TRIBUNWOW.COM - Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani, akan dieksekusi penahanan pada 1 Februari 2019.
Sebelumnya, Buni Yani sudah menerima vonis dari Pengadilan Negeri Bandung, pada Selasa (14/11/2017).
Ia divonis 1,5 tahun penjara setelah majelis hakim menetapkan Buni Yani bersalah atas perbuatannya.
Berikut ini sejumlah fakta terkait kasus yang menjerat Buni Yani yang telah dirangkum oleh TribunWow.com, Kamis (31/1/2019):
• Jubir PSI Guntur Romli: Ahok Bukan Beban Politik Jokowi, Ahok Korban Buni Yani
1. Perjalanan kasus hingga dijatuhkan vonis
Sebagaimana diketahui, Buni Yani diproses hukum setelah mengunggah video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Pidato tersebut disampaikan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Video pidato yang sudah diedit lantas diunggah Buni Yani di akun Facebook miliknya.
Unggahan itu juga disertai dengan transkrip video pidato yang dinilai tidak sesuai dengan transkrip aslinya.
Buni Yani juga menghilangkan kata "pakai" ketika Ahok menyinggung surat Al Maidah dalam pidato itu.
Hingga ditetapkan vonis, Buni Yani telah menjalani 19 kali persidangan.
Ia divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung dengan dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara, pada Selasa (14/11/2017).
Buni Yani dinilai telah melanggar UU ITE, Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Ahok.
2. Ajukan banding, namun ditolak
Setelah divonis 1,5 tahun oleh majelis hakim, Buni Yani pun mengajukan banding, Senin (20/11/2017).
Ia dan kuasa hukumnya, Syawaludin, tiba di Pengadilan Negeri (PN) Klas I Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung sekitar pukul 11.15 WIB.
• Soal Jan Ethes, Ganjar Pranowo: Apakah Tidak Sebaiknya Pilpres Dipercepat Saja?
Banding itu diajukan Buni Yani karena merasa bahwa tuduhan yang dijatuhkan kepadanya saat itu tak berdasar dan tidak melalui riset mumpuni.
Pada Rabu (23/5/2018), banding yang diajukan Buni Yani ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Isi putusan tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung
3. Mengajukan kasasi
Mengetahui hasil putusan banding, Buni Yani ajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Penasihat hukum Buni Yani. Aldwin Rahadian jelaskan, berkas kasasi sudah lengkap pada awal bulan April 2018.
4. Bergabung dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi
Buni Yani mengaku bergabung dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Sudah, sudah bergabung. Itu salah satu langkah saya untuk melawan Jokowi terpaksa saya harus bergabung ke Pak Prabowo. Karena saya dikriminalisasi," kata Buni Yani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Ia menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Sandiaga bertujuan agar dirinya tak masuk penjara.
"Pak Prabowo harus menang, kalau enggak nanti saya masuk penjara 1,5 tahun," kata Buni.
5. Kasasi Ditolak
Permohonan kasasi Buni Yani ditolak Mahkamah Agung ( MA) pada Senin (26/11/2018).
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menjelaskan, penolakan atas kasasi Buni Yani diputuskan oleh majelis hakim pada Kamis (22/11/2018).
MA juga menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"(Kasasi) diputus oleh majelis hakim pada 22 November 2018. Putusannya, permohonan kasasi JPU dan terdakwa ditolak," terang Abdullah di gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).
• Buni Yani Gabung ke Prabowo-Sandi agar Lolos dari Bui, Gerindra Pastikan Hukum Berlaku Adil
6. Keluar dari BPN Prabowo-Sandi
Setelah kasus yang menjeratnya berkekuatan hukum tetap, Buni Yani harus keluar dari BPN Prabowo-Sandi.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota BPN, Ahmad Riza Patria saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/11/2019).
"Posisinya di BPN kan kita sudah ada aturan. Kalau yang bersangkutan sudah inkrach, tentu harus keluar. Dia akan memahami, akan mundur sendiri," ujar Riza.
Meski demikian, Riza meyakini bahwa Buni Yani tidak bersalah.
Menurut Riza, sudah banyak pendukung Prabowo-Sandi yang dikriminalisasi.
"Kalau ada kelompok pendukung Prabowo-Sandi, banyak kejadian dikriminalisasi, banyak kejadian dipersulit, kalau ada yang mengadukan (langsung) diproses," kata Riza.
"Sebaliknya kalau dari kubu pendukung Pak Jokowi bersalah, kami laporkan ke aparat, tidak diproses sebagaimana pihak kami," tambah dia.
Sementara, Wakil Ketua BPN, Priyo Budi Santoso menyebut bahwa Buni Yani adalah seorang pejuang demokrasi.
"Ya, Buni Yani adalah salah satu pejuang demokrasi," kata Priyo saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
"Jangan karena terpetakan berpandangan politik yang mengambil jarak dengan yang sedang berkuasa kemudian tajam sekali itu penegakan hukum kepada dia. Sementara yang lain diperlakukan tidak seperti itu, ini kan aneh," paparnya lagi.
7. Akan diadili pada 1 Februari, Buni Yani minta penahanannya ditunda
Melalui kuasa hukumnya, Aldwin Rahadian, Buni Yani meminta agar penahanan terhadapnya ditunda.
"Kita mohon ada penundaan eksekusi," kata Aldwin dalam konferensi pers di jalan haji saabun No. 20, Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2019) malam.
Pasalnya, menurut Aldwin, putusan Mahkaman Agung (MA) kabur.
Ia memaparkan, hanya ada dua poin yang disebutkan dalam putusan MA, yaitu penolakan kasasi jaksa dan kuasa hukum, juga membebankan biaya perkara Rp 2.500 pada terdakwa.
Sementara itu, tak disebutkan bahwa putusan kasasi itu memperkuat putusan Pengadilan Tinggi sebelumnya.
"Padahal putusan itu seharusnya harus kongkret dan baru, harus eksplisit, harus jelas putusannya," kata Aldwin.
Sebagaimana diketahui, Buni Yani rencananya akan ditahan pada Jumat (1/2/2019).
• Dahnil Anzar Tegaskan Prabowo Tak akan Intervensi Kasus Buni Yani jika Terpilih Menjadi Presiden
8. Kejari tetap akan eksekusi Buni Yani 1 Februari
Meski telah meminta penundaan penahanan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok akan tetap mengeksekusi penahanan terhadap Buni Yani sesuai tanggal yang ditetapkan, Jumat (1/2/2019).
Pasalnya, Kejaksaan Tinggi Depok sudah meneruma salinan putusan dari Mahkamah Agung.
“Kami sudah terima salinan putusannya sejak lima hari lalu. Setelah salinan putusan ya berarti selanjutnya pengeksekusian," kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sufari di Kejaksaan Negeri Depok, Kamis (31/1/2019).
(TribunWow.com)