Sidang Sengketa Pilpres 2019

Ini Kesimpulan Pakar Hukum soal Saksi Kubu 02, Bedakan Tiga Kelompok: Ada yang Tidak Relevan

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara, Zaenal Arifin Mochtar

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Zaenal Arifin Mochtar membeberkan pandangannya perihal kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidnag sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut diungkapkan Zaenal saat menjadi narasumber dalam program TalkShow tvOne, Kamis (20/6/2019).

Menurut Zaenal, saksi 02 lebih banyak bicara soal alur bagaimana dugaan penggelembungan suara pilpres terjadi.

"Sebenarnya apa yang dikembangkan oleh pemohon lebih banyak bicara soal ada keanehan di DPT, ada keanehan di sistem situng, dan karenanya ada penggelembungan dan penggelembungan ini hasil dari rekayasa kecurangan yang dibangun oleh pihak 01. Kira-kira begitu logikanya," ujar Zaenal.

Akan tetapi menurut Zaenal, saksi 02 tak mempu menjelaskan dugaan kecurangan tersebut.

"Tapi kalau kita lihat semua saksinya, sebenarnya (saksi) tidak mampu menjelaskan itu. Ada beberapa hal misalnya, dari pemohonan itu, menurut saya ada yang relevan, ada yang relevan dan butuh pengejaran lebih lanjut," ungkapnya.

Tanggapi Saksinya yang Tampil di Sidang, Tim Hukum BPN: Psikologis Orang, Susah Jawabnya Kita Atur

Zaenal lalu mengkasifikasikan 3 macam kesaksian dari saksi 02 dalam sidang MK.

"Jadi ada 3 macam,  ada relevan dan butuh pengejaran lebih lanjut, ada yang relevan tapi proses sudah menjawab itu, nanti dipersilakan hakim mau mengejar apa tidak, dan ada yang menurut saya tidak relevan," kata Zaenal.

"Misalnya soal Situng, tidak relevan mempersoalkan situng. Karena situng sama sekali tidak dipakai untuk menentukan siapa pemenang pemilu," ujarnya.

Menurutnyam situng tak memiliki keterkaitan dengan penentu pemenang pilpres.

"Bahwa situng amat penting untuk informasi, saya setuju. Tapi apakah situng penting untuk dipakai dasar untuk menentukan pemenang, tidak sama sekali," tuturnya.

Zaenal beranggapan logika pemohon untuk membuktikan kecurangan pemilu agak tidak nyambung.

"Saya mengakui logika pemohon mengalami lompatan, agak kurang nyambung. Logika pemohon itu adalah mempersoalkan DPT lalu mempersoalkan situng, lalu karena ada probelm DPT dan situng maka pasti ada penggelembungan. Itu agak melompat logika itu menurut saya, keterkaitannya enggak dapat," jelas Zaenal.

"Satu-satunya jembatan keterkaitan yang ia mau buat itu adalah dengan mengatakan kecurangan ini memang dilakukan karena ada perintah, termasuk kepada tim IT, pelatihan untuk mengatakan soal kecurangan, dan itu menurut saya belum terbukti."

Meski Sidang Belum Selesai, Mahfud MD Nilai Sebenarnya MK Sudah Bisa Putuskan Hasil Sengketa Pilpres

Ia juga menyayangkan KPU yang tidak memberi perhatian lebih pada masalah DPT dan status cawapres 01, Ma'ruf Amin.

Soal DPT, menurut Zaenal, seharusnya KPU bisa menghadirkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk menjelaskan mengenai NIK yang diniai ada keanehan oleh saksi 02.

"Soal Ma'ruf Amin, KPU hanya mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pendekatan hukum untuk melihat aturan teks, dan itu jadinya," kata Zaenal.

"Saya ingin mengatakan begini, kalau kita bicara soal pendekatan hukum, ada pendekatan konservatif dan non-konservatif. Pendekatan yang agak tekstualis berdasarkan bunyi undang-undang menurut saya tak perlu diperdebatkan lagi. Ma'ruf Amin pasti memenuhi syarat."

"Tetapi kalau cara pandang kita geser sedikit dari konservatif ke non-konservatif misalnya menganalisis impact-nya terhadap keuangan negara, impact-nya terhadap peraturan lain, bisa jadi logikanya lain. Nah menurut saya itu bisa dijelaskan oleh ahlinya KPU kenapa kemudian pihaknya kekeuh dengan penafsiran konservatif."

Pakar Hukum Tata Negara, Zaenal Arifin Mochtar (Capture Tv One)

"Setelah perdebatan konservatif, non-konservatif, perbedatan selanjutnya adalah soal pertanggngjawaban. Betulkah karena KPU tidak mencoret nama Ma'ruf Amin maka yang bertanggung jawab adalah Ma'ruf Amin dan Jokowi?"

Zaenal menilai, jika KPU tak meloloskan Ma'ruf Amin karena ada persyaratan yang belum terpenuhi, maka ada waktu bagi kubu 01 untuk menguatkan persyaratan.

"Dan level ketiga lagi, sudah ada mekanisme. Kalau ada sengketa administrasi pencalonan, dibawanya ke Bawaslu, kalau tidak puas lanjut ke Pengadilan Tata Usaha Negara, ini yang harusnya bisa dijelaskan dengan detail oleh KPU yang meloloskan Ma'ruf Amin."

Giliran Tim Hukum 01 Bawa Saksi dan Ahlinya dalam Sidang Lanjutan di MK Hari Ini

Lihat videonya di sini

Status Maruf Amin 

Pada awal pembacaan pokok permohonan, Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, mempermasalahkan mengenai status Maruf Amin, yang terdaftar sebagai pejabat dua bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurut Bambang, hal itu bertentangan dengan Pasal 227 huruf P Undang-undang nomor 7 2017 yang menyatakan seorang calon atau bakal calon harus menandatangani informasi atau keterangan dimana tidak boleh lagi menjabat suatu jabatan tertentu ketika dia sudah mencalonkan.

(TribunWow.com)

WOW TODAY