7 Fakta Penangkapan Hacker di Semarang yang Membuat Grab Rugi 6 Miliar

Editor: Fachri Sakti Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AKBP Teddy Fanani (tengah, baju putih) memperlihatkan kedelapan tersangka, Senin (19/3/2018).

TRIBUNWOW.COM - Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jateng menangkap seorang hacker dan tujuh pengemudi operator order fiktif lewat aplikasi Grab.

Sindikat ini memanipulasi aplikasi pemesanan untuk memperoleh keuntungan lewat praktik ilegal di wilayah Jawa Tengah.

Berikut ini fakta-faktanya yang berhasil dirangkum oleh TribunWow.com.

Populer: Marak Orderan Fiktif Taksi Online di Medan, Ternyata Sistem Grab Car Dijebol Pria Lulusan SD Ini

1. Pelaku: 1 hacker dan 7 driver

Pengungkapan kasus ini berawal saat Hacker bernama Tomy Nur F (32) itu ditangkap oleh petugas Subdit II Reskrimsus Polda Jateng di sebuah tempat kos di daerah Karangrejo, Jatingaleh, Candisari, Kota Semarang, 14 Februari 2018 lalu.

Sedangkan, ketujuh driver tersebut ditangkap di Pemalang pada Rabu, 7 Maret 2018 lalu.

Ketujuh driver tersebut di antaranya, Benny (46) warga asal Jakarta Timur, Ahmad (21) warga asal Bandar Lampung, Jahidin (37) warga asal Pekalongan, Ibnu Fadilah (20) warga asal Jakarta Timur, Hidayat (22) warga asal Cilacap, Ivon (21) warga asal Sukoharjo, dan Kubro (31) warga asal Kendal.

Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Teddy Fanani mengungkapkan, ketujuh driver tersebut ditindak oleh petugas Satreskrim Polres Pemalang.

Mereka sengaja datang ke Pemalang dan beroperasi di sana dengan memanfaatkan orderan fiktif menggunakan aplikasi yang dimanipulasi tersebut.

2. Kerugian mencapai 6 miliar

Dari komplotan itu, terdapat 53 akun driver yang digunakan untuk memanipulasi order fiktif.

Selain itu, polisi mengamankan 213 telepon seluler yang diduga digunakan untuk menjalankan tindak pidana tersebut.

AKBP Teddy menjelaskan, dalam setiap delapan pesanan, maka mitra akan memperoleh insentif Rp 80 ribu yang harus dibayarkan oleh Grab.

Maka dari 53 akun tersebut, Grab dirugikan sekitar Rp 4,2 juta per hari.

"Sudah sekitar enam bulan beroperasi para ghost driver ini. Kerugian pihak Grab diperkirakan mencapai Rp 6 miliar," kata AKBP Teddy, Senin (19/3).

Populer: Waspada, Hacker China Disebut Telah Menyusup ke WhatsApp

3. Aplikasi yang sudah diretas

Menurut Teddy, sindikat ini punya aplikasi pemesanan yang dimiliki konsumen serta aplikasi penerima pesanan oleh pengemudi.

"Para pengemudi ini membawa beberapa ponsel yang digunakan untuk memesan dan menerima pesanan. Jadi bisa pesan dan diterima sendiri oleh para pengemudinya," katanya.

Dengan aplikasi yang dimanipulasi ini, para pelaku bisa melakukan pemesanan fiktif yang kemudian diterima sendiri.

Dari pesanan-pesanan itu, terdapat mekanisme perolehan poin yang harus dibayarkan oleh Grab kepada mitra kerjanya.

"Setiap 14 poin yang diperoleh pengemudi, maka ada Rp 350 ribu yang harus dibayarkan oleh Grab," katanya.

Bonus atas poin dari order fiktif inilah yang menyebabkan kerugian bagi Grab.

4. Aplikasi dijual 250 ribu sampai 300 ribu

Tersangka hacker, Tomy mengaku menjual jasa memanipulasi aplikasi dengan Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu per aplikasi.

Tomy biasa menjual satu paket telepon seluler sekaligus berisi aplikasi yang sudah dimanipulasi dengan harga bervariasi.

"Hacker" yang belum lama berdomisili di Semarang ini sempat mengiklankan diri melalui media sosial.

Atas perbuatannya, para tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan pidana ancaman penjara paling lama selama 12 tahun atau denda Rp 12 miliar.

Populer: 7 Fakta Penangkapan Hacker oleh FBI-Polda Metro Jaya: Berjuluk Surabaya Black Hat & Retas 600 Web

5. Belajar otodidak

Kasubdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Teddy Fanani menyebutkan sindikat order fiktif lewat aplikasi Grab hanya perlu berdiam diri di tempat melalui fake GPS.

