TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, memberikan tanggapannya atas permintaan Aceh untuk mewacanakan referendum.
Diberitakan TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Mahfud MD melalui sambungan telepon di acara Editorial Media Indonesia seperti tampak dalam saluran YouTube metrotvnews, Senin (3/6/2019).
Dalam pemaparannya, awalnya Mahfud MD menegaskan bahwa di Indonesia sudah tidak ada lagi ketentuan hukum yang memperbolehkan adanya referendum, terlebih untuk menentukan status hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
• Prabowo Dijadwalkan Bertemu SBY di Cikeas pada Senin Sore untuk Sampaikan Belasungkawa
"Peraturan soal itu sudah dicabut saat masa reformasi. Untuk itu sekarang ini tidak ada jalan hukum yang bisa melaksanakan, meminta pelaksanaan referendum," tegas Mahfud MD.
Mahfud MD lantas menilai pemerintah perlu untuk berlaku tegas.
"Saya kira pemerintah harus tegas bahwa itu tidak ada referendum itu," papar Mahfud MD.
Mahfud MD lantas ditanya soal apakah mengajukan referendum itu sama dengan makar, karena merupakan upaya memisahkan diri dari NKRI.
Menanggapi itu, Mahfud membenarkan.
• Prabowo Dijadwalkan Bertemu SBY di Cikeas pada Senin Sore untuk Sampaikan Belasungkawa
"Ya intinya begitu. Kalau referendum, untuk menentukan nasib sendiri ya itu artinya sudah di luar dari koridor konstitusi, sudah melanggar hukum-hukum tentang kedaulatan kita. Hukum keamanan dan pertahanan kita," jelas Mahfud MD.
"Oleh sebab itu harus di jaga dengan sebaik-baiknya, tetapi karena ini terkait dengan soal politik yang sifatnya situasional, menurut saya perlu dilakukan pendekatan-pendekatan atau dialog-dialog yang lebih persuasif tanpa mengurangi sikap tegas kita bahwa wilayah Republik Indonesia sekarang ini sudah batas yang tidak bisa diutak-atik lagi dengan cara apapun," imbuh dia.
• Respons Jokowi saat Dikabarkan Sudah Kantongi Mapping dan Dalang Rusuh 22 Mei
Simak video selengkapnya mulai menit ke 5.20:
Sementara itu dilansir oleh BBC sebelumnya, Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf memberikan wacana referendum di Aceh.
Wacana tersebut dikemukakan oleh Muzakir setelah pengumuman hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang menempatkan pasangan calon (paslon) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin unggul.
Sementara di Aceh paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang telak dengan perolehan 81 persen.
"Hampir 90% rakyat Aceh memilih Prabowo-Sandi. Ini harapannya bahwa ada secercah harapan untuk perubahan di Aceh," ujar Muzakir pada BBC, Kamis (30/5/2019).
• Bantah Isu Dendam Politik, Ketua DPP PDI-P Tanggapi Momen Jabat Tangan SBY dan Megawati
Muzakir memberikan pilihan pada wacananya itu, yaitu dengan tetap menjadi bagian wilayah Indonesia atau lepas dan menjadi negara baru, sebagaimana dalam kasus Timor Leste.
Mantan panglima Gerekan Aceh Merdeka (GAM) yang saat ini menjabat sebagai ketua umum Komite Peralihan Aceh (KPA) dan sekaligus ketua umum Partai Aceh (PA) ini memaparkan alasannya mewacanakan hal tersebut.
"Kita tahu bahwa Indonesia, beberapa saat lagi akan dijajah oleh asing. Itu yang kita khawatirkan. Karena itu, Aceh lebih baik mengikuti Timor Timur. Kenapa Aceh tidak," ungkap BBC.
"Kita menyatu dengan republik ini dengan suatu harapan, harapan yang lebih baik bagi Aceh dan masa depan Aceh selanjutnya tetap dalam negara kesatuan republik. Tetapi kalau saluran-saluran itu perlahan tidak membuahkan hasil, akhirnya beliau harus bersuara lantang seperti itu."
Menurut Marzuki AR, wacana referendum itu dapat dimaknai sebagai bentuk ketidakpuasan atas dua hal utama.
• Bantah Isu Dendam Politik, Ketua DPP PDI-P Tanggapi Momen Jabat Tangan SBY dan Megawati
"Aceh mempunyai konsensus dengan Republik Indonesia menyangkut MoU Helsinki. Sampai hari ini tidak semua poin-poin yang kita sepakati terealisasi. Itu yang pertama, kata Marzuki AR dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir pada Rabu (29/5/2019).
(TribunWow.com/Ananda Putri Octaviani)
WOW TODAY: