Erupsi Gunung Anak Krakatau

Tanggapi Aktivitas Gunung Anak Krakatau, Sutopo Paparkan Data Letusan hingga Ungkap Sejarahnya

Penulis: Nirmala Kurnianingrum
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak Gunung Krakatau. Sutopo Purwo Nugroho memberikan tanggapan terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sempat erupsi kembali pada Kamis (3/1/2019)

TRIBUNWOW.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho menanggapi aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Hal tersebut disampaikan Sutopo di laman Twitternya.

Dikutip TribunWow.com di Twitter Sutopo, @Sutopo_PN, Jumat (4/1/2019).

Sutopo menjelaskan hampir setiap hari Gunung Anak Krakatau meletus.

Bahkan yang terbaru, Gunung Anak Krakatau meletus pada Kamis (3/1/2019) pukul 00.00 hingga 24.00 WIB.

Gunung Anak Krakatau meletus 37 kali, 42 kali hembusan dan tremor menerus.

Asap kawah bertekanan sedang hingga kuat, berwarna putih, kelabu dan hitam denga intensitas tebal setinggi 2.000 meter dari puncak kawah.

Update PVMBG: Gunung Anak Krakatau Erupsi Lagi, Status Siaga Level 3

Lebih lanjut Sutopo mengungkapkan Gunung Anak Krakatau tetap berstatus Siaga (Level 3) dengan radius berbahaya 5 km.

Sedangkan untuk jalur pelayaran Merak-Bakauheni aman.

Sutopo menerangkan grafik yang menunjukkan jeda istirahat Gunung Aanak Krakatau, lalu beberapa hari kemudian meletus beruntun.

Sutopo menyatakan bahwa jika Gunung Anak Krakatau meletus, maka letusannya tidak akan seperti ibunya, Gunung Anak Krakatau pada tahun 1883.

Selanjutnya, perihal temuan retakan, Sutopo mengatakan itu wajar pada gunung api pascaletusan.

Pria berumur 49 tahun ini juga mengulas sejarah kemunculan Gunung Anak Krakatau di tahun 1927.

Gunung Anak Krakatau Meletus 37 Kali, 2 Kali Gempa, Sutopo: Masyarakat Diimbau Tetap Tenang

Berikut cuitan lengkap Sutopo:

1) Hampir setiap hari Gunung Anak Krakatau meletus.

Pada 3/1/2019 dari pukul 00.00 -24.00 WIB terjadi 37 kali letusan, 42 kali hembusan dan tremor menerus.

Asap kawah bertekanan sedang-kuat, warna putih, kelabu dan hitam, intensitas tebal setinggi 2.000 meter dari puncak kawah.

2) Gunung Anak Krakatau tetap berstatus Siaga (level 3).

Daerah berbahaya di dalam radius 5 km. Masyarakat dihimbau tenang dan meningkatkan kewaspadaan.

Jalur pelayaran Merak - Bakaheuni aman. Tidak terpengaruh letusan.

3) Lihat grafik ini.

Selalu ada jeda waktu istirahat beberap hari kemudian meletus beruntun dari Gunung Anak Krakatau.

Jika ada letusan baru, itu sudah perilaku Gunung Anak Krakatau. PVMBG terus memantau aktivitas vulkanik GAK.

5 Hal yang Membuat Erupsi Gunung Anak Krakatau Unik dan Langka, Baru Pertama Kali Terjadi

4) Gunung Anak Krakatau tidak akan meletus seperti ibunya (Gunung Krakatau) tahun 1883.

Jika ditemukan ada retakan saat ini. Itu wajar pada gunungapi pascaletusan.

Percayakan pada PVMBG selaku otoritas pemantau gunungapi.

Mereka punya alat, SDM, ilmu dan pengalaman.

5) Tahun 1883, tiga gunung di Selat Sunda (G.Rakata, G.Danan. G.Perbuatan) meletus bersamaan.

Letusanny besar dan menimbulkan tsunami besar setinggi 36 meter.

Lalu gunungnya hilang. Lalu 1927 muncul Gunung Anak Krakatau (GAK).

Tidak mungkin letusan GAK akan sama tahun 1883.

3 Fenomena Aneh yang Terjadi karena Erupsi Gunung Anak Krakatau, Dasar Laut Sunda Jadi Beda

Diinfokan sebelumnya dari Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bahwa Gunung Anak Krakatau kembali mengalami erupsi, Kamis (3/1/2019).

Hal itu disampaikan PVMBG di laman Instagramnya PVMBG, @pvmbg_kesdm.

PVMBG menyampaikan bahwa Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi pada Kamis (3/1/2019), pukul 12:03 WIB.

Lebih lanjut, PVMBG menjelaskan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 1.600 meter di atas puncak.

Lanjut PVMBG, kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah Utara dan Timur Laut.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 31 mm dan durasi kurang lebih 1 menit 10 detik, serta tidak terdengar suara dentuman.

PVMB menyatakan saat ini, Gunung Anak Krakatau berada pada status level III (Siaga).

PVMBG menghimbau masyarakat untuk tidak mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah.

Gunung Anak Krakatau Erupsi Lagi, Tinggi Kolom Abu Mencapai 1.600 Meter

"Informasi Erupsi G. Anak Krakatau.

Telah terjadi erupsi G. Anak Krakatau, Lampung pada tanggal 03 Januari 2019 pukul 12:03 WIB dengan tinggi kolom abu teramati ± 1.600 m di atas puncak (± 1.710 m di atas permukaan laut).

Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah utara dan timur laut.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 31 mm dan durasi ± 1 menit 10 detik.

Tidak terdengar suara dentuman.

Saat ini G. Anak Krakatau berada pada Status Level III (Siaga).

Rekomendasi: masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah," tulis PVMBG.

Penjelasan BMKG soal Kemungkinan Terburuk yang akan Terjadi Akibat Kondisi Gunung Anak Krakatau

Retakan Baru di Badan Gunung Anak Krakatau

Diberitakan Kompas.com, Rabu (2/1/2019), Badan Meteorologi, klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) menemukan retakan baru di badan Gunung Anak Krakatau.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan, retakan muncul setelah gunung mengalami penyusutan dari sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.

Hal itu disampaikan Dwikorita di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).

"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita.

Dia mengatakan, terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.

Dirinya menduga retakan terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung erupsi.

Adanya retakan tersebut, menurut Dwikorita, membuat pihaknya khawatir lantaran kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.

Gunung Anak Krakatau (Twitter Sutopo Purwo Nugroho)

"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.

Bagian badan gunung yang diduga akan longsor karena retakan tersebut bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.

Potensi tsunami susulan volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu yang sekitar 90 juta kibik volume longsoran.

"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.

Untuk memantau adanya tsunami yang disebabkan Gunung Anak Krakatau, BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.

Sensor tersebut dipasang di Pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.

Dwikorita menyebut, nantinya alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Jika ada gelombang yang mengalami fluktuasi tinggi, sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.

"Secara pararel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan Polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat," pungkas dia.

(TribunWow.com/ Nirmala)