Pembunuh Munir, Pollycarpus Bebas Murni usai Dipenjara 14 Tahun, Inilah Perjalanan Kasusnya

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pollycarpus Budihari Prijanto

TRIBUNWOW.COM - Terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Pollycarpus bebas murni hari ini, Rabu (29/8/2018) setelah menjalani pidana 14 tahun penjara kemudian pada 2014 bebas bersyarat.

Seperti diketahui, Munir meninggal di pesawat Garuda dalam perjalanan menuju Amsterdam pada 7 September 2004.

Pada 12 September, jenazah dimakamkan di Kota Batu, Malang Jawa Timur.

11 November, keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil autopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

Jawaban Para Mahasiswa saat Ditanya Ketua MPR Zulkifli Hasan Ganti Presiden Apa Lanjut?

Informasi itu ditindaklanjuti oleh Mabes Polri dengan memberangkatkan penyelidiknya ke Belanda untuk meminta dokumen otenik berikut hasil autopsi dengan ahli forensik di Belanda pada 18 November, namun gagal.

Pada 28 November, Mabes Polri memeriksa delapan kru Garuda.

Kasus ini jadi isu nasional dan pada 23 Desember, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengesahkan tim pencari fakta (TPF) kasus Munir dengan diketuai Brigjen Marsudi.

Pada 3 Maret 2005, ‎TPF melaporkan temuannya pada SBY, menyatakan bahwa ada indikasi kuat kematian Munir karena kejahatan konspiratif dan bukan perorangan dimana di dalamnya terlibat oknum PT Garuda Indonesia.

Setelah mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada 10 Maret 2005, Pollycarpus akhirnya memenuhi panggilan Mabes Polri pada 14 dan 15 Maret dengan diperiksa intensif.

Pada 18 Maret, Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Deddy Mizwar Diangkat Jadi Jubir Kampanye Jokowi-Maruf Amin: Sandiaga Uno: Buat Saya Ini Berkah

Pada 29 Juli 2005, kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sidang dimulai pada 9 Agustus 2005.

Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dengan motif pembunuhan demi menegakkan NKRI karena Munir banyak mengkritik pemerintah.

Pada 18 November 2005, sidang ke-20‎, pemeriksaan Pollycarpus.

Pada sidang itu, ia mengatakan bahwa ia tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan sebenarnya hanya basa-basi memberikan kursi di kelas bisnis.

1 Desember 2005, jaksa menuntut Pollycarpus dengan penjara seumur hidup.

Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen.

Ia divonis penjara 14 tahun dengan putusan nomor 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST.

"Terdakwa Polycarpus Budi Hari Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana, turut melakukan pembunuhan berencana dan turut melakukan pemalsuan surat. Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 14 tahun," ujar Ketua Majelis Hakum Cicut Sutiarso dalam sidang saat itu.

Dalam pertimbangan hakim pada putusan itu, terdapat hal menarik.

"Bahwa terdakwa tidak dapat disebut sebagai orang yang melakukan karena sesuai petunjuk yang didapat di dalam dakwaan pokok, ternyata racun arsen yang ditaburkan ke terdakwa ke dalam makanan mie goreng baru bisa dimakan habis oleh Munir karena adanya peranan orang lain yaitu saksi Oedi Irianto dan Saksi Yeti Susmiarti," ujarnya.

"Bahwa sesuai petunjuk yang didapat dalam pembahasan dakwaan, ternyata terdakwa di dalam melakukan perbuatannya menghilangkan jiwa Munir tidak sendirian, di samping terdakwa yang ikut merencanakan dan melakukan perbuatan pelaksanaan dengan menaburkan racun arsen ke dalam makanan mie goreng dan pasta sebagai pilihan makanan di kelas bisnis, masih ada dua orang yaitu saksi Oedi Irianto dan saksi Yeti Sumiarti yang menyiapkan dan menyajikan makanan mie goreng kepada Munir.

Bahwa dipastikan apabila tidak ada kerja sama yang disadari dengan kedua saksi itu, maka niat dari terdakwa untuk menghilangkan jiwa Munir tidak akan terwujud," ujar hakim.

Pertimbangan hakim dalam putusannya juga menyebutkan bahwa otak di balik tewasnya Munir bukan hanya Pollycarpus.

"Bahwa berdasarkan pembahasan di atas, pengadilan lebih lanjut berpendapat bahwa yang mempunyai keinginan menghilangkan jiwa Munir adalah bukan hanya terdakwa secara sendirian, melainkan masih ada pihak lain yang harus ditemukan melalui penyelidikan yang lebih akurat oleh aparat penehgak hukum yang berwenang untuk itu," ujar Cicut.

Atlet Pencak Silat Foto Bersama Prabowo Subianto setelah Panen Medali Emas di Asian Games 2018

Selain itu, dalam persidangan terungkap bahwa Pollycarpus kerap melakukan panggilan telepon dengan pemilik nomor telpon 0811900978, milik Muchdi Purwopranjono, yang saat itu menjabat Deputi V Badan Intelejen Negara.

Sidang juga menemukan fakta bahwa terdakwa ‎mulai 25 Agustus atau waktu sebelum Munir berangkat ke Amsterdam, kemudian pada 6 September 2004 atau waktu sebelum Munir ke Amsterdam, 7 September 2004 pukul 10.00 dn 11.00.

Waktu terdakwa pulang dari Singapura dan sudah berada di Jakarta dan Munir dalam perjalanan ke Amsterdam, masih 7 September 2004 pukul 16.49 sampai dengan jam 21.05, saat itu dapat dipastikan telah meninggal dunia, setidaknya terjadi tidak kurang dari lima kali kontak pembicaraan. (*)

* Dirangkum dari buku Sebuah Buku Putih, Bunuh Munir yang diterbitkan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pada 2006.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Jejak Pollycarpus di Meja Hijau, dari Mulai Tersangka hingga Bebas Murni dari Penjara