TRIBUNWOW.COM - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan partainya tidak akan bangga apabila masuk dalam koalisi partai calon pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (1/7/2019), menurut Mardani, apabila tidak ada oposisi publik akan dirugikan.
"Kalau PKS sendiri, enggak bangga, enggak senang (gabung ke koalisi pendukung pemerintah). Yang dirugikan kalau tidak ada oposisi adalah publik. Kepentingan publik tidak akan terwakili secara institusional," ujar Mardani dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Diharapkan Mardani, partai yang mendukung paslon Parabowo Subianto-Sandiaga Uno dapat terus menjadi oposisi yang mengkritik pemerintah Jokowi-Ma'ruf.
• Gerindra Beberkan Pilihan Sikap Oposisi atau Tidak, Singgung PDIP yang Keras meski di Pemerintahan
Dicontohkannya, oposisi berperan mengkritik seperti kebijakan Jokowi mengundang maskapai asing untuk menangani masalah tingginya harga tiket pesawat.
Menurut Mardani, tingginya harga tiket pesawat disebabkan oleh adanya praktik monopoli.
"Jadi kalau enggak ada oposisi, yang rugi publik. Kalau semuanya seragam jadilah neo orde baru," kata Mardani.
Kata Pengamat soal Koalisi
Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi memberikan kritiknya mengenai partai politik oposisi yang memilih berpindah haluan demi sebuah jabatan.
Hal ini diungkapkan saat menjadi narasumber di program 'Apa Kabar Indonesia Malam', di saluran YouTube TalkShow tvOne, Jumat (28/6/2019).
Mulanya, Burhanuddin memberikan tanggapan mengenai berakhirnya koalisi partai kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Koalisi Adil Makmur.
Menurutnya, partai koalisi dibangun dengan separuh hati.
"Sebenarnya ini bagian dari realitas politik kita, kita memilih sistem presidensial dengan multi partai ekstrem akibatnya koalisi yang dibangun setengah hati. Jadi ada dua jenis koalisi, koalisi nominasi pencalonan, dan koalisi pascapemilu," ujar Burhanuddin.
"Dan umunya tidak ada kaitan dengan proses nominasi pencalonan dengan pascapemilu," tambahnya.
"Jadi antara kompetisi di pemilu, dengan pasca-pemilu itu seringkali tidak nyambung, tidak ada link-nya, jadi ini yang menjelaskan hubungan koalisi itu selalu bersifat pragmatis dan transaksional dan ini bukan yang pertama," paparnya.
• Cawagub DKI yang Sudah Ditetapkan Tak Boleh Mundur, Harus Bayar Denda Rp 50 Miliar jika Langgar