TRIBUNWOW.COM - Wakil Direktur Komunikasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ipang Wahid memberikan tanggapan atas kampanye Calon Presiden nomor 02, Prabowo Subianto yang dinilai sarat politik identitas.
Diberitakan TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Ipang Wahid dalam program Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Minggu (7/4/2019) malam.
Dalam pemaparannya itu, Ipang Wahid tampak menyinggung surat dari Presiden ke-6 RI yang juga merupakan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
• Umi Pipik Mengaku Merinding hingga Menangis Lihat Video Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di GBK
Ipang Wahid menilai, apa yang menjadi kegundahan masyarakat terkait kampanye Prabowo sudah diwakili dengan baik oleh surat SBY.
Menurut Ipang Wahid, SBY telah menarasikan kegundahan masyarakat dengan sangat baik dan juga dengan cara yang indah.
"Kalau bagi saya, saya rasa apa yang menjadi kegalauan atau kegundahan dari hampir semua masyarakat Indonesia di situ, doanya sudah terkabulkan oleh Pak SBY," kata Ipang Wahid.
"Saya rasa patut berterimakasih pada Pak SBY karena sudah dinarasikan dengan baik sekali, dengan sangat indah sekali oleh Pak SBY, dengan suratnya beliau kepada pengurus Partai Demokrat," sambung dia.
Ipang Wahid mengatakan, dirinya dan TKN tidak memiliki wewenang untuk memberikan pandangan berlebih terkait masalah substansi kampanye.
"Kalau masalah substansi, saya rasa kita semua setuju, artinya kami, pihak TKN, tidak dalam posisi untuk memberikan pandangan yang terlalu berlebihan," ungkap Ipang Wahid.
"Semua sudah dinarasikan dengan baik sekali oleh Pak SBY. Masalah eksklusif melawan inklusif, segala macam kan. Itu juga sudah baik," imbuh dia.
Bahkan, menurut Ipang Wahid, penuturan SBY tentang masyarakat yang terbelah juga sudah disampaikan dengan sangat baik.
"Kita tidak bisa ke depannya seperti ini. Artinya, membangun sebuah negara, menjadi seorang pemimpin, itu adalah milik semua," jelas Ipang Wahid, mengartikan narasi dari SBY.
"Ini, bagi Pak SBY ya, ini adalah kampanye akbar, ini kampanye udah di ending untuk di Jakarta ini adalah yang terakhir."
"Dengan size yang begitu besar, tapi pengemasannya (kampanye) seperti yang kita lihat tadi. Nah itu mungkin membuat Pak SBY gundah," papar dia.
• Video Detik-detik Bendera Merah Putih Raksasa Merayap di Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di GBK
Ipang Wahid berpendapat, SBY gundah karena memikirkan kelompok lain di luar kelompok yang hadir di kampanye akbar Prabowo di Jakarta.
"Artinya, terus bagaimana dengan kelompok yang lain? Apakah tidak terwakili di situ? Nah itu mungkin, bagi kami, itu yang membuat Pak SBY gundah pada hal-hal seperti itu," tandas Ipang Wahid.
Simak videonya mulai menit ke 4.00:
Diberitakan TribunWow.com sebelumnya, Pasangan Calon 02 Prabowo-Sandiaga telah usai melakukan kampanye akbar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (7/4/2019).
Sebelum kampanye akbar itu terselenggara, rekan koalisi Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat melontarkan protes.
Protes tersebut disampaikan SBY melalui surat yang ia tulis dari Singapura.
Surat itu ditujukan pada tiga elit Demokrat yakni Amir Syamsudin, Syarief Hasan, dan Hinca Pandjaitan.
Dalam suratnya, SBY mengatakan dirinya sempat menerima kabar soal konsep kampanye Prabowo-Sandi.
Menurutnya, kampanye itu tak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.
• Prabowo Sindir Program Kartu Jokowi, Maruf Amin: Orang Perlu Keterampilan, Tak Ujug-ujug Kerjaan
Lalu, SBY meminta agar para elit Demokrat tersebut memberi saran pada Prabowo agar mengadakan kampanye yang mencerminkan kebhinekaan dan persatuan.
