TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai permohonan gugatan kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di sidang perdana sengketa Pilpres 2019 tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup dan meyakinkan.
Diberitakan TribunWow.com, hal itu disampaikan Mahfud MD dalam program acara Metro Pagi Primetime di Metro TV pada Sabtu (15/6/2019).
Awalnya, pembawa acara menanyakan terkait tanggapan Mahfud MD soal gugatan kubu 02 Prabowo-Sandiaga.
• Mahfud MD Sebut Pihak yang Berhak Menetapkan Presiden dan Wapres, Apakah MK, MPR, atau KPU?
Mahfud MD mengatakan setiap permohonan gugatan yang diajukan ke MK belum tentu dikabulkan.
"Permohonan itu pasti dapat diterima oleh MK tetapi belum tentu dikabulkan. Jadi di dalam hukum itu dapat diterima itu artinya bisa diperiksa, karena memang jadi wewenangnya MK, sedangkan dikabulkan atau tidak itu substansinya itu benar atau tidak, itu dulu," terang Mahfud MD.
Mahfud MD mengungkapkan kemungkinan gugatan di MK dikabulkan akan tergantung pada tahap pembuktian.
"Belum dikabulkan, baru diterima untuk diperiksa. Itu nanti akan ditulis kembali kepada vonis MK yang terakhir bahwa permohonan pemohon dapat diterima, kemudian eksepsi termohon mungkin diterima sebagian, mungkin ditolak sebagian, mungkin ditolak semuanya itu bisa."
"Tetapi dalam pokok perkara itu mengabulkan atau tidak itu sudah menyangkut substansi, itu nanti tergantung pada pembuktian," urai Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud MD menilai gugatan kubu 02 Prabowo-Sandiaga ke MK lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif.
Dirinya juga menilai bukti dari relawan tidak akan kuat dibuktikan secara hukum.
"Menurut saya apa yang diajukan oleh pemohon 02 kemarin itu perkaranya lebih banyak ke kualitatif bukan kuantitatif."
"Misalnya tidak ada tanda-tanda untuk membuktikan dengan formulir yang sah bahwa angka 52 persen itu didukung oleh fakta hukum, karena katanya bukti-buktinya dari relawan, bukti-bukti tidak boleh dari relawan, harus dari saksi resmi dan dari KPU yang ditandatangani dan distempel oleh KPU," jelas dia.
• Mahfud MD Tanggapi Permohonan 02 agar MK Menunjuk Prabowo-Sandi sebagai Presiden dan Wapres
Menurutnya, kalau bukan saksi resmi atau pihak dari KPU maka hal itu akan dikesampingkan secara hukum.
"Jadi fokusnya nanti pada kecurangan yang sudah diungkap sekian banyak," imbuh dia.
Saat ditanya apakah pemohon yakni kubu 02 Prabowo-Sandiaga memiliki data kuantitatif yang cukup, Mahfud MD meragukannya.
"Menurut saya tidak ada data kuantitatif yang cukup meyakinkan, itu nanti ya, mungkin formalitas saja tetapi kalau dikatakan bahwa datanya itu dari relawan, itu tidak mempunyai kekuatan hukum laporan relawan itu, yang bisa dipakai itu adalah C1."
"Yang dulu pernah dijanjikan di awal oleh Pak Prabowo tanggal 17-18 menyatakan kepada para petugas lapangan para relawan untuk amankan C1 dari di tingkat TPS sampai tingkat pusat. Ternyata kemarin (pemohon) tidak nyebut bahwa mereka mempunyai C1 dan nampaknya memang berdasarkan gejala yang selama muncul, C1-nya mereka tidak punya untuk disandingkan, mungkin punya tapi kalau disandingkan tapi sama saja," beber Mahfud MD.
Simak video selengkapnya di menit awal:
Gugatan Pemohon di MK
Sebelumnya diberitakan, kubu 02 Prabowo-Sandi memaparkan hasil perolehan suara Pilpres 2019 saat pembacaan materi gugatan sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menyebut Prabowo-Sandi memperoleh suara sebesar 52 persen, unggul dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Bambang menilai, perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidaklah tepat.
Termohon telah menetapkan perolehan suara masing-masing pasangan calon sebagai berikut, Joko Widodo-Ma'ruf Amin suaranya 85.607.362 dengan 55,5 persen. Prabowo-Sandi 68.650.239 atau 44,5 persen," kata Bambang.
"Bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut tidak sah, menurut hukum karena perolehan suara pasanan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, di atas atas nama Jokowi-Ma'ruf, sebenarnya ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum, atau setidak-tidaknya disertai dengan penyalahgunaan kekuasaan presiden petahana yang juga adalah capres nomor 01," jelasnya.
Atas pernyataannya itu, Bambang lantas mengumumkan data yang disebutnya sebagai data yang benar menurut pemohon.
"Bahwa perolehan suara yang benar menurut pemohon setidak-tidaknya adalah sebagai berikut, Joko Widodo-Ma'ruf Amin adalah 63.573.169 atau 48 persen, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, berjumlah 68.650.239 atau 52 persen," tegasnya.
Dari laporan tersebut, diketahui ada perbedaan angka antara jumlah pemilih yang dipaparkan dalam hasil rekapitulasi KPU, dan jumlah yang diklaim oleh pihak BPN.
• 22 Juta Suara Jokowi-Maruf Menghilang saat Tim Hukum Prabowo-Sandi Umumkan Hasil Perhitungan Suara
Menariknya, perolehan suara yang dimiliki Prabowo-Sandi masih tetap sama, baik dalam hasil rekapitulasi KPU maupun dari klaim BPN.
Hanya saja, suara Jokowi-Ma'ruf dalam klaim BPN hilang 22.034.193 suara.
Hilangnya suara Jokowi ini dihasilkan dari selisih data rakapitulasi KPU dengan klaim BPN.
Atas pemaparan ini, maka didapat ada perbedaan jumlah suara sah antara rekapitulasi KPU dengan klaim BPN.
Sementara itu, sebagaimana diketahui, dalam Pemilu 2019 ini, ada total 192.866.254 jumlag pemilih.
Namun, KPU mencatat, hanya 158.012.506 orang yang menggunakan hak suaranya, dengan rincian 154.257.601 suara sah dan 3.754.905 suara tidak sah.
Sementara itu tak seperti KPU, BPN ternyata hanya menghitung 132.223.408 suara sah.
(TribunWow.com.com/Vintoko/Ananda)
WOW TODAY