjelaskan, aksi unjuk rasa berlangsung di halaman Kantor Bupati Deiyai, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Kamis (29/8/2019).

"Mereka menuntut bupati menandatangani persetujuan referendum," ujar Dedi ketika ditemui di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Rabu (28/8/2019), sore.

Di sela tuntutan para demonstran, aparat kepolisian dan TNI sempat berhasil bernegosiasi.

Di Depan Karni Ilyas, Wiranto Blak-blakan soal Adanya Penumpang Gelap Kasus Rusuh di Papua

Pada saat negosiasi masih berlangsung, Dedi menuturkan, sekitar 1.000 orang tiba-tiba datang ke lokasi dari segala penjuru.

Mereka membawa senjata tajam, bahkan diduga membawa senjata api.

Pada saat itulah kontak tembak antara massa tersebut dengan aparat terjadi.

Dedi menyebut, massa yang tiba-tiba hadir itu diduga kuat merupakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Hingga pada Selasa (3/9/2019), Polda Papua telah menetapkan 10 tersangka dalam kerusuhan tersebut.

"Polda Papua dan polres setempat sudah menetapkan 10 tersangka terkait kerusuhan di sana," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, dikutip dari Kompas.com, Selasa (3/9/2019).

Tersangka diduga melakukan tindak pidana perusakan, kepemilikan senjata tajam, serta melawan petugas.

Pasal yang disangkakan terdiri dari Pasal 170 KUHP, Pasal 212 KUHP, dan Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Ia menuturkan, polisi akan mendalami peran masing-masing tersangka, termasuk pelaku yang menyebabkan seorang anggota TNI gugur saat kerusuhan tersebut.

"Nanti didalami, itu baru penetapan tersangka, nanti akan dikembangkan menyangkut secara spesifik peran masing-masing," ungkapnya.

(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)

WOW TODAY