Teddy menjelaskan komplotan ini sudah terorganisir dalam menjalankan aksinya. Seperti modus yang digunakan dengan menyiapkan ratusan unit handphone dan sejumlah aplikasi pendukung.

Adapun pengungkapan tersebut berawal dari informasi yang dilaporkan pihak Grab kepada polisi.

Laporan itu masuk ke Ditreskrimsus Polda Jateng maupun Polres Pemalang. Informasi tersebut kemudian didalami dan berhasil mengungkap delapan tersangka.

Sejumlah barang bukti disita yakni, 213 handphone yang digunakan para tersangka, sejumlah perangkat elektronik lain, termasuk memory card dam sejumlah CPU dan laptop.

Dari hasil pemeriksaan sementara, ternyata Tomy pernah beraksi juga sebagai hacker sebelum di Semarang.

Lebih dulu Tomy melakukan praktik serupa di Yogyakarta. Praktik yang dilakukan oleh Tomy diperoleh secara otodidak.

Teddy mengungkapkan, pihaknya masih mengembangkan kasus tersebut karena dimungkinkan masih banyak pihak yang melakukan praktik serupa, terutama driver.

"Pengakuan hacker belajar secara otodidak untuk menerobos sistem Grab. Kalau kerugian pihak Grab akibat illegal acces tersebut mencapai Rp 6 miliar," lanjutnya.

Lebih lanjut, total kerugian itu didapat pihak Grab selama enam bulan untuk wilayah Jawa Tengah saja.

"Kerugian tersebut berdasarkan deposit yang harus dibayarkan pihak Grab kepada driver," paparnya.

Meski dipelajari secara otodidak, praktik menerobos sistem Grab tersebut juga dilakukan atas dorongan seorang temannya yang kini menjadi tersangka juga.

"Karena mayoritas driver pakai fake GPS untuk mengakali banyaknya driver. Fake GPS biasanya untuk menghindari kemacetan. Dari pengakuan Tomy, paling mudah itu meretas sistem GPS lewat android yang lollipop," jelas Teddy lagi.

6. Penangkapan pertama di Indonesia

Region Head Central Java & Special Region of Yogyakarta Grab Indonesia Ronald Sipahutar mengatakan kasus order fiktif yang terjadi di Pemalang sudah pernah ada di beberapa daerah.

Namun terkait penangkapan hacker (peretas) yang sekaligus berperan sebagai penyedia aplikasi untuk illegal acces ini, menurut Ronald, merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia.

Ia menjelaskan, kasus ini adalah yang kelima diungkap setelah Makassar, Surabaya, Jakarta, dan Medan.

"Kasus ini pertama kali di Indonesia, di mana polisi berhasil menangkap sampai pelaku hackernya. Selama ini kasus-kasus sebelumnya, lebih banyak yang dilakukan sebagai driver seperti hasil tangkapan Polres Pemalang. Jadi Polda Jateng ini berhasil mengungkap pertama kali hingga ke hackernya," ungkap Ronald, Senin (19/3).

7. Grab lawan Opik

Ronald juga memaparkan komitmen Grab Indonesia dalam menanggapi banyaknya kasus kecurangan dan peretasan sistem Grab.

Komitmen tersebut diwujudkan dalam kampanye atau program "Grab Lawan Opik (Order Fiktif)".

Program tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia bekerjasama dengan Polda di masing-masing provinsi.

Bahkan kecurangan yang dilakukan oleh mitra Grab sudah sejak awal terpantau oleh sistem.

"Jika ditanya sejak kapan kecurangan ini diketahui, dari pertama kali Grab beroperasi sudah dapat mendeteksi kecurangan. Sistem yang kami miliki sudah mumpuni untuk melihat, apakah mitra Grab ini melakukan prosesnya sesuai kode etik atau melakukan kecurangan hingga tindak kriminal seperti ini," lanjutnya.

Dalam hal ini, Ronald juga menepis anggapan bahwa sistem yang dimiliki oleh Grab lemah dan rentan diretas.

Kemampuan software dan teknologi Grab sendiri didukung dengan enam research development di Asia, satu di antaranya berada di Jakarta.

"Secara sistem, kami mampu mendeteksi adanya kecurangan. Jadi, kami mampu membawa kasus ini ke ranah hukum untuk diproses. Hal inilah yang kami kolaborasikan dengan pihak kepolisian untuk mengungkap dan memproses secara hukum tindak kecurangan," pungkasnya.

Di luar itu semua, pihak Grab sangat berterima kasih dan mengapresiasi kinerja Polda Jateng melalui Ditreskrimsusnya beserta Polres Pemalang.

Menurutnya, Ditreskrimsus Polda Jateng menjadi yang pertama kalinya mengungkap kasus order fiktif hingga menangkap sang dalang berupa hacker. (*)