TRIBUNWOW.COM - Pakar Ekonomi Fasial Basri tampak menyoroti impor gula yang dilakukan pemerintah Indonesia selama Januari 2017 hingga November 2018.
Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @FaisalBasri yang diunggah pada Selasa (8/1/2019).
Menurut Faisal Basri, impor gula saat itu membanjir, pemburu rente meraup triliunan rupiah.
Ia pun lantas mempertanyakan kenapa semua pihak diam melihat hal tersebut.
• Suryo Prabowo Dihina oleh Admin TNI AU, Jansen Sitindaon dan Purnawirawan TNI Buka Suara
"Harga eceran gula di Indonesia 2,4 hingga 3,4 kali lebih mahal dari harga gula Dunia selama Januari 2017 sampai November 2018.
Impor gula rafinasi membanjir.
Pemburu rente meraup triliunan rupiah.
Mengapa semua diam?," tulisnya.
Lebih lanjut, Faisal Basri lantas mengunggah data perbandingan harga gula dunia dan Indonesia.
Diberitakan sebelumnya, impor gula yang dilakukan pemerintah memang sempat menuai kritik.
Satu di antaranya dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI),
Menurut APTRI, daripada membuka keran impor gula industri dan rafinasi, seharusnya pemerintah fokus pada upaya peningkatan produktivitas petani tebu dan meningkatkan kualitas rendemen pabrik gula.
Ketua APTRI Soemitro Samadikoen menyampaikan, bila pemerintah ingin mencapai tujuan swasembada gula, seharusnya kualitas petani dan produksi pabrik gula harus ditingkatkan.
"Tingkatkan produktivitas tebu dengan mengganti tebu dengan kualitas yang lebih tinggi, saat ini (tinggi) tebu hanya dua meter, padahal ada yang empat meter," jelasnya, Rabu (29/8/2018), dikutip dari kontan.
Menurut Soemitro, langkah penelitian bisa ditempuh dengan memberdayakan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Tapi sayangnya P3GI kerap kesulitan melakukan penelitian karena tidak mendapatkan pembiayaan dari BUMN.
Kemudian untuk meningkatkan produksi gula, pabrik gula juga harus diperbaiki.
Rendemen pabrik gula Indonesia sekitar 7% dan kalah jauh dari negara tetangga seperti Thailand yang mencapai 14%.
Untuk menghadapi ini, Soemitro melihat pemerintah harus membangun pabrik baru dengan mesin yang lebih efisien dan baik, serta merevitalisasi pabrik-pabrik yang masih bisa didayakan.
Walaupun begitu, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan izin impor gula kristal mentah untuk konsumsi sekitar 111.000 ton.
Izin impor ini berlaku sampai Desember 2018.
• Wanita di Bangladesh Diperkosa Beramai-ramai di Depan Suami dan Anaknya gara-gara Coblos Oposisi
Berdasarkan data yang diperoleh Kontan.co.id pada September 2018, permohonan impor yang diajukan oleh BUMN sebesar 111.682 ton.
Permohonan ini diajukan oleh PT Perkebunan Nusantara melalui PTPN X, PTPN XI dan PTPN XII melalui PT Industri Gula Glenmore (PT IGG).
Permohonan diajukan oleh RNI Group melalui PT PG Rajawali I, PT PG Rajawali II, dan PT PG Candi Baru, juga diajukan oleh Perum Bulog melalui PT Gendhis Multi Manis.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag Oke Nurwan membenarkan BUMN yang mengajukan permohonan impor sebanyak 6-7 perusahaan.
Menurutnya, dari semua permohonan yang diajukan, hampir semua izin akan dikelurkan. “Hampir semua keluar,” ujar Oke, Kamis (23/8).
Oke mengatakan, sudah terdapat izin impor gula kristal mentah untuk konsumsi sekitar 900.000 ton yang sudah diterbitkan dari 1,1 juta ton kebutuhan impor.
Izin ini diberikan kepada perusahaan swasta.
• Jane Shalimar Sebut Vanessa Angel Sudah Kenal sang Muncikari 1 Tahun
Gula mentah yang diimpor ini menurut Oke untuk memenuhi kebutuhan gula di tahun 2018 dan sebagian untuk stok hingga Maret 2019.
Sementara itu, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Agribisnis Kemko Perekonomian Musdalifah mengatakan, kebutuhan impor sebesar 1,1 juta ton diputuskan hanya sekali dalam setahun dan diputuskan lewat rapat koordinasi terbatas (rakortas). (TribunWow.com)