Kabar Tokoh

Fadli Zon Kritik Pemerintah Pusat soal Penanganan Pasca Gempa Palu: Memprihatinkan

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kritisi penanganan pasca gempa Palu, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Hal tersebut disampaikan Fadli Zon melalui kicauan di akun Twitter @fadlizon, Senin (25/2/2019).

Dalam kicauannya itu, Fadli Zon memaparkan bahwa kedatangannya di sana adalah untuk melakukan kunjungan kerja.

Dari Prabowo, Fadli Zon hingga Titik Soeharto Bersedia Jadi Penjamin Ahmad Dhani

Fadli Zon mengungkapkan bahwa meskipun sudah lima bulan berlalu, warga korban gempa, likuifaksi, dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, masih banyak yang bertahan di tenda-tenda darurat.

Pasalnya, pembangunan hunian sementara yang ditargetkan selesai pada 28 Desember 2018, nyatanya masih belum rampung.

Sementara pembangunan hunian tetap masih dikerjakan di tahap awal.

Fadli Zon juga menyebutkan soal fasilitas yang sulit di dapat para pengungsi, mulai dari listrik hingga air bersih.

Ia lantas mengkritisi pemerintah pusat karena faktanya penanganan dilakukan dengan lambat.

Prabowo Kembali Disinggung Tak Tahu soal Unicorn, Fadli Zon: Popcorn Saja Ngerti

Berikut kicauan lengkap Fadli Zon terkait hal tersebut:

"1) Lima bulan pasca bencana gempa, likuifaksi dan tsunami di Palu Sulawesi Tengah, masih banyak warga bertahan di tenda-tenda darurat dengan fasilitas minim. Sebagian sudah tinggal di rumah hunian sementara (huntara).

2) Dalam kunjungan kerja kali ini,
Senin 25 Februari 2019, sy mengunjungi dua bencana likuifaksi, yaitu di Petobo dan Balaroa. Sy juga melihat lokasi pengungsian dan hunian sementara (huntara).

3) Masih ada masyarakat yg tinggal di tenda-tenda darurat. Hal ini krn pembangunan huntara yg ditargetkan, belum tuntas dikerjakan. Padahal, target seharusnya selesai pada 28 Desember 2018.

4) Pembangunan huntara perlu dipercepat krn butuh waktu masyarakat yg jadi korban untuk pindah ke lokasi hunian tetap (huntap). Tadi sy lihat kawasan Duyu yg akan dijadikan lokasi huntap masih dikerjakan tahap sangat awal.

5) Catatan huntara di lapangan, baru 400an unit yg selesai dikerjakan oleh PUPR dari target 1.200 unit huntara. Dari 400-an unit yg selesai, itupun baru sebagian yg sudah bisa ditempati.

6) Sebagian belum teraliri listrik. Keterlambatan ini akhirnya menambah sulit kehidupan para korban bencana, dimana pada saat sama juga masih mengalami trauma berat.

Bahas soal Perpu HGU untuk Jokowi dan Prabowo, Fahri Hamzah: Saya Mohon Maaf

7) Selain itu, warga di tenda darurat juga kerap kekurangan air bersih. Kondisinya secara umum masih jauh dari layak.

8) Pembangunan huntara ini sudah sangat mendesak. Sebab masih banyak agenda pasca bencana lainnya, seperti kepastian dana stimulan, misalnya.

9) Direncanakan ada dana stimulan sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10 juta untuk rusak ringan. Kepastian dana ini perlu diperjelas oleh pemerintah pusat. Sebab yg memiliki wewenang untuk mencairkannya adlh pemerintah pusat.

10) Kondisi ini sangat memprihatinkan. Selama ini kita dengar pemerintah pusat telah bergerak cepat. Tapi faktanya belum demikian. Penanganan bagi para korban bencana, jelas tak bisa dilepaskan sepenuhnya kepada Pemerintah provinsi.

11) Hal ini tak seharusnya terjadi, jika pemerintah punya perencanaan serius dalam aspek manajemen dan anggaran.

12) Indonesia yg berada pada tingkat kerawanan bencana tinggi, politik anggarannya seharusnya bersifat preventif terhadap penanganan bencana. Tapi sayangnya tak demikian.

13) Berdasarkan nota keuangan 2019, alokasi anggaran untuk BMKG, misalnya, Rp1,75 triliun. Angka itu memang naik 9,37 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya. Namun angka itu jauh di bawah anggaran yg diajukan BMKG sebesar Rp2,7 triliun.

14) Pada tahun lalu, kebutuhan anggaran BMKG mencapai Rp2,69 triliun, namun anggaran yg dialokasikan hanya Rp1,70 triliun. Pada tahun 2017, dari kebutuhan Rp2,56 triliun, anggaran yg diberikan Rp1,45 triliun.

15) Akibatnya, BMKG mendapatkan kendala untuk merawat, memperbaiki, ataupun melakukan pengadaan peralatan yg terkait dgn monitoring dan ‘early warning system’ kebencanaan. Sistem penanganan kebencanaan kitapun jadi lemah".

16) Hal yang lebih perihatin dialami oleh @BNPB_Indonesia. Pada 2018 BNPB mendapatkan anggaran sekitar Rp 700 miliar. Namun di 2019 ini, turun menjadi Rp 610 miliar. Di satu sisi ancaman bencana meningkat, tapi dukungan anggaran bencana menurun.

17) Penurunan ini membuktikan bahwa politik anggaran kita memang didesain untuk tidak mendukung penanggulangan bencana di tanah air," tulis Fadli Zon.

(TribunWow.com)