TRIBUNWOW.COM - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, penyidik Polri masih mendalami kasus penjualan blangko Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) secara online atau daring.
Polisi telah menangkap tersangka NID (27) yang merupakan anak mantan Kadisdukcapil Kabupaten Tulangbawang resmi ditahan.
Dari pemeriksaan sementara, motif yang mendasari tersangka NID melakukan perbuatan itu adalah motif ekonomi.
“Motifnya hanya untuk mencari uang saja,” kata Dedi di Gedung Humas Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2018).
• Tanggapi Pernyataan Mendagri soal e-KTP, Fadli Zon: Keledai Saja Enggak sampai Dua Kali Masuk Lubang
Dedi mengatakan, Polisi jajaran Ditreskrimsus Polda Metro Jaya akan memanggil ayah dari tersangka NID untuk dimintai keterangan.
Pemeriksaan itu dilakukan lantaran blangko yang dijual tersangka NID (27) merupakan dokumen yang dibawa pulang ke rumah oleh ayahnya saat masih menjabat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Provinsi (Kadisdukcapil Pemprov) Kabupaten Tulangbawang, Lampung, sebelum pensiun.
"Bakal dimintai keterangan sebagai saksi," kata Dedi.
Dedi menambahkan, penyidik Polda Metro Jaya juga memeriksa sejumlah pejabat Disdukcapil Kabupaten Tulangbawang lainnya.
"Pejabat Dukcapil setempat akan dimintai keterangan terkait mekanisme dan penyimpangan itu," ujar jenderal bintang satu itu.
Dedi menuturkan, kepada polisi, NID mengaku telah menjual 10 eksemplar blangko e-KTP dengan harga Rp 50.000 setiap lembar melalui tiga buah akun toko online miliknya.
• Fadli Zon Minta Tjahjo Kumolo Mundur dari Mendagri karena Dianggap Tak Bisa Selesaikan Kasus E-KTP
Diberitakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, NID (27) yang merupakan anak mantan Kadisdukcapil Kabupaten Tulangbawang resmi ditahan.
"Sudah (ditahan). Hari ini," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (11/12/2018). (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Polisi Sebut Tersangka Jual Blangko E-KTP Karena Motif Ekonomi