TRIBUNWOW.COM - Pada tanggal 10 Desember 2018, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM).
Sejumlah ucapan menyambut Hari HAM sedunia ini pun juga datang dari Partai Gerindra dan Wakil Ketua Umumnya, Fadli Zon.
Dikutip TribunWow.com dari Instagram Partai Gerindra, akun tersebut mengatakan momen Hari HAM harus dijadikan pengungat bahwa negara hadir untuk menjamin kehidupan rakyat.
Selain itu, rakyat juga memiliki hak dalam mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.
"10 Desember Memperingati Hari HAM Sedunia.
Hari HAM Sedunia diperingati untuk menegaskan kembali hak-hak manusia dalam kehidupannya bernegara.
Kebebasan dalam memilih kepercayaan dan agama, kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta kebebasan mengemukan pendapat di khalayak umum.
Momentum ini juga harus menjadi pengingat, bahwa negara hadir untuk menjamin kehidupan yang layak bagi rakyatnya.
Hak dalam mendapatkan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan yang layak adalah kewajiban negara kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali yang harus mereka penuhi dalam cita-cita amanat kemerdekaan mewujudkan," tulis Gerindra, Senin (10/12/2018).
• Bahas Perayaan Hari Anti Korupsi Sedunia, Fahri Hamzah: Dirayakan Seperti Merayakan Hari Bahagia
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon juga turut mengucapkan Hari HAM dunia melalui akun Twitternya, @fadlizon, Minggu (10/12/2018).
Wakil Ketua DPR ini memberikan sindirian di Hari HAM untuk pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang ia anggap tak banyak mengalami kemajuan dalam penegakan HAM.
"Hari ini, 10 Desember 2018 adlh Peringatan Hari Hak Asasi Manusia.
Saya melihat penegakkan HAM di masa pemerintahan Presiden @jokowi terbukti tak mengalami banyak kemajuan," tulis Fadli Zon.
Penegakan yang tak mengalami kemajuan tersebut dianggap Fadli Zon berasal dari kebebasan masyarakat sipil serta adanya intoleransi.
Ia juga mengangkat soal kasus Ahmad Dhani dan Habib Bahar Smith yang dianggap telah mengalami penindasan terhadap hak sipil.
Berikut ini tweet dari Fadli Zon terkait Hari HAM Sedunia.
• Viral Video Prabowo Geram kepada Wartawan, Gerindra: Ini adalah Puncak Kekecewaan
"Selama empat tahun pemerintahan @jokowi, ancaman terhadap kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul, serta kebebasan sipil, justru kian meningkat.
Jika kita mengacu kepada data Amnesty International, Majalah The Economist, atau Freedom House, semuanya memperlihatkan bahwa indeks kebebasan HAM dan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran.
Terancamnya kebebasan sipil merupakan salah satu faktor yg paling menentukan kemerosotan HAM dan tingkat demokrasi Indonesia.
Kemunduran dlm soal kebebasan sipil tersebut telah membuat status kita, menurut Freedom House, turun status, dari sebelumnya tergolong sebagai negara ‘bebas’ (free), kini menjadi negara ‘bebas sebagian’ (partly free) di thn 2018.
Ini sebuah kemunduran yang agak memalukan. Sebab, sbg pembanding, pada saat bersamaan negara seperti Timor Leste saja peringkatnya naik dari ‘partly free’ menjadi ‘free’.
Para pengamat yg partisan biasanya hanya menyebut faktor menguatnya intoleransi atau menguatnya politik identitas di tengah masyarakat sbg penyebab mundurnya peringkat demokrasi kita.
Kasus Ahmad Dhani dan Habib Bahar Smith belakangan ini melengkapi penindasan thdp hak sipil dan hak-hak dasar lain dalam berdemokrasi.
Data lembaga2 internasional tadi konsisten dgn data yg dimiliki BPS (Badan Pusat Statistik). Meski scra umum thn ini angka BPS menyebut skor Indeks Demokrasi Indonesia mengalami kenaikan, tpi variabel kebebasan berpendapat serta kebebasan berkumpul n berserikat justru menurun.
Kalau kita periksa, variabel yg mengalami penurunan tsb adlh kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, partisipasi politik dlm pengambilan keputusan dan pengawasan, serta peran peradilan yg independen.
Jadi, jika selama pemerintahan @jokowi masyarakat mengeluhkan adanya persekusi terhadap ulama yg kritis, adanya upaya pembungkaman n kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh oposan pemerintah, semua itu adlh bukti dari perampasan terhadap kebebasan berpendapat.
Apa yg dirasakan masyarakat koheren dgn data-data tadi. Sy kira selama ini pemerintah memang terlalu mementingkan agenda pembangunan infrastruktur dgn mengesampingkan agenda penegakan HAM.
Celakanya, pembangunan infrastruktur itupun lebih banyak didominasi oleh pembangunan jalan tol, yg hanya melayani konsumen tertentu, sehingga gagal menghadirkan keadilan ekonomi. Jangan lupa, keadilan ekonomi adalah bagian dari HAM.
BPS November lalu merilis data statistik bgmn perekonomian Indonesia saat ini masih didominasi oleh Pulau Jawa. Hal itu ditunjukkan dengan kontribusi Pulau Jawa terhadap perekonomian Indonesia yg mencapai 58,57%, padahal tahun lalu angkanya 58,49%. Ini tentu saja tdk bagus.
Artinya, Pemerintah tdk berhasil mendistribusikan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa. Pada saat bersamaan, kontribusi ekonomi daerah-daerah lain justru turun. Tahun lalu kontribusi Sumatera masih 21,66%, tahun ini turun menjadi 21,53%.
Begitu juga dgn Kalimantan, yg kontribusinya turun dari 8,20% menjadi 8,07%. Karena ekonomi kita justru kembali memusat di Jawa, ada problem keadilan dan pemerataan di situ.
Jadi, terkait dgn HAM, bukan hanya faktor kebebasan sipil saja yg mengalami kemunduran, namun keadilan ekonomi juga mengalami kemunduran.
Jangankan menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu, untuk mengusut kasus Novel Baswedan saja pemerintahan saat ini tdk mampu. Ini sebaiknya dijadikan catatan oleh kita untuk memperbaiki kondisi HAM di masa mendatang," tulis Fadli Zon.
(TribunWow.com/Tiffany Marantika)