Unggah Data Kemiskinan, Fahri Hamzah: Apakah Benar Sudah Semakin Menurun?

Penulis: Laila N
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fahri Hamzah

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah membeberkan sejumlah data mengenai kemiskinan yang ada di Indonesia.

Dilansir TribunWow.com dari akun Twitter @Fahrihamzah kicauan tersebut diunggah pada Selasa (17/7/2018).

Fahri Hamzah mengunggah data statistik mengenai upah buruh di Indonesia hingga data daya beli petani yang mengalami penurunan.

Berikut isi kicauan Fahri Hamzah di Twitter:

Deretan 18 Nama Artis yang Nyaleg dari Partai Nasdem, Ada Olla Ramlan hingga Manohara

"Sahabat,
Beberapa hari ini kita sedang mendengar siaran statistik dari BPS tentang data kemiskinan terbaru tahun 2018.

Apakah benar kemiskinan semakin menurun? Secara statistik ya.

Tapi kita jangan juga mudah terhibur oleh statistik, membacanya juga harus lebih jeli.

Selain itu kembalilah ke realitas sekeliling kita dan bertanyalah, apakah benar orang miskin semakin berkurang? #RakyatMiskin

Hari2 belakangan ini kita menghadapi realitas kenaikan harga.

Kenaikan BBM dan listrik terutama pada masa pemerintahan Pak Jokowi membuat harga sembako terus naik. Kelompok yang kaya mungkin tidak terasa, tetapi kelompok menengah ke bawah, dampaknya luar biasa. #RakyatMiskin

Kenapa statistik beda? Saya kasih catatan tentang cara mengukur #RakyatMiskin di negeri kita.
Dikatakan miskin jika pengeluaran (bukan pendapatan) ada dibawah garis kemiskinan (GK).

GK terdiri dari GK makanan dan non-makanan tetapi GK makanan lebih mendominasi perhitungannya.

BPS mencatat GK per maret 2018 sebesar Rp 401.220,- per bulan. Kalo dibagi 30 hari jadi sebesar Rp 13.777,-.

Ini ada batas orang dikatakan miskin/tidak.

Divestasi 51 Persen Saham Freeport, Marwan Batubara: Jangan Mengklaim Berhasil, Ini Belum Apa-apa

Jd kalo ada rakyat sehari per kepala Rp 14.000,- saja. Itu tidak miskin. Tidak tertangkap oleh statistik sebagai orang miskin.

Padahal 14ribu sehari di kehidupan nyata dapat makan apa? Berapa kali kita makan?

Buat ongkos ke sekolah? Bagi yang kerja buat ongkos transport? Apa cukup??

Oleh statistik yang diyakini pemerintah anda tidak miskin.

Tidak perlu bantuan. Tidak perlu kebijakan untuk anda dll.

Itulah mengapa, kita jangan mudah terhibur dgn statistik!

Jangan mudah tepuk tangan yang membuat kita lalai dan kehilangan kesadaran bahwa ekonomi kita sedang bermasalah kesejahteraan rakyat kita dipertaruhkan.
#RakyatMiskin

Kalau bicara kesejahteraan rakyat, masih banyak indikator yang berbicara lain dan dalam kondisi memprihatikan.

Misalnya saja tingkat upah riil buruh yang terus merosot, nilai tukar petani semakin menurun. Padahal mayoritas SDM kita ada di sektor pertanian dan buruh.

Putri Amien Rais Komentari Kisruh PDIP dengan Perindo saat Pendaftaran Caleg di Kantor KPU

Selama 4 thn Pemerintahan Jokowi, upah nominal buruh tani naik dari Rp 43.808,- perhari ke Rp 50.213,- perhari.

Tetapi, Upah riilnya justru turun dari Rp39.383,- menjadi Rp 37.711,-.

Ini berarti kenaikan upah nominal tidak mampu mengatasi inflasi (kenaikan harga-harga kebutuhan)

Di era pemerintah Pak Jokowi Nilai Tukar Petani yang mencerminkan daya beli petani juga mengalami penurunan khususnya dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini.

Tentu ini sebuah paradoks, karena dalam waktu yang sama tingkat kemiskinan diklaim mengalami penurunan.

Padahal sumber utama kemiskinan adalah kemiskinan pedesaan yang sumber pencaharian utamanya adalah pertanian.

