Kabar Tokoh

Sebut Ada Kekeliruan dalam Pembebasan Ba'asyir, Mahfud MD: Harusnya Bukan Yusril yang Umumkan

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD jelaskan kronologi awal adanya PT Freeport

TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD angkat bicara terkait pembatalan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

Hal itu dikemukakan Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Tv One, Kamis (24/1/2019).

Mulanya, pembawa acara menanyakan soal adanya masukan yang salah di sekitar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam hal pembebasan Ba'asyir.

"Menurut Prof apakah Presiden Jokowi mungkin mendapatkan masukan yang salah, sehingga mungkin jadinya ragu dibebaskan, tidak jadi dibebaskan, apa mungkin ini ada masukan yang salah dari sekitar presiden?," tanya pembawa acara.

"Ya ada kekeliruan saya kira, pertama mengapa harus Yusril yang mengumumkan, harusnya tidak boleh," jawab Mahfud MD.

Kritik Penanganan Kasus Baasyir, Ferdinand Hutahaean: Pemerintahan Jokowi Amatiran Urus Negara

Kekeliruan tersebut dikarenakan, saat ini posisi Yusril Ihza Mahendra merupakan penasehat hukum dari paslon 01, Jokowi-Ma'ruf Amindalam hal pemilihan presiden (pilpres).

"Dia mengumumkan kok seakan-akan pemerintah, dia itu penasehat Pak Jokowi, bukan penasehat presiden. Seumpama dia penasehat presiden pun dia tidak boleh kalau bicara pembebasan bersyarat itu," tambah Mahfud.

"Karena menurut UU dan Perpu itu harusnya dilakukan oleh Menkumham atau Dirjen Permasyarakatan, itu jelas ada peraturannya begitu. Kok tiba-tiba yang umumkan Pak Yusril," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Selain itu, Mahfud juga menganggap ada salah presepsi di masyarakat dari awal soal rencana pembebasan Ba'asyir.

"Kalau yang saya tangkap, Pak Jokowi itu bukan mengatakan setuju ketika ditanya itu, Pak Jokowi kalau kita lihat kalau diwawancarai dimulai dengan kata 'ya, ya' gitu," katanya sambil menirukan Jokowi.

"'Ya' itu bertanya bukan berarti setuju, ketika ditanya oleh wartawan 'bapak bagaimana kata Pak Yusril mau ada ini?,' 'Oh ya ya dipertimbangkan dulu, saya setuju demi kemanusiaan'. Dan kemanusiaan itu artinya (harus sesuai) undang-undang juga bukan langsung dibebaskan. Nah kalau mau dikesampingkan tentu ada caranya di dalam Pasal 22 UUD dalam dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden bisa mengeluarkan Perpu," imbuhnya.

"Nah ini ada enggak ini kegentingan yang memaksa? Kalau tidak ada tteap diberi pertimbangan kemanusiaan berdasar aturan. Aturannya pertimbangan kemanusiaan boleh, dikeluarkan sebelum waktunya asal memmenuhi syarat, dan syarat itu kalau tidak dipenuhi berarti tidak bersyarat lagi kan? Kalau tidak mau memnuhi syarat haru menunggu pembebasan biasa bukan bebas murni," jelas Mahfud.

Pandangan Hukum Mahfud MD terkait Polemik Pembebasan Abu Bakar Baasyir: Kemanusiaannya Dimana?

Sebelumnya, dalam acara yang sama, Mahfud juga mengatakan bahwa dirinya merasa sedih atas kasus yang menimpa Ba'asyir.

"Saya ikut sedih melihat Ustaz Abu Bakar Ba'asyir sudah setua itu di penjara, ya mestinya sudah ada di luar orang setua itu," kata Mahfud.

Ia juga menilai pembebasan bersyarat yang sempat direncanakan pemerintah asal dasar kemanusiaan itu sudah benar dilakukan.

"Soal pembebasan bersyarat atas nama kemanusiaan sudah betul dilakukan, tapi ada syaratnya," tambahnya.

"Syaratnya melakukan kesetiaan pada NKRI, tidak akan melakukan aktivitas-aktivitas dengan teror dan tentu pada Pancasila," tambah pakar hukum tata negara ini.

Tidak Tanyakan soal Golput ke Mahfud MD, Sudjiwo Tedjo: Aku Tahu Diri

Lihat videonya selengkapnya berikut ini:

Diketahui sebelumnya, Abu Bakar Ba'asyir batal dibebaskan karena sejumlah pertimbangan.

Diberitakan Kompas.com, Ba'asyir tidak mampu memenuhi syarat sesuai ketentuan bebas bersyarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Terdapat empat syarat untuk pemenuhan bebas bersyarat, satu di antaranya yakni menjalani dua per tiga masa pidana.

Sementara Abu Bakar Ba'asyir telah memenuhi syarat tersebut, di mana masa pidananya 15 tahun dan hingga kini telah menjalani masa tahanan 9 tahun.

Sedangkan untuk tiga syarat lainnya termasuk menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI dan Pancasila secara tertulis, Abu Bakar Ba'asyir enggan menandatangani, ia berdalih hanya akan setia pada ajaran Islam, tidak lainnya.

Kepala BNPT Ungkap Abu Bakar Baasyir Tolak Program Deradikalisasi selama di Penjara

Lebih lanjut Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengungkapkan bahwa sebenarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik permohonan Abu Bakar Ba'asyir bebas atas dasar kemanusiaan.

"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh," ujar Moeldoko, Rabu (23/1/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.

"Namun, ya, Presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," tambah Moeldoko.

Meski kini batal dibebaskan, Moeldoko menjamin fasilitas kesehatan untuk Abu Bakar Ba'asyir tidak akan berubah.

"Akses Ba'asyir ke fasilitas kesehatan enggak berubah. Itu standar. Bahkan akan kita lebihkan, ya, apabila membutuhkan. Itu untuk urusan kesehatan, kemanusiaan, enggak bisa dikurangi," kata Moeldoko.

(TribunWow.com/Tiffany Marantika/Nirmala)