Selain pada Prabowo, SBY juga menitipkan surat itu untuk disampaikan pada capres 01 Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu berkaitan dengan isu pro Pancasila dan pro Khilafah.
Berikut ini isi surat Susilo Bambang Yudhoyono yang diterima oleh TribunWow.com, Minggu (7/4/2019):
Isi Lengkap Surat SBY:
Kepada yang terhormat
1.Ketua Wanhor PD Amir Syamsudin
2.Waketum PD Syarief Hassan
3. Sekjen PD Hinca Panjaitan
Bismilahirrahmanirrahim
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Salam Sejahtera
Salam Demokrat !
Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu konsentrasi perjuangan politik jajaran Partai Demokrat di tanah air, utamanya tugas kampanye pemilu yang tengah dilakukan saat ini, karena terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019 yang lalu saya sudah memandatkan dan menugaskan Kogasma dan para pimpinan partai untuk mengemban tugas penting tersebut.
Sungguhpun demikian, saya tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agar kampanye yang dijalankan oleh Partai Demokrat tetap berada dalam arah dan jalur yang benar, serta berlandaskan jati diri, nilai dan prinsip yang dianut oleh Partai Demokrat.
Juga tidak menabrak akal sehat dan rasionalitas yang menjadi kekuatan partai kita.
Sore hari ini, Sabtu, tanggal 6 April 2019 saya menerima berita dari tanah air tentang "set up", "run down" dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres-cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto-Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta.
Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar.
• 4 Janji Prabowo Subianto saat Kampanye Akbar di Stadion GBK
Malam hari ini, saya mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari pihak lingkaran dalam Bapak Prabowo, berita yang saya dengar itu mengandung kebenaran.
Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, Capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:
Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian didalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan "inclusiveness", dengan sasanti "Indonesia Untuk Semua" Juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. "Unity in diversity".
Cegah demonstrasi apalagi "show of force" identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.
Pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan ini adalah untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua. Karenanya, sejak awal "set up"nya harus benar. Mindset kita haruslah tetap "Semua Untuk Semua" , atau "All For All".
Calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya adalah untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terpilih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh dan insya Allah akan berhasil.
Sebaliknya, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal "kawan dan lawan" untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa.
Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi dan Pak Prabowo.
Saya pribadi, yang mantan Capres dan mantan Presiden, terus terang tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai "pro Pancasila" dan "pro Kilafah".
Kalau dalam kampanye ini dibangun polarisasi seperti itu, saya justeru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya.
Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation.
Saya pikir masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik. Seperti yang kita lakukan dulu pada pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014. Bangsa kita sangat majemuk. Kemajemukan itu di satu sisi berkah, tetapi disisi lain musibah. Jangan bermain api, terbakar nanti.
Para kader pasti sangat ingat, Partai Demokrat adalah partai Nasionalis-Relijius. Bagi kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati.
Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis. Indonesia adalah "Negara Pancasila" dan juga "Negara Berke-Tuhanan". Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya.
Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan kilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai kilafah ataupun radikal.
Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah. Politik begini bisa menyesatkan. Sejak awal harusnya narasi seperti ini tidak dipilih. Tetapi sudah terlambat. Kalau mau, masih ada waktu untuk menghentikannya.
Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrim, lebih baik diberi tahu , apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang (2019-2024). Apa solusinya, apa kebijakannya?.
• Aa Gym Ungkap Ketakjuban pada Foto Wanita yang Berdoa di Kampanye Akbar Prabowo-Sandi
Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan identitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan. Gantilah dengan platform, visi, misi dan solusi. Tentu dengan bahasa yang mudah dimengerti rakyat. Sepanjang masa kampanye, bukan hanya pada saat debat saja.
Demikian Pak Amir, Pak Syarief dan Pak Hinca pesan dan harapan saya. Ketika saya menulis pesan ini, saya tahu AHY berada dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta, setelah menjenguk Ibu Ani yang masih dirawat di NUH.
Partai Demokrat harus tetap menjadi bagian dari solusi, dan bukan masalah. Selamat berjuang, Tuhan beserta kita.
Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Singapura, 6 April 2019
Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono.
TONTON JUGA:
(TribunWow.com/Nanda/Tiffany)