Ganjar Anjurkan Makan Tiwul bagi Warga yang Tak Punya Stok Beras, Ferdinand Hutahaean Beri Tanggapan

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ganjar Pranowo dan Ferdinand Hutahaean

TRIBUNWOW.COM - Kadiv Humas dan Advokasi Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean memberikan tanggapan terkait ajakan Ganjar Pranowo untuk makan tiwul bagi masyarakat yang tak memiliki stok beras.

Tanggapan itu diberikan Ferdinand melalui Twitter miliknya, @LawanPolitikJKW, Selasa (7/8/2018).

Ferdinand mengatakan jika ajakan yang diberikan Ganjar Pranowo tidak mengeluarkan pernyataan tersebut.

"Mas @ganjarpranowo aku sedih sekali dengan berita ini.

Nek ngga ono solusi, yo ra usah ngomong koyo ngene..! (Kalau tidak ada solusi, tidak usah ngomong seperti ini)

Sarankan saja masyarakat substitusi bahan makanan pokok, tp yo ojo tiwul mas..!! ," tulis Ferdinand.

Hasil Survei LIPI: Politisasi SARA dan Identitas Berpotensi Hambat Penyelenggaraan Pemilu 2019

Kicauan Ferdinand Hutahaean (Capture Twitter)

Ganjar Pranowo pun membalas tweet Ferdinand ini dengan mengatakan jika tiwul bukanlah makanan yang buruk.

Di Kabupaten Wonogiri, tiwul menjadi makanan yang biasa dimakan warganya.

"Btw apa tiwul itu buruk? Masyarakat wonogiri itu suka makan tiwul lho... enak banget. Dicampur dg sayur cabe, tempe kripik, tempe mlanding," jawab Ganjar.

Balasan Tweet dari Ganjar Pranowo (Capture Twitter)

Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Ganjar Pranowo meminta warganya tidak mengonsumsi nasi aking di tengah musim kemarau ini.

Nasi aking atau makanan yang diolah dari nasi bekas yang dibersihkan dan dikeringkan oleh sinar matahari dianjurkan tidak dimakan.

Said Didu: Sesuai Undang-undang, Komisaris BUMN Dilarang Jadi Timses Presiden

"Jangan makan nasi aking, itu (nasi) bekas. Silakan lapor ke saya kalau ditemukan kondisi seperti itu," kata Ganjar seusai mengisi kuliah umum di kampus Politeknik Negeri Semarang, Senin (6/8/2018).

Politisi PDI-P mengatakan, ketimbang memakan nasi aking akan lebih baik jika mengonsumsi makanan umbi-umbian yang tumbuh di sekitar rumah.

Umbi-umbian juga punya kandungan karbohidrat yang cukup.

Selain itu, umbi-umbian juga merupakan bagian dari diversifikasi pangan yang digalakkan pemerintah selain beras.

"Kalau tidak ada beras, saya anjurkan makan tiwul, umbi-umbian dan itu diversifikasi pangan. Yang tidak boleh itu tidak makan, kalau sudah begitu tolong lapor ke saya," tambahnya.

Ganjar melanjutkan, pengolahan umbi-umbian juga saat ini terus berkembang hingga mempunyai sejumlah varian rasanya.

Pertemuan Prabowo Subianto dengan GNPF Ulama, Bahas Parpol Koalisi hingga Rekomendasi Cawapres

Oleh karenanya, variasi makanan pokok selain beras penting untuk dilakukan, tidak hanya di musim kemarau.

"Makan tiwul itu boleh, dan sehat. Tiwul sekarang enak," paparnya.

Tiwul sendiri identik dengan hidangan warga di daerah tandus.

Makanan tiwul dibuat dari ubi kayu digunakan sebagai cara masyarakat mempertahankan diri dari ancaman kelaparan ketika musim kemarau.

Seperti musim kemarau panjang yang terjadi sejak Maret lalu menyebabkan sawah di Dusun Wanarata, Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati, Banyumas, Jawa Tengah, mengering.

Akibatnya, warga tidak dapat menanam padi sehingga stok beras berkurang.

Kelakar UAS yang Sebut Nama Nisa Sabyan saat Ditanya Terkait Usulan Cawapres Ijtima Ulama

Karena kekurangan beras, sebagian warga terpaksa mengonsumsi nasi tiwul dan oyek berbahan singkong.

“Dari awal musim kemarau bulan Maret sampai sekarang, setiap hari makannya oyek dan tiwul. Nasi untuk anak dan oyek untuk orangtua," kata Warsem (45), salah satu warga Dusun Wanarta, Minggu (5/8/2018).

Warsem mengungkapkan, di rumahnya tinggal lima orang anggota.

Selain satu anak, suaminya juga harus menghidupi kedua mertua yang ikut tinggal bersama.

Sehingga mengonsumsi tiwul dan oyek menjadi alternatif sebagai pendamping demi menghemat beras.

“Musim kemarau adanya singkong, jadi ya masak itu tiwul. Biar hemat beras, masak tiwul sehari sekilo,” ujarnya.

Yuk Kenali 6 Obat Asam Urat Alami

Kepala Dusun Wanarata, Karto mengatakan, di dusunnya terdapat 450 kepala keluarga atau sekitar 2.000 jiwa.

Sedangkan sawah di dusunnya merupakan sawah tadah hujan sehingga hanya bisa ditanami dengan padi gogo.

“Yang jelas makanan pokok orang sini nasi, selagi musim kemarau warga biasa masak tiwul sama oyek untuk dampingan nanakan nasi. Karena musim kemarau ini tidak ada panen, yang jelas karena tidak ada sumber air, ada yang sudah tanam tapi karena kemarau datang akhirnya tidak panen,” jelasnya.

Di dusunnya hampir seluruh warga mengandalkan hasil pertanian.

Setidaknya terdapat sekitar 30 hektar lahan sawah padi dan 30 hektar tanaman palawija seperti kacang, jagung, kedelai dan singkong.

Namun akibat kemarau panjang, sawah tersebut tidak dapat ditanami padi.

“Sudah biasa makan tiwul dan oyek sebagai pendamping saja. Kalau makan oyek itu dari pagi sampai sore kenyang terus, jadi tahan. Berbeda kalau nasi kadang setiap saat inginnya makan tapi tidak ada kenyangnya,” pungkasnya.

(TribunWow.com/Tiffany Marantika)