TRIBUNWOW.COM - Dua Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yakni Hamdan Zoelva dan Mahfud MD menceritakan pengalamannya saat harus memutuskan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2009 dan 2014.
Diketahui Hamdan merupakan mantan ketua MK di tahun pilpres 2014 sedangkan Mahfud MD mantan ketua MK di tahun pilres 2009.
Hamdan Zoelva
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (27/5/2019), Hamdan menceritakan dari segi tekanan yang dialami oleh para hakim MK dalam menangani sengketa.
Menurutnya ada tekanan psikologis dari kubu paslon atau kontestan.
"Tantangan yang paling berat menangani sengketa pilpres itu adalah tekanan psikologis dari kubu kanan dan kiri," ujar Hamdan, Senin (27/5/2019).
Dikisahkannya, saat ia menjabat ketua MK, sengketa PHPU Pilres 2014 sebenarnya sengketa yang sederhana.
Akan tetapi ia memiliki tekanan dari capres-cawapres yang berkontestasi.
"Memang kalau dilihat dari pengalaman Pilpres 2014 lalu tekanan psikologis jadi tantangan juga untuk saat ini (Pilpres 2019)," paparnya.
• Reaksi Jokowi soal Bambang Widjojanto Sebut MK Jangan Jadi Bagian Rezim Korup: Jangan Dilecehkan
Ia mengatakan tekanan psikologis akan berhubungan dengan independensi hakim MK.
"Tantanganya adalah lembaga pemutus (MK) bisa dipercaya atau tidak. MK diharapkan jadi institusi hukum yang menjalankan fungsinya dengan baik," ucapnya.
Mahfud MD
Mahfud MD yang juga Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK) mengingat hal yang sama terjadi di pilpres 2009 saat dirinya menjadi Ketua MK.
• Kata 3 Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi soal Gugatan Sengketa Pilpres Prabowo-Sandi
Dikutip TribunWow.com dari tayangan program metrotvnews, Sabtu (25/5/2019), Mahfud mengatakan kondisi saat itu sama dengan kondisi saat ini, yakni banyak ada unjuk rasa terjadi.
Saat itu capres pertahana yakni Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga dituding berlaku curang dalam pilpres, sehingga paslon lainnya mengajukan gugatan ke MK.
"Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh presiden SBY waktu itu," ujar Mahfud.
• Penjelasan Mahfud MD soal Situasi 22 Mei 2019 & Tahun 1998: Kita Bisa Identifikasi Siapa yang Tampil
Ia juga mengatakan ada banyak aksi unjuk rasa saat itu.
"Seminggu sebelum putusan MK, itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian kita ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu, bahwa sesudah memeriksa dengan seksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore," ujar Mahfud.
Ia lalu mengatakan sikap paslon lain saat itu ada Ketua Umum Partai PDIP, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla-Wiranto.
"Jam setengah 5 Bu Megawati dengan sikap kenegarawannya bilang dari kediamannya kami menerima keputusan ini, karena itu sudah keputusan hukum'."
"Pada waktu yang bersamaan Pak Jusuf Kalla waktu itu yang berpasangan dengan Wiranto juga menyatakan menerima, akhirnya saat itu juga ketegangan mereda, dan besoknya situasi negara ini berjalan normal, itu tanggal 15 Agustus tahun 2009," ujar Mahfud.
• Mantan Ketum PAN Soetrisno Bachir Dukung PAN ke Koalisi Jokowi: Banyak Maslahat daripada Mudaratnya
Mahfud lalu menduga hal yang sama akan terjadi pada 28 Mei nanti.
"Saya juga menduga begini nanti, tanggal 28 Juni insyaallah akan terjadi hal yang sama ketika salah satu dinyatakan kalah, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, akan menerima putusan MK," ujar Mahfud.
"Rakyat itu akan tenang kalau begitu, asal MK nya benar-benar ya," pungkasnya.
Lihat videonya di menit ke 5.12:
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)
WOW TODAY: