TRIBUNWOW.COM - Ahmad Riza Patria, anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, menjelaskan bahwa tudingan Jokowi yang mengungkapkan bahwa tim sukses Prabowo-Sandi menggunakan 'Propaganda Rusia' termasuk dalam sebuah bentuk kesalahan.
Pernyataan tersebut diungkap Riza saat tengah menjadi narasumber dalam program Rosi Kompas TV dengan tajuk ''Propaganda Rusia' di Pilpres Indonesia?', Kamis (7/1/2019),
"Ya nenek-nenek ompong juga tahu yang dimaksud tim sukses itu tentu adalah tim daripada Prabowo-Sandi. Sekalipun secara tekstual tidak disebut tim sukses Prabowo-Sandi."
"Kan kita tidak usah bermain dengan kata-katalah. Kita paham siapa yang dituju, siapa yang dimaksud. Ya terbuka saja. Kita enggak keberatan," kata Riza.
"Ya ini politiklah, kita menggunakan segala cara. Cuma yang kami sayangkan, kalau keluar dari Mas Budiman, mohon maaf, dari saya, katakanlah, kita ini politisi."
"Bisa dimaklumi, kira-kira begitulah, kalau kita salah-salah, masih muda. Tapi kalau presiden salah, apalagi menuduh,itu suatu yang...," ucap Riza belum selesai.
"Salah maksudnya gimana? Kan presiden salah dalam konteksnya gimana?," kata Rosiana Silalahi, selaku pembawa acara memotong.
"Ya kan jelas, tim sukses yang dimaksud kan tidak mungkin tim suksesnya sendiri. Tim sukses orang lain kan tidak mungkin tim sukses kepala desa. Ini kan sedang pilpres. Suasana juga di depan relawan dan sebagainya," jelas Riza.
• TKN Jokowi-Maruf Acungkan Dua Jari saat Tak Mau Diinterupsi, BPN Prabowo-Sandi: Kok Tangan Begini
Belum selesai Riza berbicara, Rosi kemudian memotong ucapannya kembali.
"Iya tapi kan maksudnya, presiden jangan sampai salah. Di mana pernyataan presiden yang salah?," tanya Rosi.
Mendengar pertanyaan Rosi, Riza mengungkapkan bahwa tidak sepatutnya sosok yang berperan penting bagi sebuah negara melakukan kesalahan.
"Loh, di mana pun presiden tidak boleh salah. Sebaiknya kan begitu. Menteri boleh salah di koreksi, tapi kalau presiden dikoreksi Menkopolhukam kan enggak baik," tutur Riza menanggapi.
• Heran dengan Sikap BPN Prabowo-Sandi soal UU ITE, Jubir TKN Jokowi-Maruf: Sekadar Jualan Politik?
Kemudian Riza menjelaskan, lantaran pendukung capres terdiri dari berbagai pihak, maka sebuah kewajaran jika timbul kesalahan dari satu diantara pihak tersebut.
"Ya di salahnya tadi saya sebut. Pasti yang dimaksud adalah tim sukses atau relawan atau siapa pun yang mendukung, kan begitu. Itu suatu yang biasa saja. Katakanlah ada yang salah, mungkin. Atau di pihak Jokowi-Ma'ruf ada yang salah, mungkin. Kita ini kan ada timsusnya resmi, ada relawan, ada simpatisan. Tidak mungkin semua dalam kendali kita," ucapnya.
Setelah kemudian ditanya apakah maksud pernyataannya tersebut bahwa dirinya mengakui jika memang benar ada pihaknya yang melakukan 'Propaganda Rusia', Riza justru menolak dengan tegas.
"Bukan itu poin saya. Poin saya, tim sukses itu ada di mana-mana, tapi jelas yang dimaksud Pak Jokowi adalah tim sukses pendukung kami. Cuma tidak disebut," kata Riza menerangkan.
"Tapi kalau yang namanya tim sukses, aturannya pasti yang resmi. Bukan disebut relawan, konstituen, simpatisan, dan sebagainya. Okelah, itu satu poin," sambungnya kemudian.
• TKN Tuding Akun Anonim yang Kerap Buat Hoaks Adalah Milik 02, Rachland Nashidik: Ini Terlalu Lancang
Lebih lanjut, Riza mengungkapkan jika untuk menjaga hubungan antar negara, sebaiknya pihak pemerintah tak mengaitkan nama sebuah negara dengan hal-hal yang berbau negati layaknya propaganda.
"Poin kedua, saya kira kalau disebut 'Propaganda Rusia', kan belakangan diklarifikasi, itu cuma sebutan saja. Tapi kan, ya harusnya presiden memahami. Jangan sebut Rusia, suatu negara, yang hubungannya baik," tutur Riza melanjutkan.
Ia menyayangkan penyebutan nama Rusia dalam propaganda tersebut lantaran yang menyebutkan adalah Jokowi yang notabene masih berstatus sebagai kepala negara.
"Ya sebut aja yang lain. Istilah lain, katakanlah propaganda lainnya. Jangan menyebut negara. Apalagi dihubungkan dengan pilpres Amerika. Itu kan jadi membuka celah komunikasi diplomatik kita. Kan itu Presiden, bukan Budiman, bukan Riza yang menyampaikan," jelasnya kemudian.
• Tanggapan Sandiaga Uno saat Disambut Spanduk Mohon Maaf Pilihan Kami Sudah Tetap Jokowi-Maruf
Sementara itu, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Budiman Sudjatmiko menyebutkan bahwa penyebutan kata 'Propaganda Rusia' tidak mengganggu hubungan diplomatis antar kedua belah pihak.
Justru Budiman menuturkan bahwa belum lama ini pihak Rusia yang diwakilkan oleh duta besar Rusia di Indonesia memberikan sanjungan atas pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Yang jelas, baru-baru saja kemarin Dubes Rusia di Indonesia bikin pernyataan memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apapun itu konteksnya. Tapi bahwa seorang duta besar Rusia yang mengatakan seperti itu, tentu dia punya pertanggungjawaban obyektif untuk mengatakan apresiasinya," kata Budiman.
Budiman menjelaskan bahwa pihak Rusia sesungguhnya telah mengetahui dengan maksud digunakannya sejumlah nama-nama negara dalam sebuah pengistilahan.
"Dengan demikian, kekhawatiran Bung Ariza, thanks untuk kekhawatiran bangsa kita semua ya, tidak terjadi. Rusia juga tahu bahwa saat dulu kita menyebut flu Spanyol, kita berbicara soal macam-macam penyakit yang dihubungkan dengan sebuah bangsa, yang kemudian dia menjadi sebuah perbincangan tidak resmi tentang pengistilahan tertentu," jelasnya.
• Andi Wijayanto Analogikan Isu 'Propaganda Rusia' dengan Strategi Makelar Jual Beli Rumah
Hal itulah yang kemudian membuat hubungan antar Indonesia-Rusia menjadi baik-baik saja, walaupun kepala negaranya sempat menyebutkan kata 'Propaganda Rusia'.
"Terminologi itu ternyata tidak diikuti dengan memburuknya sesuatu seperti itu."
"Yang jelas hari ini ada CEO satu bank di Rusia sedang ada di Indonesia, misalnya seperti itu, dan mantan Menteri Ekonomi Rusia ada di Indonesia, kemudian kemarin duta besar Rusia mengatakan bahwa memuji dan mengapresiasi pertumbuhan ekonomi kita."
"Jadi apa yang dikatakan kekhawatiran itu tidak terjadi," ujarnya menjelaskan.
Untuk memperjelas, Budiman kemudian menerangkan awal-mulanya istilah 'Propaganda Rusia' digunakan.
"Tapi saya harus terangkan gini, 'Propaganda Rusia' itu adalah sebuah terminologi yang digunakan pertama kali untuk menganalisis, yang dikatakan Andi bagus tadi analoginya, untuk kasus perang. Yaitu ketika terjadi perang atau konflik antara Rusia dan Ukraina memperebutkan Crimea," terangnya.
• Sindir Jokowi soal 'Propaganda Rusia', Rachland Nashidik: Presiden tapi Tak Mengerti Adab Diplomatik
Menurutnya, propaganda yang dimaksud adalah menyebarkan isu-isu sebagai sebuah senjata untuk melemahkan lawan.
Hingga kemudian propaganda tersebut diterapkan selama referendum Inggris dengan menggunakan media sosial.
"Namun, tipe propaganda perang itu kemudian dipakai pertama di Brexit, referendum Inggris. Yaitu mengambil sentimen di sosial media, Facebook. Dimana 58 juta orang Inggris dengan sampel Facebook-nya dipindai otaknya. Di-scan dari perilaku sosial medianya," ucap Budiman.
Dari proses itulah kemudian didapatkan data yang kemudian hal-hal negatif yang didapat dari data tersebut disematkan kepada pihak lawan.
"Ketahuan yang dibenci oleh orang Inggris adalah kebab, yang ditakuti oleh orang Inggris adalah orang Pakistan, tapi yang paling dibenci dan ditakuti sekaligus adalah orang Turki."
