Kabar Tokoh

Soal Wacana TNI ke Ranah Sipil, Rizal Ramli: Jangan Coba Membalikkan Jarum Jam Sejarah

Penulis: Laila N
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rizal Ramli

TRIBUNWOW.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memberikan tanggapan soal polemik TNI masuk ke ranah sipil.

Dilansir oleh TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @RamliRizal, Minggu (24/2/2019).

Awalnya, Direktur Ekskutif Lembaga Survei Indikator, Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa jangan sampai ada Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia - sebutan TNI saat itu).

"Seorang kawan mengirim foto saat saya mengomentari agar tak ada udang di balik dukungan para jenderal.

Jangan sampai Dwifungsi ABRI menjelma kembali melalui penempatan tentara aktif di lembaga2 sipil," kicau Burhanuddin Muhtadi melalui akun Twitter miliknya @BurhanuddinMuhtadi, Sabtu (23/2/2019).

Bahas soal Impor Ugal-ugalan, Rizal Ramli: Saya akan Kampanye Jangan Pilih Jokowi

Setuju dengan pendapat Burhanuddin Muhtadi, Rizal Ramli memaparkan bahwa Dwifungsi ABRI dihapus karena ada tuntutan gerakan reformasi.

Sehingga jangan sampai ada yang berusaha membalikkan sejarah dengan menerapkan kembali hal serupa.

"Penghapusan Dwi Fungsi adalah salah satu tuntutan dan hasil gerakan reformasi. Jangan ada yg coba2 membalikkan jarum jam sejarah ! Jangan sok2 kuoso," tulis Rizal Ramli.

 

Diketahui, wacana TNI ke ranah sipil telah ramai dibicarakan oleh sejumlah tokoh.

Hal itu bermula dari banyaknya TNI yang menganggur karena tidak ada yang dikerjakan.

Dikutip dari Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga mengakui banyaknya TNI yang menganggur tersebut.

"Tenaga TNI banyak yang menganggur. Ada lebih dari 500 perwira menengah kolonel yang nganggur. Saya bilang, Pak (Jokowi) ini bisa masuk," kata Luhut di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).

Oleh karena itu ia menyampaikan ke Jokowi soal rencana penempatan perwira TNI di kementerian dan lembaga.

Menurut Luhut, akan ada banyak posisi yang bisa diisi oleh perwira TNI.

Lantaran tidak banyak pekerjaan yang tidak dikuasai sipil.

"Saya jelaskan (kepada Jokowi) tidak sampai setengah jam. Saya bilang itu akan ciptakan lapangan kerja lagi bagi perwira TNI," sambung Luhut.

Di ILC, Rizal Ramli Sebut Jokowi Kena Karma Lingkungan: Cari Raja Hoaks Pendamping Ratna Sarumpaet

Diketahui, kabar soal TNI itu mencuat setelah Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Sisriadi menyebut ada 60 posisi yang bisa diisi perwira menengah dan tinggi TNI di kementerian/lembaga negara.

Hal itu akan dipastikan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang kini sedang direvisi oleh TNI.

Sementara itu, diberitakan BBC,  Kamis (7/2/2019), ratusan TNI menganggur dan tidak memegang jabatan karena jumlah para personel yang berlebihan.

Karena itu, para perwira TNI hanya mengikuti apel harian dan tidak bertanggung jawab atas sebuah pekerjaan.

Kondisi ini membuat pemerintah mewacanakan lapangan kerja baru, termasuk di lembaga sipil.

Usul ini lantas menuai kontroversi, karena dianggap bisa meniumbulkan terjadinya dwifungsi militer ala Orde Baru.

Tak hanya itu, anggaran negara juga dianggap bakal sia-sia untuk menggaji para TNI yang tidak memegang jabatan.

Jawaban Mahfud MD saat Ditanya soal Korupsi Terbesar hingga Singgung Sejumlah Nama Partai

Dalam UU 32/2004 tentang TNI, selain di internal militer, ada 10 lembaga sipil yang menyediakan jabatan bagi perwira TNI.

"Ada jabatan yang terbatas, itu kami pahami, tapi tidak perlu revisi undang-undang untuk memperbolehkan TNI duduk di jabatan sipil," kata Anggota Komisi I DPR, Mohamad Arwani Thomafi, Rabu (6/2/2019).

Menanggapi polemik yang ada, Juru Bicara TNI Brigjen Sisriadi mengatakan bahwa terlibatnya TNI di lembaga sipil tidak akan mengulang sejarah dwifungsi ABRI.

"Ada kementerian tertentu yang menggunakan tenaga perwira TNI, mereka keuntungannya, yaitu militansi, tapi bukan militerisme," kata Sisriadi.

"Dwifungsi menempatkan ABRI sebagai kekuatan pertahanan, sosial, dan politik. Tapi politik sudah kami hindari sejak reformasi. Mencium bau politik saja kami sudah sakit gigi," sambungnya. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)