TRIBUNWOW.COM - Eman (33), guru honorer di sebuah SMP negeri di Bandar Lampung divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar.
Vonis tersebut guru honorer lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Eman hukuman selama 13 tahun penjara.
Ketua majelis hakim Yus Enidar menyatakan bahwa Eman terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 81 ayat 2 UU RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan pidana selama 15 tahun penjara dengan denda Rp 3 miliar subsider enam bulan kurungan," sebutnya.
• Kronologi 31 Pekerja Jembatan di Nduga yang Diduga Tewas Dibunuh KKB, Korban Ambil Foto saat Upacara
Vonis Lebih Tinggi dari Tuntutan JPU
Sementara itu, kuasa hukum Eman, Muhammad Iqbal dan Akhmad Kurniadi, mengatakan, putusan ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
"Memang ini terlalu tinggi, tuntutan hanya 13 tahun dan membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Tapi, ini diputus 15 tahun penjara dengan denda Rp 3 miliar subsider enam bulan," ungkap Iqbal.
Adapun hal yang memberatkan, kata Iqbal, lantaran perbuatan Eman telah membuat korban TA (14) mengalami trauma hingga tidak mau bersekolah.
"Sampai pendarahan. Selain itu, Eman sebagai tenaga pendidik tidak bisa menjalankan tugasnya karena korban tidak lain muridnya sendiri," jelas kuasa hukum dari Posbakum ini.
Reaksi Eman
Atas vonis tersebut, Akhmad Kurniadi mengaku tidak ada upaya banding atas putusan ini.
"Tadi kami sudah tanyakan ke terdakwa. Tapi, terdakwa menerima dan mau menjalani," sahut Akhmad.
Sebelumnya, JPU Evy Hernida menuntut Eman dengan pidana penjara selama 13 tahun dan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Hal yang memberatkan terdakwa bahwa perbuatannya telah mengakibatkan trauma psikis terhadap saksi korban.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Terdakwa juga mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Meyakinkan terdakwa Eman benar melakukan tindak pidana perlindungan anak, sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eman dengan pidana penjara selama 13 tahun," ujar jaksa.
• Fakta Pelaku Pembunuhan Wanita Berhelm di Boyolali, Ditangkap saat Melihat Proses Penyelidikan
Jadikan Istri sebagai Alasan
Diberitakan sebelumnya, seorang guru malah menggagahi siswinya sendiri.
Akibatnya, guru honorer di sebuah SMP negeri di Bandar Lampung ini harus duduk di kursi pesakitan.
Oknum guru bernama Eman (33) itu didakwa melanggar pasal 81 ayat 2 UU RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Eman didakwa menodai muridnya sendiri, TA (16).
Terdakwa menjalani sidang tertutup yang dipimpin oleh majelis hakim Yus Enidar dengan agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa, 6 November 2018.
Seusai sidang, jaksa penuntut umum (JPU) Evy Hernida dan JPU pengganti Oktavia Mustika mengatakan, sidang kali ini untuk mendengarkan keterangan saksi.
"Ya ini tadi mendengarkan saksi, dan kami hadirkan saksi korban TA," ucapnya.
Dalam kesaksiannya, TA mengaku sudah beberapa kali dirudapaksa oleh terdakwa yang tidak lain adalah gurunya.
"Bahkan, dalam pengakuan saksi korban, terdakwa mengancam saksi korban jika tidak menuruti," ungkapnya.
JPU mengatakan, Eman hanyalah seorang guru ekstrakurikuler.
Ia mengajar olahraga bola voli di sekolah korban.
"Kalau ancaman tidak naik kelas atau mendapat nilai buruk tidak ada dalam kesaksian saksi korban," bebernya.
Adapun dalam dakwaannya, JPU menuturkan bahwa terdakwa telah merudapaksa TA sebanyak empat kali.
Perbuatan itu terjadi pada Sabtu, 5 Mei 2018 hingga Minggu, 22 Juli 2018.
"Awalnya terdakwa mengirimkan pesan ke saksi korban dengan alasan ada hal penting yang ingin dibicarakan," kata JPU.
Sabtu, 5 Mei 2018, keduanya bertemu di sebuah pantai di daerah Telukbetung Timur.
• Dikritik Syamsuddin Haris dan Guntur Romli, Fadli Zon: Jangan jadi Humas Penguasa dan Mengigau
"Sampai di lokasi, ternyata tidak ada pembicaraan. Namun, terdakwa melakukan perbuatannya (cabul) di semak-semak. TA sempat melawan. Tapi, karena kalah kekuatan, dia pun pasrah," sebutnya.
Perbuatan terdakwa berlanjut pada Sabtu, 12 Mei 2018.
Seusai latihan voli, terdakwa memberikan jamu kepada TA dengan dalih agar tidak hamil.
Namun, TA menolak. Perbuatan bejat terdakwa pun kembali terulang.
Aksi terdakwa tak cukup di situ saja.
Kamis, 21 Juni 2018, dengan alasan hendak membicarakan hal penting, terdakwa dan TA bertemu di pantai kawasan Telukbetung Timur.
"Di sana saksi korban memberikan buah nanas. Tapi, lagi-lagi ditolak. Terdakwa kembali melakukan perbuatan cabul," ujar JPU.
Perbuatan bejat terakhir dilakukan terdakwa pada Minggu, 22 Juli 2018, di pantai yang sama.
Namun, setelah itu TA mengeluh sakit pada perut dan alat vitalnya.
Dari hasil pemeriksaan visum di RSUAM nomor 357/459/A/VII/0.2/4.13/VII/2018 tertanggal 31 Juli 2018, ditemukan luka robek pada selaput dara korban.
Terpisah, kuasa hukum terdakwa Dedy Irawan mengatakan, Eman tak kuat menahan nafsunya.
"Korban tak lain anak didiknya dalam ekstrakurikuler bola voli dan terdakwa juga mengakui semua dakwaan jaksa, dan dia khilaf," sebutnya.
Saat ditanya soal pemberian jamu dan buah nanas, Dedy mengatakan, kliennya khawatir korban hamil.
"Ya karena takut itu, terdakwa memberikan jamu. Dengan harapan agar korban tidak hamil. Tapi faktanya tidak (hamil)," tandas pengacara posbakum ini. (*)