TRIBUNWOW.COM - Pernyataan tim kuasa hukum Kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat menuturkan materi gugatan dalam sidang perdana gugatan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi sorotan media asing.
Diketahui anggota Tim Hukum 02, Denny Indrayana mengutip artikel Guru Besar Hukum dan Indonesianis dari Melbourne University Law School, Profesor Tim Lindsey, dalam persidangan.
Dikutip TribunWow.com dari Theaustralian.com.au, Sabtu (15/6/2019), Lindsey mengatakan kepada The Weekend Australia bahwa artikelnya tidak ada hubungannya dengan dugaan pelanggaran pemilu.
• Jika Kubu 02 Tetap Kalah setelah Pemilihan Ulang di 12 Wilayah Dikabulkan MK, Ini Jawaban Jubir BPN
Ia juga meluruskan bahwa artikel tersebut ia tulis sejak 18 bulan sebelum pemilu berlangsung.
Lindsey mengatakan bahwa artikelnya tersebut membahas mengenai pertanyaan para aktivis apakah unsur-unsur perilaku politik era Suharto muncul kembali di Indonesia.
Ia pun menambahkan bahwa artikelnya tidak menyimpulkan bahwa Jokowi adalah otoriter, seperti yang diklaim oleh tim Prabowo.
“Tim hukum Prabowo memasukkan kutipan dari artikel tersebut dalam petisi mereka, yang jelas-jelas diambil di luar konteks, berisi penekanan (huruf tebal, garis bawah) yang tidak asli, dan sebenarnya tidak mendukung argumen yang mereka katakan bahwa itu mendukung," kata Lindsey.
"Di dalamnya, saya hanya membahas kesulitan politik."
Lindsey mengatakan dia belum berkonsultasi tentang penggunaan artikel itu dan terkejut saat mengetahui artikelnya dikutip dalam persidangan.
• Mahfud MD Sebut Ada Peluang MK Tolak Materi Gugatan Kubu 02: Tergantung Pembuktiannya di Sidang
Diketahui sebelumnya, artikel milik Lindsey yang berjudul 'Jokowi - Neo Orde Baru' itu digunakan tim hukum 02 untuk menguatkan argumen bahwa capres pertahana kubu 01, JokoWidodo memiliki pemerintahan yang otoriter.
Awalnya Denny menuturkan bahwa MK seharusnya juga membuat keputusan mengenai proses pemilu yang curang.
“Sebagai penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak hanya membuat keputusan tentang hasil pemilu tetapi juga pada semua aspek pemilu karena penipuan dan kecurangan dalam proses pemilihan berarti hasil pemilu tidak sah," ujar Denny dalam ruang pengadilan, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Ia lantas melanjutkan dengan menyebut pemerintahan Jokowi rezim yang korup dan menindas.
Denny lalu memberikan contoh artikel Lindsey yang diterbitkan pada Oktober 2017 di situs web Indonesia di Melbourne.
“Terutama jika penipuan itu dilakukan oleh petahana yang rezimnya korup dan menindas. Beberapa bahkan membandingkan pemerintahan saat ini dengan Orde Baru (Suharto), termasuk profesor Tim Lindsey dalam artikelnya, Jokowi - Neo Orde Baru. ”
"Mengapa pemerintah saat ini tidak takut menggunakan penipuan untuk memenangkan pemilu, dengan memobilisasi pasukan keamanan, birokrat, pekerja perusahaan milik negara dan mitra koalisi", tambahnya.
• BPN Beberkan Alasan Kubunya Minta Perlindungan Saksi, TKN Curiga: Jangan-jangan Saksinya Tidak Ada
Tanggapan Mahfud MD
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai penggunaan artikel Lindsey tidak tepat.
"Jadi penggunaan artikel dari guru besar universitas Australia itu tidak memiliki relevansi," kata Mahfud saat menghadiri halal bihalal bersama Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) Kalbar di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (16/9/2019), dikutip TribunWow.com dari Kompas.com.
Mahfud meyakini, hal tersebut tidak akan menjadi pertimbangan hakim.
• Tim Hukum 02 Kutip Artikel Guru Besar Australia di Sidang MK, Mahfud MD: Tak Memiliki Relevansi
"Yang dipertimbangkan hakim adalah pokok gugatan dan kecurangan yang harus dibuktikan," ucapnya.
Ditambahkannya, setiap perkara yang diangkat, penyelesaian yang final hanya ada di MK.
"Kalau masih mau melawan MK yang akan dihadapi adalah penegakan hukum," ujarnya.
(TribunWow.com)
WOW TODAY: