TRIBUNWOW.COM - Alumnus Lembaga Ketahanan Nasional sekaligus Penggagas Indonesia Raya Incorporate (IRI), AM Putut Prabantoro, memaparkan pemerintah harus mendefinisikan secara jelas pengertian hajat orang banyak.
Berdasarkan rilis yang diterima redaksi Tribunwow.com, Rabu (5/9/2018), hal ini disampaikan Putut Prabantoro selaku pembicara utama dalam acara seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018).
Menurut Putut Prabantoro, pendefinisian ini sangat diperlukan untuk menentukan cabang-cabang produksi apa saja yang harus dikuasai negara.
Putut Prabantoro menyampaikan pengertian hajat orang banyak harus diaktualisasi dengan berpijak pada ketahanan nasional.
Di bidang ekonomi, ketahanan nasional akan terwujud jika cabag-cabang produksi yang menguasai hajat orang banyak dikuasai oleh negara.
Seperti bumi, air dan kekayaan alam Indonesia.
Pengertian hajat orang banyak dalam UUD saat pertama kali dibuat sangat berbeda dengan kondisi yang berkembang pada saat ini.
Ketika UUD ini dibuat belum mengenal pulsa.
Padahal sekarang pulsa memasuki urutan atas dan terpenting dalam konsumsi masyarakat.
Oleh sebab itu Putut Prabantoro menilai pulsa harus dimasukkan ke dalam daftar hajat hidup orang banyak.
"pulsa harus dimasukan dalam daftar hajat hidup orang banyak. Sebagai konsekuensinya adalah, industri telekomunikasi di Indonesia harus dimiliki negara,” ujar Putut Prabantoro.
Menurut Putut Prabantoro, jika ternyata industri telekomunikasi dikuasai oleh asing, pemerintah harus membeli kembali industri tersebut dengan minimal kepemilikan 51 persen.
Untuk pengelolaannya, industri telekomunikasi harus dikelola oleh institut gabungan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Putut Prabantoro menambahkan, untuk mekanisme pembagian saham akan dikaji oleh ahli-ahli ekonomi.
Putut Prabantoro juga menjelaskan hal yang sama berlaku bagi seluruh sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Seperti listrik yang selama ini sangat bergantung pada kebijakan PLN.
Menurut Putut Prabantoro, seharusnya pemerintah daerah dan desa yang ada di Indonesia ikut memiliki saham industri listrik.
Sehingga ketika pemerintah ingin membangun pembangkit listrik bisa dilakukan dengan cara gotong-royong.
Gotong-royong inilah yang mencerminkan usaha bersama dengan berdasarkan asas kekeluargaan.
Putut Prabantoro juga mengajukan permohonan pengkajian ulang UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Untuk mempercepat pemerataan dan kemakmuran rakyat, pemerintah disarankan untuk menjual saham industri yang menguasai 'hajat orang banyak' kepada rakyat melalui pasar saham Indonesia Raya Incorporated (IRI).
IRI sendiri merupakan sistem pemerataan kemakmuran yang dicapai melalui pembangunan ekonomi nasional terintegrasi.
Menurut Putut Prabantoro, dengan sistem seperti ini, berbagai persoalan mendasar akan terselesaikan.
Seperti korupsi, ketimpangan sosial, tidak meratanya pembangunan daerah, dan pengangguran.
"Mengingat sumber ekonomi dikuasai dan penggunaannya akan diawasi oleh seluruh pemerintah dan rakyat, sehingga tujuan akhir kedaulatan negara serta ketahanan nasional akan tercapai,” ujar Putut Prabantoro.
Dalam acara seminar tersebut menghadirkan DR C Kastowo SH., M.hum, dan DR Y Sri Susilo SE., M.Si yang keduanya berasal dari UAJY.
Serta DR R Agus Trihatmoko SE., MM., MBA dari Universitas Surakarta, dan wartawan senior Ronny Sugiantoro SE., MM sebagai moderator. (TribunWow.com/ Qurrota Ayun)