TRIBUNWOW.COM - Aktivis Mohamad Guntur Romli angkat bicara terkait kasus yang menimpa anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah.
Dilansir TribunWow.com dari akun Facebook Guntur Romli yang diunggah pada Kamis (28/3/2018), kasus ini terkait tabrakan yang menimpa anggota DPRD Maluku Tengah Jimy G Sitanala dan seorang tukang ojek.
Diketahui, tukang ojek tersebut meninggal dunia dalam kecelakaan itu.
Tiga hari dari kecelakaan tersebut, Jimy belum juga diperiksa oleh pihak kepolisian.
Menurut polisi, hal tersebut lantaran adanya UU MD3, yang membuat penyelidikan tersebut terhambat.
HEBOH! Ruhut Sitompul: yang Bilang Jokowi Bohong, Malu Dong Lihat Kemajuan NKRI Sangat Terasa oleh Rakyat
Sementara itu, pihak kepolisian belum mengirim surat permintaan izin kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), DPRD Kabupaten Maluku Tengah atas kasus politisi PDIP itu.
Polisi mengaku akan mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu sebelum meminta izin.
Apabila bukti-bukti kelalaian Jimy kuat, maka polisi baru akan mengirimkan surat kepada MKD.
"Saat ini kami belum memeriksa, Jimy G Sitanala cuma wajib lapor.
Kami hanya mengikuti aturan yang baru, yaitu Undang-Undang MD3.
POPULER! Siap-siap Bertemu Deddy Corbuzier, Mahfud MD Ngaku Deg-degan: Dia Jarum di Dompet Aja Tahu
Akan tetapi kami akan merampungkan berkas dan pengumpulan bukti-bukti dan memeriksa dua saksi.
Setelah bukti-bukti mengarah kepada Jimy kami akan menatapkan sebagai tersangka dan akan menyurati MKD untuk meminta izin pemeriksaan terhadap Jimy," ujar Kasat Lantas Polres Ambon dan Pulau-pulau Lease AKP Bambang Surya Wiharga kepada awak media, Rabu (28/3/2018).
Menanggapi hal tersebut, Guntur Romli mengaku miris.
Ia pun meminta agar UU MD3 dibatalkan.
"Kala UU MD3 Lebih Berharga dari Nyawa Manusia
Miris membaca berita ini di Maluku Tengah: nyawa manusia direndahkan oleh UU MD3 yang menjadi bukti kesewenang-wenangan dan diskriminasi atas nama dewan perwakilan rakyat.
Seorang tukang ojek ditabrak mati oleh seorang anggota dewan, namun keadilan dan penegakan hukum terhalang karena hambatan UU MD3 ini.
Baca ini: Rustam Ibrahim: Kenapa SBY Suka Ngomong Soal AHY? Apa Dia tak Mampu Bicara Tentang Dirinya Sendiri?
UUD MD3 jelas-jelas pengingkaran terhadap apa yang disebut "wakil rakyat" itu,
bagaimana mungkin anggota dewan yang dipilih dan dipercaya untuk menyampaikan aspirasi rakyat yang diwakilinya tapi dengan UU MD3 ini malah bisa mengkriminalisasi sumber yang mendudukkannya ke dewan.
Padahal "anggota dewan" tidak lebih dari "buruh kontrak" dari rakyat, karena pemilik asli kedaulatan itu adalah rakyat bukan anggota dewan itu.
Tapi dengan UU MD3, kedaulatan rakyat dibajak menjadi kedaulatan anggota dewan.
Dengan UU MD3, anggota dewan bisa berbuat sesukanya dan menerima kekebalan dan pembelaan.
Dengan UU MD3, anggota dewan yang tak terima dengan kritik dari rakyat yang memilihnya akan menuduh sebagai penghinaan dan rakyat itu akan digelandang ke kantor polisi.
VIRAL! Arteria Dahlan Tuai Kecaman Usai Maki Kementerian Agama, Lukman Hakim Sarankan Minta Maaf
Tapi saat si anggota dewan itu berbuah salah hingga membunuh rakyat itu-- seperti kasus di Maluku Tengah ini--maka anggota dewan itu bisa menggunakan UU MD3 sebagai bentuk kekebalan untuk menghindari dari penegakan hukum dan tanggung jawab.
Yuk suarakan untuk membatalkan UU MD3 ini. #BatalkanUUMD3
Mohamad Guntur Romli," tulisnya.
Diketahui, ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial dalam UU MD3, seperti yang dikutip hukumonline berikut ini.
Pasal 73:
Ayat (3): Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Baca: Dibilang Rindu Kolonialisme soal Gula, Fadli Zon: Logika Anda Lompat-lompat Gak Karuan
Ayat (4) b: Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a.
Ayat (5): Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 122 huruf k:
(MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR;
Pasal 245:
Ayat (1): Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
POPULER! Pemerintah Usul Tarif Ojek Online Naik Menjadi Rp 2.000 per KM: Ingin Pendapatan Pengemudi Dinaikkan
Ayat (2): Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
HEBOH! SBY: Tak Benar Saya Sodorkan AHY Sebagai Cawapres Kemudian Ditolak Jokowi