Kabar Tokoh

Rustam Ibrahim Bandingkan Data Laba BUMN di Era SBY dan Jokowi, Said Didu: Mari Kita Jujur

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Said Didu (Kiri) dan Rustam Ibrahim (kanan) berdebat soal laba BUMN, Selasa (18/12/2018)

TRIBUNWOW.COM - Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu dan Mantan Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Rustam Ibrahim tampak berdebat soal laba BUMN.

Dilansir oleh TribunWow.com, hal tersebut tampak dari laman Twitter keduanya, @RustamIbrahim dan @saididu, Selasa (18/12/2018).

Kedua tokoh itu berdebat karena membandingkan laba BUMN di era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Awalnya, Rustam Ibrahim melalui kicauanya meminta agar netizen tidak mudah percaya jika ada pernyataan yang menyebutkan jika kinerja BUMN di era Jokowi lebih buruk dari era SBY.

Tanggapi Pernyataan Prabowo, Fadli Zon: Jangan Jadi Imam Salat untuk Pencitraan Politik

Ia lantas memberikan data laba BUMN dari 2012-2017.

"Jangan mudah percaya jika ada ekonom gendruwo menakut-nakuti bahwa kinerja BUMN era Jokowi lebih buruk dari era SBY.
BUMN era Jokowi lebih baik. Ini data laba BUMN

2012 > Rp 128 Trilyun
2013 > Rp 151 Trilyun
2015 > Rp 159 Trilyun
2016 > Rp 164 Trilyun
2017 > Rp 173 T," tulis Rustam.

Menanggapi itu, Said Didu pun meminta agar Rustam Ibrahim bisa lebih fair dalam menyajikan data.

Ia meminta agar Rustam memberikan data dari 2005-2014 untuk melihat kinerja SBY.

Ia juga mengoreksi soal data tahun 2014 dan 2015 yang dituliskan Rustam.

"Supaya fair data jangan dipotong dong.

2005 laba BUMN Rp 27 trilyun dan laba 2014 sbsr Rp 159 trilyun. Silakan hitung berapa persen naiknya.

Kok data Anda tukar2 kenapa dihilangkan laba thn 2015 yg Rp 150 t ? Laba Rp 159 t itu laba thn 2014. Mari kita jujur," tulisnya.

 

Beda Pendapat dengan SBY soal Perusakan Atribut, Wiranto: Agar Masalah Tidak Berkembang Lagi

Di kicauannya yang lain, Said Didu juga memaparkan data laba BUMN 2005 hingga 2014.

"Kenapa sih ngakalin data?

1) laba BUMN 2005 Rp 27 t dan 2014 baik jadi Rp 159 t,

2) kenapa data thn 2014 anda hilangkan dan tukar dg data laba 2015 yg turun dari Rp 159 t ke Rp 150 t.

Ada baiknya kita jujur2 saja ya," cuitnya.

Rustam kemudian membalasnya dengan meminta maaf karena tak menuliskan dengan benar.

Ia pun mengatakan akan menuliskan ulang kicauannya itu.

"Maaf Pak @saididu tidak ada maksud menghilangkan. Mungkin kepotong waktu menuliskan. Saya akan twitkan kembali," cuitnya.

Namun, ia juga menjelaskan jika apa yang ditulisnya adalah gambaran keberlanjutan di tiap tahunnya.

Dan Rustam juga menegaskan jika data yang ia tuliskan adalah benar.

Menurutnya, jika Said Didu meminta untuk memasukkan data tahun 2005, maka ia juga harus menunggu data tahun 2024.

"Itu adalah gambaran keberlanjutan.

2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017 adalah tahun2 yang berurutan.

Tidak ada yang salah di situ. Diambil masing2 3 tahun.

Kalau anda masukkan tahun 2005., saya harus menunggu data tahun 2024 supaya sama2 10 tahun," kicaunya.

7 Tokoh Indonesia yang Sering Dibicarakan Selama 2018, dari Ratna Sarumpaet hingga Mahfud MD

 

Di postingan lain, Rustam Juga memaparkan, jika ingin fair, Said Didu bisa membandingkan data 3 tahun diawal pemerintahan SBY dengan 3 tahun pemerintahan Jokowi.

"Mau fair seperti apa? Coba anda yang pilih.

Bandingkan 3 tahun diawal SBY 2005, 2006, 2007 dengan Jokowi 2015, 2016, 2017.

Kalau mau dibandingkan SBY 10 tahun , maka tunggu Jokowi 10 tahun. Itu baru fair," tegasnya.

Sementara itu, disela data yang dipaparkan keduanya, ada sejumlah komentar yang mempertanyakan soal utang BUMN.

Misalnya saja pemilik akun @RakyatPosco yang menuliskan, "Ayoo dong kupas juga doong hutang BUMN nya."

Mengutip Kompas.com, Kamis (6/12/2018), data Kementerian BUMN memaparkan, total utang seluruh BUMN mencapai Rp 5.271 triliun hingga kuartal III 2018.

Sementara itu, pada periode yang sama, total aset BUMN adalah Rp 7.718 triliun.

Selain itu, ekuitas seluruh BUMN tercatat Rp 2.414 triliun. Sedangkan laba bersih hingga periode itu hanya Rp 79 triliun.

Namun, diberitakan Kompas.com, Jumat (14/12/2018), Menteri BUMN Rini Soemarno membantah jika utang BUMN mencapai Rp 5.000 triliun.

Ia mengatakan, utang BUMN tidak mencapai Rp 2.000 triliun.

"Begini ya, kemarin ada yang bicara mengenai jumlah (utang) Rp 5.000 triliun, ini mungkin yang perlu saya ingin tekankan supaya sadar bahwa utang korporasi BUMN itu Rp1.980 triliun. Jadi hampir Rp 2.000 triliun, bukan Rp 5.000 triliun," ucap Menteri Rini di Jakarta, Kamis (13/12/2018) malam.

Jadi Menteri Malaysia Pertama Berdarah Batak Sumatera Utara, Saifuddin Nasution Merasa Bangga

Rini menjelaskan, angka Rp 5.000 triliun itu berdasarkan aktivitas perbankan.

Dan hal itu merupakan sektor yang berbeda, bukan korporasi BUMN yang melakukan pembangunan jalan tol dan lain-lain.

Sementara, perbankan memang melakukan simpan-pinjam.

"Nah untuk perbankan sendiri, aset dan liabilitas atau dana pihak ketiganya Rp 3.000 triliun, jadi ini supaya dipisahkan," ujar Rini.

Lebih lanjut, Rini memaparkan, BUMN berutang untuk kepentingan pembangunan.

Jadi, jelasnya, utang digunakan untuk sesuatu yang produktif dan nanti pengembaliannya tentu harus tidak ada masalah.

"Saya menekankan terus, BUMN harus betul-betul responsible atau bertanggung jawab terhadap utang, karena BUMN itu tanggung jawabnya bayar karyawan, harus memberikan dividen, bayar pajak, membayar pendapatan negara bukan pajak (PNPB)," kata dia.

"Kita ada utang tapi tanggung jawab kita tetap dilakukan. Justru dengan utang itu, kita bisa mengembangkan usaha dan keuntungan kita juga jadi bertambah," tambah dia. (TribunWow.com)