TRIBUNWOW.COM - Menanggapi momentum Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menuliskan cuitannya soal revolusi.
Selain menuliskan sejarah mengenai kebangkitan nasional, Fadli Zon juga mempertanyakan mengenai kondisi bangsa yang menurutnya saat ini cukup ironi dan menyedihkan.
"Hari ini 20 Mei 2018, menandai 110 tahun bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional, yang merujuk pada perjuangan Boedi Oetomo tahun 1908. Momentum hari kebangkitan nasional mengingatkan kita agar tak menuju kebangkrutan nasional.
Tanggal 20 Mei 1908, merupakan momentum penting bagi terbitnya fajar kesadaran nasional.
Naluri pokok ingin merdeka dan hidup bermartabat sebagi bangsa, diikat oleh semangat persatuan dan kesatuan.
Dengan itu, kita berhasil meraih kemerdekaan. Namun meski sudah merdeka, apakah kini negara kita telah benar-benar bangkit? Atau sebaliknya justru menuju kebangkrutan?
Pemerintah kerap bangga dengan status sebagai bangsa yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam melimpah, posisi geografis strategis, dan sumber daya manusia yg besar.
Namun ironisnya, posisi Indonesia justru cukup tertinggal dengan negara-negara yang potensi sumber daya alamnya nya jauh di bawah kita.
• Posting soal Terorisme di Facebook, Pilot Garuda Indonesia Akhirnya Dinonaktifkan
PDB perkapita kita hanya USD 3800. Angka ini jauh di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan juga Thailand.
Bahkan menurut UNDP Report on Financing the Sustainable Development Goals (SDGs) in ASEAN, di seluruh Asia Tenggara, 36 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Menyedihkan lagi, 90 persennya tinggal di Indonesia dan Filipina. Ini suatu fakta ironis.
Padahal, menurut catatan US Geological Survey, per 2014 dari segi cadangan SDA, Indonesia mempunyai cadangan timah terbesar kedua sedunia, emas nomor 6, dan energi panas bumi nomor 1.
Sedangkan dari sisi produksi, negara kita merupakan penghasil nikel terbesar ketiga di dunia, bauksit nomor 2, gas nomor 9, batubara nomor 6, dan crude palm oil nomor 1.
Dengan situasi ini, apakah kita termasuk negara, yang dalam istilah Richard Auty (ekonom Inggris), mengalami resources curse- “kutukan sumber daya alam?
Perekonomian kita sebenarnya memiliki potensi besar. Namun sayangnya, potensi tsb dikelola scr tak serius.
Dari catatan yang saya peroleh, dari total 255 blok migas yg ada, sekitar 70% sdh dikuasai dan dikelola oleh kontraktor asing
Bahkan saat ini PGN (Perusahaan Gas Nasional) jg berpotensi mengalami hal serupa. Dimana penguasan swasta dan asing terhadap PGN telah mencapai 43%. Jumlah ini belum ditambah dgn total utang PGN.
• Doa, Niat, hingga Tata Cara Salat Sunnah Lailatul Qadar
Jika dimasukan, maka penguasaan swasta dan asing atas PGN telah mencapai 84% dari total asset PGN.
Indikasi kebangkrutan kita juga dapat dilihat dari kondisi neraca perdagangan kita. Seperti telah saya sampaikan sebelumnya, defisit neraca perdagangan kita pd April lalu mencapai US$1,63 miliar.
Ini angka terendah sejak tahun 2014, dan menunjukkan betapa keroposnya perekonomian kita. Sepanjang 2018, hanya pd bulan Maret kemarin neraca perdagangan kita surplus.
Situasi ini cukup ironis di tengah upaya pemerintah yang sangat kencang mengkampanyekan diplomasi ekonomi.
Kondisi ini diperparah lagi dengan peningkatan utang luar negeri, yang semakin membuat kita tidak berdaulat. Utang luar negeri kita telah melampaui Rp 5000 trilyun.
Situasi ini tentunya tak dapat terus dibiarkan. Kita tdk ingin negara ini terus berada pada jalur kebangkrutan. Harus mengubah arah.
Jangan pula pernah menarik mundur semangat Kebangkitan Nasional dengan melepas pengelolaan SDA kita kepada asing
Karena itu, Hari Kebangkitan Nasional harus menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia, terutama pemerintah, untuk keluar dari jalan kebangkrutan menuju jalan kebangkitan. SELAMAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL," tulisnya.
• Beredar Foto Fahri Hamzah Beri Hormat kepada Presiden Jokowi saat Buka Puasa Bersama di Istana
Menambahkan, Fadli menilai jika saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah revolution from above atau revolusi dari atas.
Menurutnya, cara yang paling udah adalah dengan 2019 ganti Presiden.
"Mungkin yg kita butuhkan skrg bukan reformasi tapi #revolusidariatas (revolution from above), caranya yg paling mudah #2019GantiPresiden," tulisnya.
Cuitan Fadli Zon (twitter)
Menanggapi kicauan Fadli Zon, seorang netizen dengan akun @Yuleskempo mengatakan seharusnya teriakan tersebut di ucapkan dari tahun 1998.
Netizen tersebut juga mempertanyakan posisi Fadli Zon pada tahun 1998.
@Yuleskempo: Harusnya ini teriakan dr tahun 1998. Bapak FZ waktu itu dimana.
Mungkin mas @budimandjatmiko @chicohakim @emerson_yuntho @fadjroeL bisa menjawab pertnyaan saya.
Bapak ini mungkin lupa, waktu itu beliau dimana??
Menjawab pertanyaan netizen, mantan aktivis 1998, Fadjroel Rachman mengatakan jika Fadli Zon pada saat itu mendukung era kepemimpinan Soehato (Orba).
(TribunWow/Dian Naren)