TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mempertanyakan para partai politik (parpol) yang masih menjadikan mantan napi koruptor sebagai calon legislatif (caleg).
Menurut Laode, hal tersebut dilakukan parpol karena mereka kekurangan kader.
Menanggapi hal tersebut, guru besar sosiolog Universitas Indonesia (UI), Tamrin Tomagola memberikan tanggapan melalui Twitter miliknya, @TamrinTomagola, Sabtu (1/9/2018).
Menurutnya, hal itu karena parpol kekurangan dana untuk melakukan kaderisasi secara serius dan lebih memilih jalan pintas.
"Bukan, bukan itu sebabnya. Sebab-musababnya, parpol kekurangan duit dan visi utk melakukan kaderisasi secara serious !
Ambil japan pintas, jagokan kader yg bisa nyetor 'gizi," tulis Tamrin.
• Ferry Mursyidan Membelot ke Kubu Prabowo-Sandiaga, Surya Paloh Beri Tanggapan
Sementara itu, diberitakan dari Kompas.com, Laode M Syarif menyatakan, pihaknya dari awal mendukung Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks napi kasus korupsi, terorisme, dan narkoba menjadi caleg.
Hal itu dikatakan Laode menanggapi keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan sejumlah calon legislatif (caleg) berstatus mantan narapidana kasus korupsi.
“Memangnya partai politik kekurangan kader apa sampai misalnya mencalonkan lagi yang mantan napi koruptor,” ujar Laode di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Sabtu (1/9/2018).
Namun, kata Laode, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk ikut campur pada aturan tersebut.
Menurut dia, aturan untuk melarang eks napi kasus korupsi merupakan ranah penyelengara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu.
“Saya tidak bisa mencampuri urusan Bawaslu, penilaian Bawaslu membolehkan,” kata Laode.
• PDIP Dituding Bajak Kader Demokrat, Jansen Sitindaon: Elit-elit Tim Jokowi seperti Sales MLM
KPK, lanjut Laode, sebelumnya telah melakukan kajian mengenai partai politik.
“Kami menyoroti beberapa hal salah satunya sistem transparansi keuangan supaya mereka (parpol) me-manage keuangan partai dengan profesional, akuntabel dan transparan,” ujar Laode.
“Kedua,soal kadarisasi harus dilatih, di-train, dan betul-betul dari bawah nggak boleh ujug-ujug nggak pernah ikut parpol karena banyak uang misalnya diusul jadi calon legislatif,” tabah dia.
Kode etik dan disiplin partai politik juga mesti ditegakkan.
Menurut Laode, jika kader parpol melakukan perbuatan yang bertentangan dengan etik dan telah diputus di pengadilan seharusnya diberi sanksi hukuman.
“Jadi seharusnya kita kembalikan ke parpol, kita sudah menyampaikan bahwa pelanggaran etik pun harus ditindak tegas kalau sudah melakukan kejahatan yang dihukum apalagi itu korupsi kita tidak merekomendasikan untuk menjadi caleg,” ujar dia.
• Tanggapan Fadli Zon soal Keputusan Bawaslu yang Loloskan Taufik Jadi Caleg
Bawaslu sebelumnya meloloskan sejumlah mantan koruptor menjadi bakal caleg 2019.
Mereka berasal dari Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-Pare, Rembang, dan Bulukumba, dan terakhir dari DKI Jakarta. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)