TRIBUNWOW.COM - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mantan Gubernur DKI Jakarta dispekulasikan masuk daftar calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) oleh tiga lembaga survei.
Namun, langkah Ahok jika ingin menduduki jabatan capres, cawapres, maupun menteri harus terhenti karena akan melanggar undang-undang (UU).
UU tersebut adalah UU Pemilihan Umum (Pemilu) pasal 169 UU nomor 7/2017 tentang pemilu, seperti dikutip TribunWow.com dari tayangan Aiman, Kompas TV, Selasa (26/6/2018).
Pada UU Pemilu disebutkan bahwa syarat capres dan cawapres tidak bisa diajukan bila pernah dipidana dan memperoleh hukuman tetap.
• Dinyatakan Unggul di Quick Count, Berikut Profil Khofifah Indar Parawansa
Serta pernah diancam hukuman penjara lima tahun atau lebih.
Menurut pakar hukum tata negara, Mahfud MD, walaupun Ahok dihukum 2 tahun penjara, namun ia tetap tidak bisa dicalonkan jadi capres maupun cawapres karena ancaman hukumannya.
"Dia dihukum 2 tahun dalam ancaman tindak pidana lima tahun atau lebih, itu sudah pasti tidak bisa, di menteri juga tidak bisa karena UU kementrian kan sama," kata Mahfud.
Sementara itu dalam UU pemilihan kepala daerah (pilkada) Ahok masih bisa menjabat kepala daerah dengan syarat yang harus terpenuhi.
Pada UU pemilihan kepala daerah (pilkada) berbunyi bahwa mantan terpidana bisa mencalonkan bila telah secara terbuka dan jujur mengemukakan pada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.
• Fahri Hamzah Pertanyakan Tinggi Tiang LRT yang Berbeda: Ada yang Bisa Ngasih Jawaban?
Kepala daerah yang dimaksudkan adalah gubernur, wakil gubernur, walikota, maupun bupati.
"Jadi gubernur, wakil gubernur, walikota, bupati, tidak ada masalah?," tanya Aiman pembawa acara Aiman, Kompas TV.
Mahfud menjawab tidak ada masalah jika Ahok mencalonkan diri menjadi jabatan-jabatan tersebut.
"Kalau itu (kepala daerah) tidak masalah, tapi presiden, wakil presiden, menteri tidak bisa karena undang-undangnya berbeda," jawab Mahfud MD.
Lihat videonya berikut ini:
• Hasil Quick Count SMRC Pilkada Jawa Barat: Data Masuk 60 Persen, Ridwan Kamil Unggul 32,11 Persen
Diberitakan sebelumnya dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menganulir larangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai peserta pilkada,(9/7/2015).
MK memutuskan bahwa Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota (UU Pilkada) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik.
"Pasal 7 huruf g UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana," kata Ketua Majelis Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK.
• Hasil Quick Count SMRC Pilkada Bali: Data Masuk 96,33 Persen, Koster-Oka Unggul 58,26 Persen
MK juga menghapus Penjelasan Pasal 7 huruf g yang memuat empat syarat bagi mantan narapidana agar bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Penjelasan Pasal 7 huruf g UU Pilkada berbunyi:
"Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya, terhitung lima tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan jabatan publik yang dipilih (elected official).
Serta yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang.
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini." (Tribunwow/Tiffany Marantika)