"Dikumpulin tuh data itu. Kemudian yang paling disukai oleh orang Inggris itu apa, dikumpulin. Nah sudah kekumpul, yang dibenci, dipakailah, disematkan ke lawan. Bener enggak bener pokoknya. Pokoknya yang jelek-jelek ada di kamu, yang baik-baik ada di aku," ungkapnya.
• Tanggapi Kasus Dahnil Anzar, Fadli Zon: Kriminalisasi Ini Sudah Keterlaluan
Budiman kemudian menambahkan bahwa 'Propaganda Rusia' yang awalnya dipakai untuk peperangan, kemudian diterapkan di berbagai pertempuran politik.
Negara yang menggunakan 'Propaganda Rusia' dalam pertempuran politiknya antara lain adalah Amerika serta Inggris.
Drajad Wibowo, anggota BPN Prabowo-Sandiaga kemudian menanggapi pertanyaan yang dilontarkan Rosi terkait apakah tim sukses capres dan cawapres nomor urut 02 bisa melakukan hal semacam itu.
Ia menuturkan pengalamannya saat bertemu dengan tim riset Presiden yang ternyata menggunakan metode yang salah untuk mencari data.
"Ya saya justru malah merasa kasihan dengan Bapak Presiden. Karena kok berkali-kali mendapat masukan yang salah, terus kemudian menyampaikan dengan ucapan yang salah. Terus akhirnya sampai di bilang grasa-grusu oleh Menkeu-nya sendiri."
"Jadi saya punya satu pengalaman, Bapak Presiden pernah mengatakan ekonomi meroket, kemudian kemudian yang membuat analisis itu sempat ketemu sama saya, saya tanya 'gimana kok bisa sampai keluar sperti itu? Saya lakukan seperti ini mas', lha ya salah. 'Sampeyan itu njlomprongke (kamu itu menyesatkan) Pak Presiden', saya bilang begitu," kata Drajad mengungkapkan.
• Fadli Zon Tulis Permintaan Maaf soal 'Propaganda Rusia': Sehubungan dengan Pernyataan Presiden Kami
Dari pengalamannya tersebut, kemudian Drajad menyimpulkan bahwa mungkin saja terkait 'Propaganda Rusia' ini, Jokowi juga mendapatkan sumber yang salah.
"Artinya, presiden juga sepertinya mendapatkan masukan yang salah tentang 'Propaganda Rusia'," putus Drajad.
Drajad mengatakan bahwa kesalahan dari pihak Jokowi adalah menggunakan nama Rusia dalam pelabelan kata propaganda itu.
"Ya pertama dengan melabeli itu Rusia, itu sudah seperti diskriminatif terhadap Rusia. Seolah-olah sesuatu yang jelek itu terasosiasi dengan Rusia," tuturnya.
Rosi kemudian menyela dengan mengungkapkan bahwa penyebutan 'Propaganda Rusia' sebenarnya telah digunakan secara universal.
• Ibaratkan Istilah 'Propaganda Rusia' seperti Bika Ambon, Begini Penjelasan Jusuf Kalla
Drajad kemudian kembali menanggapi.
"Enggak. Yang memakai itu adalah kelompok-kelompok tertentu di Amerika dan mereka punya posisi tertentu terhadap Rusia. Saya tidak membela Rusia."
"Akan tetapi kan, paling tidak dengan menyebutkan istilah Rusia dilabelkan kepada semburan fitnah, itu artinya mengatakan Rusia ini identik dengan semburan fitnah, gitu. Itu yang pertama," kata Drajad menjelaskan.
Kata 'Propaganda Rusia' sendiri sudah mulai populer digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 2014.
Dan setelah dikonfirmasi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, Putin mengaku tak masalah dengan penggunaan nama negaranya dalam istilah tersebut.
Rosi kemudian mempertanyakan jika Putin saja selaku pemimpin negara tak masalah dengan hal tersebut, mengapa sebagian warga Indonesia justru merasa terbebani?
"Oh enggak. Seperti yang saya sampaikan tadi, itu saya bukan membela Rusianya, akan tetapi ketika kemudian satu negara dikaitkan dengan semburan fitnah, itu kan artinya ada ketidak-sensitifan. Faktanya kan kedubes Rusia membuat klarifikasi dan melakukan protes," jelas Drajad.
"Seharusnya Presiden tidak usah mengucapkan seperti itu. Kalau misalkan saya advisornya Presiden, saya akan katakan ada propaganda bla bla bla, kebohongan atau apalah, jadi enggak usah melabeli dengan suatu negara. Itu yang pertama. Itu salahnya di situ," sambungnya.
Lihat Video Selengkapnya di sini:
(TribunWow.com/Laila Zakiyya)