Di satu sisi Lihat hutang kita yang bertambah banyak justru lari ke sektor yang menyerap pekerja paling sedikit.

Jadi hutang besar buat siapa? #RakyatMiskin tidak tahu.

Inilah yang Perlu disampaikan secara jujur sebab rakyat tidak berubah nasibnya hanya karena ada statistik yang memotret kemiskinan secara sumir.

Pemerintah barus berani menganbil terobosan untuk mengukur kemiskinan dan kesejahteraan rakyat secara nyata.
#RakyatMiskin

Fahri Hamzah Sebut Prabowo Subianto Kurang Lincah untuk Hadapi Jokowi

Penyembunyian keadaan rakyat dengan menggunakan statistik dapat di-katagorikan sebagai kebohongan yang disamarkan. Praktik ini harus dihentikan.

Saya menonton sebuah video presiden mengarakan agar BPS mengadakan survey kemiskinan setelah pembagian Raskin (beras miskin).

Raskin Sekarang ia bernama RASTRA (beras sejahtera). Kita tahu bahwa penghitungan kemiskinan kita (GK) menggunakan konsumsi kalori.

Maka dengan sekali bagi beras kemiskinan bisa hilang. Tega sekali pemerintah kita.

Postingan Fahri Hamzah (Capture/Twitter)

Cukuplah, jangan ada lagi dusta seperti ini. Kalau kita miskin ya miskin saja.

Mari kita miskin bersama-sama. Jangan sampai statistik dipakai menghibur elite dan opini tapi rakyat tambah sengsara. Wallahualam. #RakyatMiskin," tulis Fahri Hamzah.

Data dari BPS

Diberitakan Tribunnews, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami titik terendah dalam hal persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni sebesar 9,82 persen pada Maret 2018.

Dengan persentase kemiskinan 9,82 persen, jumlah penduduk miskin atau yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang.

"Maret 2018 untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit. Kalau dilihat sebelumnya, biasanya 2 digit, jadi ini memang pertama kali dan terendah," kata Kepala BPS, Suhariyanto, saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (16/7/2018).

Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu September 2017, persentase kemiskinan tercatat sebesar 10,12 persen atau setara dengan 26,58 juta orang penduduk miskin di Indonesia.

Bila dirinci lagi, terdapat penurunan persentase penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Persentase penduduk miskin di perkotaan per Maret 2018 sebesar 7,02 persen, turun dibandingkan September 2017 sebesar 7,26 persen.

Sama halnya dengan di perdesaan, di mana persentasenya pada Maret 2018 sebesar 13,20 persen, turun dari posisi September 2017 sebesar 13,47 persen.

Reaksi Rocky Gerung ketika Teori yang Disampaikannya Dibilang Rhenald Kasali Sudah Terbantahkan

Suhariyanto mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dari September 2017 hingga Maret 2018, yakni inflasi umum dalam periode itu sebesar 1,92 persen.

Serta rata-rata pengeluaran per kapita tiap bulan untuk rumah tangga di 40 persen lapisan terbawah yang tumbuh 3,06 persen.

Faktor lain yaitu bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh 87,6 persen pada kuartal I 2018 atau lebih tinggi dibanding kuartal I 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.

Selain itu, juga dari program beras sejahtera ( rastra) dan bantuan pangan non-tunai kuartal I yang tersalurkan sesuai jadwal.

"Lalu karena nilai tukar petani Maret 2018 di atas angka 100, yaitu 101,94, dan kenaikan harga beras sebesar 8,57 persen pada September 2017 sampai Maret 2018 yang disinyalir mengakibatkan penurunan kemiskinan jadi tidak secepat periode Maret 2017 sampai September 2017," kata Suhariyanto.

Sementara itu, jika ditarik mundur, pada 1999 Indonesia mencatat persentase kemiskinan paling tinggi, sebesar 23,43 persen atau setara dengan 47,97 juta penduduk miskin.

Angka kemiskinan pada tahun-tahun berikutnya secara bertahap menurun meski sempat beberapa kali naik pada periode tertentu.

"Tetapi, menurut saya, kita masih punya banyak PR, bagaimana supaya kebijakan-kebijakannya lebih tepat sasaran sehingga penurunan kemiskinannya menjadi lebih tepat," imbuh Suhariyanto. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)