Gejolak Rupiah

Mohamed Hekal Sebut Langkah Pemerintah Hentikan Impor Belum Tentu Jadi Solusi yang Tepat

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal.

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal menilai langkah pemerintah dalam menghadapi lemahnya mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum sepenuhnya tepat.

Dilansir TribunWow.com dari laman resmi DPR RI, Hekal menyebutkan, kondisi merangkaknya kurs dolar AS ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi Indonesia.

Langkah pemerintah dengan menghentikan impor produk luar negeri belum tentu menjadi solusi yang tepat.

“Semua yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan kegiatan ekonomi dapat membuat  masyarakat semakin mengalami kesusahan. Kita selalu mendapat keluhan tentang mengeringnya uang di tangan masyarakat. Semua yang dilakukan untuk mengerem kegiatan ekonomi dapat mengeringkan lagi ekonomi masyarakat,” kata Hekal di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Tanggapan Pro dan Kontra DPR RI atas Kebijakan Impor dan Ekspor

Anggota DPR Fraksi Gerindra ini menyebutkan, cara yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi masalah lemahnya mata uang rupiah seperti meningkatkan ekspor dan mendapatkan devisa ke dalam negeri ataupun investasi harus bersifat real seperti membangun pabrik.

“Karena kalau yang masuk dana hot money atau dana yang masuk ke bursa pasar modal atau bursa pasar saham, maka akan dengan mudah keluar lagi,” jelasnya.

Hekal mencontohkan, semua yang dilakukan pemerintah dalam mendistribusikan produk dalam negeri ke luar negeri dengan menggunakan jalur darat dan laut semuanya tergantung terhadap dolar AS, sehingga biaya distribusi akan naik.

“Harga BBM sendiri dipatok dengan dolar dan kurs kita melemah. Mungkin sekitar 10 persen batu bara juga naik secara signifikan dan ini semua yang dipakai untuk mendistribusikan produk dalam negeri dengan menggunakan truk, kapal, kereta api. Otomatis biaya distribusi akan naik. Belum lagi kita ketergantungan terhadap impornya sangat tinggi terutama dibidang pangan,” kata Hekal.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak mengambil solusi dengan menyetop impor terutama impor barang mewah.

“Saya kira dampaknya tidak besar. Karena yang membeli barang mewah jumlahnya bisa dihitung dan tidak banyak. Jadi ini hanya pencitraan saja,” ucapnya.

Ia kemudian menyarankan pemerintah untuk melakukan beberapa cara lain untuk tangai pelemahan nilai tukar rupiah.

Rupiah Mulai Menguat, Jusuf Kalla: Baguslah Ada Pengaruh dari Kebijakan Pemerintah

“Sebaiknya pemerintah melakukan cara penghematan BBM atau meningkatkan produksi BBM dan mengurangi impor, serta juga memberdayakan petani dalam memproduksi pengganti dari pangan impor itu,” tutup Hekal.

Diberitakan Kompas.com, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, untuk menjamin nilai tukar rupiah yang lebih kuat ke depannya, diperlukan kebijakan yang dapat memperkuat pondasi perekonomian dalam jangka panjang, namun manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka lebih pendek.

Meski demikian, Ilman mengatakan, sebaiknya masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan dalam menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah.

Hal ini karena pemerintah telah cukup responsif dan cekatan dalam menahan kebijakan pelemahan rupiah dengan kebijakan-kebijakan berupa pengawasan spekulator dan prioritas pembangunan.

Walau rupiah terdepresiasi sebesar +-7 persen, depresiasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara dengan perekonomian serupa seperti rupee India (-9,70 persen), rand Afrika Selatan (-15,98 persen), dan real Brasil (-20,26 persen).

Kondisi rupiah saat ini masih cukup kuat sehingga dalam waktu dekat tidak akan mengalami resesi seperti yang dialami oleh Turki dan Argentina saat ini.

(TribunWow.com/ Ananda Putri Octaviani)